Bab 10

6.4K 142 2
                                    

Hari ini termasuk daftar hari yang paling bahagia dalam hidup Zea, akan ia pastikan mengabadikan setiap peristiwa yang ia lalui  dalam buku diarynya.

Ini semua karena satu orang. Satu pria yang begitu ia puja. Beberapa hari sebelumnya terlintas dihatinya, apakah mungkin perjuangan cintanya akan berakhir sia-sia, rasanya begitu sulit melihat interaksi mereka sehari-hari.

Namun sesuatu yang luar biasa terjadi. Mungkin ini adalah sebuah keajaiban, tiba-tiba sifat pria itu berubah menjadi apa yang di harapkannya. Berkata lembut, dan terlihat begitu peduli padanya, layaknya pasangan yang sedang di mabuk cinta.

Lihat saja saat ini, sepulang sekolah laki-laki itu mengajaknya untuk berbelanja, tentu saja ia suka. Sepanjang perjalanan tangan mereka saling bertaut satu sama lain.

"Oo iya aku lupa belum ngasih kabar sama tante vania," Panik gadis itu sedikit memukul kepalanya.

"Mommy udah tahu, ngga usah khawatir," Jawab bian. Syukurlah, gadis itu jadi lega.

"Kamu pengen beli apa Ze?" tanya bian sudah cukup lama mereka memutari mall, dan turun naik lift.

"Boneka Babi" Jawab gadis itu antusias. Bian sedikit mengerinyitkan satu alisnya terlihat berpikir.

"Kamu nggak salah?" ucapnya memastikan, mata zea mengerjap beberapa kali sambil mengangguk mengiyakan.

"Iya, boneka babi biar bisa ngepet, "Jelasnya.

"Beli yang asli aja, ngapain boneka. "

"Yang asli nyeremin," ucap Zea. Laki-laki itu hanya tersenyum.

                           🐷🐷🐷

Oh begini rasanya belanja dengan anak tunggal kaya raya. Zea yakin laki-laki itu mengeluarkan cukup banyak uang untuk semua belanjanya. Ia juga kesusahan membawanya sampai-sampai bik surti dan bi ijah ikut membantu membawakan semua belanjaan gadis itu.

"Ze, kamu ngerampok mall? " tanya vania melihat banyaknya barang bawaan gadis itu.

"Enggak tante, cuma ngerampok kak bian," Cengirnya tanpa dosa.

"Ini juga ada tas buat tante, liptik juga, parfum kesukaan tante juga," Zea menyerahkan  beberapa tentengan pada Vania.

"Kamu yakin, ini bian yang beliin?" vania  ingin memastikan.

"Kalau Zea nggak mungkin tan, uang saku Zea tinggal 2 juta, belum dapat kiriman," Cerocos gadis itu sekalian curhat.

Setelah meletakkan barang yang di kasih Zea, vania langsung menyusul anak semata wayangnya ke kamar. Untung anak bujangnya itu tak mengunci pintu setelah ia ketuk beberapa kali.

Kamar khas anak remaja pria, hanya sedikit penerangan dari cahaya matahari lewat jendela, bau maskulin dicampur mint, cat dinding abu-abu dan beberapa poster. Vania lupa kapan ia terakhir masuk ke kamar anaknya.

Sifat Bian yang tak begitu terbuka, namun ia juga bukanlah pribadi yang tertutup, entah apa sebutan yang tepat untuk jenis orang seperti itu.

Asap rokok membumbung tinggi ke udara, membentuk pola-pola abstrak yang tidak beraturan, pria itu sedang duduk di sebuah kursi yang memang tersedia di balkon kamarnya.

"Albi kamu ngerokok?" Vania tak percaya apa yang di lihatnya. Tapi yang ditanya tak terganggu sama sekali.

"Albi ke temu dalam laci mommy, sayang kalau nggak di coba," Jawab anaknya itu.

"Jangan bohong, mana mungkin ketemu sendiri pasti kamu beli di luar kan, kalau papi kamu tahu, habis kamu, " cecar vania.

"Buat apa aku bohong, mending nanti mommy tanya sama bian, siapa tahu dia pelakunya," jawab laki-laki itu kembali menghisap rokoknya.

ANOTHER SIDE (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang