9

1.8K 296 26
                                    

"Ini jalanya benar gak sih! Dari tadi sampai gue gak punya tegang gini, gak sampai-sampai. Bapak gue gak nipu gue kan?" dumel Zain yang sudah setengah harian berada di tengah hutan, tak menemukan jalan sampai di desa.

Apa yang di alami Zain bukan salah Raka tapi salah anak itu sendiri, yang tak mengikuti penunjuk dan Bapak-nya. Dia turun di tengah jalan, dan mencari jalan sendiri melalui hutan belantara yang di ceritakan Raka sebagai jalan keluar dari mansion.

"Awas aja kalau gue sampai malam gak bisa keluar dari sini, sepuluh tahun gue gak mau ngomong sama Bapak."

Zain melanjutkan halnya, mengikuti jalan setapak. Sekitar satu jam, anak itu sampai di sebuah goa, tanpa membuang waktu lagi Zain masuk ke dalam goa.

"Gue harus keluar dari tempat ini sebelum malam tiba. Gila gelap banget." Zain mempercepat langkahnya, agar segera keluar dari goa yang begitu gelap itu.

Sementara itu di mansion, Kara kembali masuk ke dalam kamar yang ada di lantai tiga.

Kara berhasil membuka kamar yang ukurannya paling besar di sana. Di dalam kamar itu banyak barang-barang yang di tutupi dengan kain putih yang terlihat sudah kusam.

Kara membuka penutup kain itu, memperhatikan barang-barang yang di tutupi kain. Tidak ada yang aneh kecuali sebuah foto di sana.

Semua anggota Damian ada di dalam foto itu, kecuali istri Raka. "Waktu gue tinggal sama Bapak, di rumahnya gak ada foto perempuan lain selain foto adiknya. Tunggu, kayanya gue lupa sesuatu." monolog Kara mencoba mengingat-ingat apa yang sudah ia lupakan.

"Nenek tua di pasar pernah bilang, anak pemilik mansion di bawah pergi oleh Kakaknya karena Ayah-nya gila. Apa artinya Zain anak Elang yang di bawa Bapak. Terus anak yang mati anak siapa?"

"Terus orang yang waktu itu datang ke asrama cari siapa? Zain atau anak yang hilang?"

"Kenapa lo mau tahu?" suara Eldra mengejutkan Kara yang tengah melamun.

Kara berbalik menatap Eldra yang entah sejak kapan berdiri di belakangnya. "Gue cuma penasaran, lagian kan aneh kalau sampai sekarang pembunuhnya gak ketemu. Secara kan gue yakin Elang bukan orang biasa, mereka semua juga punya banyak uang."

Eldra menganggukkan kepalanya. "Lo emang benar. Mereka emang banyak uang dan punya kuasa tapi soal pembunuh itu gue juga gak tahu kenapa sampai sekarang pelakunya gak ketemu." Eldra merangkul pundak Kara, mengajaknya keluar dari kamar itu.

"Zain emang anak pertama Elang, dari cerita Papa aku. Om Raka terpaksa bawa Zain dulu ke kota karena Om Elang yang gila setelah istrinya mati di bunuh."

"Terus kenapa sampai sekarang mereka gak cari tahu pelakunya? Mereka berlima, kerja sama harusnya gak susah kan?" heran Kara, sepertinya rumah ini menyimpan banyak rahasia dan bukan hanya soal pembunuh saja. Tapi banyak hal yang lain juga.

"Siapa yang tahu tentang itu kalau yang bunuh itu menghilangkan jejak. Coba kamu pikir, istrinya Om Elang mati di bunuh tapi tanpa bercak darah sedikitpun. Sedangkan bayi yang di kandungannya di keluarkan dengan cara paksa. Bukan cuma itu, keluarga Om Elang juga di bunuh dengan cara di racun. Di hari yang sama waktu pembunuhan istrinya." bisik Eldra.

"Tapi rumah ini di bangun dengan cara khusus, gak semua orang bisa keluar dari sini dengan mudah. Artinya bukan orang luar pelakunya?"

"Dulu rumah ini di bangun normal, layaknya rumah biasa. Sejak kejadian itu rumah ini di rubah, siapapun yang masuk tidak akan bisa keluar dengan mudah. Cuma ada dua pilihan kalau mau keluar dari tempat ini, yang pertama kabur, yang kedua ikutin semua peraturan di sini dan jadi anggota Damian."

"Kalau kabur lewat mana?"

"Lewat mana aja, langsung kabur sampai surga." ucap Eldra tertawa melihat wajah serius Kara.

"Gue gak bercanda jing!"

"Gue juga gak bercanda, gak bisa kabur dari sini. Tempat ini banyak jebakan, cuma orang-orang tertentu yang bisa kabur dari sini dan lolos dari sini." jelas Eldra.

Memang benar, hanya orang-orang yang tahu jalan rahasia yang bisa keluar dari mansion, dan itu itupun yang tahu harus pergi sendiri. Kalau gak taman yang ikut pergi itu akan mati.

"Mana Anka dari tadi gak keliatan?" tanya Kara melepaskan rangkulan tangan Eldra.

"Dia lagi bersihin kamar dia sendiri, tau apa yang di bersihin sampai sore gini belum selesai. Lo anggota baru Damian kan? Bukan anak Om Raka?" Eldra menatap Kara dengan serius.

"Hmm, gue terpaksa gara-gara di di rayu sama penunggu mansion ini. Kalau waktu itu gue gak masuk sini gak jadi anggota Damian gue."

"Lo di tugasin ungkap pembunuhan itu?" penasaran Eldra.

"Iya, tapi yang jadi pertanyaan gue bukan lagi tentang pelakunya. Tapi tentang keluarga Elang, gue mau tau semuanya tanpa ada cerita palsu. Kalau Zain anaknya Elang, kemana anak Raka? Dan siapa yang mati?"

"Yang mati anak Elang, yang pertama kalau gak salah perempuan. Yang kedua di bawa pergi Raka yang ketiga hilang, katanya udah mati tapi sampai sekarang belum ada satupun yang bisa buktiin kalau anak itu udah mati."

"Jadi Raka gak punya anak?"

"Hmm, Raka gagal nikah gara-gara kasus pembunuhan adiknya. Yang gue dengar tunangan dia ikut terlibat dalam pembunuhan ini." Eldra berbisik pada Kara.

"Halaman belakang, ada pintu kecil. Itu pintu masuk ke ruang bawah tanah, wanita itu masih hidup di sana."

Kara mendekat pada Eldra. "Di sana gak ada pintu, di mananya? Gue udah bolak-balik ke taman belakang, gak ada pintu satupun."

"Pohon besar yang paling ujung, ada semak-semak. Di balik semak-semak itu ada pintu, di sana cuma ada satu tahanan. Yaitu mantan tunangan Raka."

Kara menganggukkan kepalanya, menepuk pundak Eldra. "Lo baik banget mau ngasih tau gue soal ini, gak ada ekornya kan?" Kara menatap curiga pada Eldra.

Eldra tersenyum sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Gue mau minta lo buatin sup yang kaya waktu itu lo makan, enak."

"Gak bisa, gak ada ayamnya gak bisa masak sup gue."

"Ada, nanti gue cariin. Waktu itu lo dapat ayam dari mana?" Eldra menahan tangan Kara yang ingin beranjak pergi.

"Itu ayam yang gak sengaja gue tembak, habisnya gue kesal sama Pak tua." jawab Kara tersenyum tipis pada Eldra. Waktu itu dia ingin menghilangkan jejak ayam yang mati karena tembakannya, jadi Kara memasaknya. Dan kebetulan waktu itu Eldra sedang mencari makanan jadi Kara memberikan sup ayam itu pada Eldra.

"Jadi ayam yang lo kasih waktu itu ayam mati?"

"Ya kalau gak mati gak bisa gue masak, ya udahlah udah mati. Udah lo makan juga. Enak kan tapi? Gue duluan." Kara segera pergi dari hadapan Eldra.

MANSION 59Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang