Part 30

392 24 13
                                    

Part 30

Pip..pip..

Suara elektrokardiogram itu memenuhi seisi ruangan yang sepi. Terus berulang-ulang dengan banyak garis panjang yang bergerak. Dapat dilihat jika alat itu meinfokan bahwa detak jantung si pasien berada pada sinus rhytm yang artinya dalam keadaan normal.

Suara nafas pria itu samar-samar dapat terdengar dari balik alat bantu pernapasan yang menutupi setengah wajahnya. Hingga kini belum ada tanda-tanda kesadaran yang dirasakan pada pasien.

"Atas nama pasien, Javier Styles, ia mengalami luka tusuk yang cukup serius dan mengakibatkan banyak darah yang mengalir keluar. Detak jantung berada di tingkat normal namun pendarahan hebat yang ia alami dapat membuatnya tidak stabil dalam waktu-waktu tertentu."

Keterangan yang diberikan oleh sang dokter masih berayun-ayun dalam benak Lucas. Ia juga dilanda rasa bingung yang luar biasa. Apa yang terjadi dengan pria ini? Javier Styles adalah salah satu murid sekolah Archard dan teman dari sepupunya, Callysta. Apa ini ada kaitannya dengan tidak pulangnya gadis itu malam ini?

Hal yang tambah membingungkan adalah kata terakhir yang diucapkan Javier sebelum ia pingsan. Lucas yakin betul bahwa ia mendengar pria itu menyebut nama 'Callysta'. Mungkinkah Javier mengetahui sesuatu tentang Callysta? Terutama alasan mengapa gadis itu tidak pulang sejak sore lalu?

"Astaga.."

Pip..pip..

Hhaa..

Pip..pip..

Cal..

Pendengaran Lucas menangkap sesuatu yang berbunyi aneh. Kepalanya menoleh pada Javier yang masih berbaring di atas kasur rumah sakit. Segera Lucas beranjak menghampiri.

"Javier?"
Lucas mencoba mayakini bahwa suara tadi berasal dari pria ini. Tak lama, sedikit pergerakan pada dua matanya yang terpejam. "Javier? Kau bisa dengar aku?" Lucas benar-benar berharap bila Javier bisa sadar saat itu juga. Mulutnya terbuka sedikit dengan pergerakan yang lambat. "Cal.." Lucas mendekatkan telinganya pada mulut Javier berharap ia dapat menangkap apa yang dikatakan pria itu.

"Javier, apa kau sudah sadar? Bisa kau buka matamu?"
Perkataan Lucas direspon dengan desahan nafas panjang. Tak lama setelahnya kedua mata pasien terbuka perlahan, melirik sekeliling. "Syukurlah.. Akhirnya kau sadar juga, Javier."

Lucas menarik kursi dan kembali duduk. Ia tersenyum melihat kondisi Javier yang berangsur stabil. Sedangkan pria itu sendiri masih bingung dengan apa yang terjadi. "Dimana.." Ucapnya lemas. "Tenanglah, kau berada di rumah sakit sekarang. Pendarahan yang kau alami cukup serius, jadi mungkin aku bisa membantu saat ini." Lucas menerangkan apa yang ia ketahui dari dokter. Senyumnya membuat Javier bertanya-tanya.

"Oh ya, bisa kau beritahu aku nomor keluargamu? Aku bersusah payah mencari alasan untuk mengetahui keterangan dari dokter menyangkut kondisimu. Karena sudah pasti bila bukan keluarga tidak akan mendapat izin." Javier tak menjawab apapun.
"Untung saja aku mengenalmu bahwa kau adalah teman dari sepupuku, Callysta." Kening Javier berkerut sekejap saat kata terakhir dari kalimat Lucas ia dengarkan. Dia sangat terkejut, "Callysta?" Alat bantu pernapasan itu dilepasnya secara paksa. "Dimana Callysta??"

.

.

Di tempat lain, dalam suasana yang mencekam, Zayn dan Callysta dikelilingi oleh orang-orang mengerikan di bawah perintah Nadine dan Vera. Ternyata masalah ini belum juga selesai. Malah semakin rumit rasanya. "Hai, Zayn. Lama tak bertemu, apa yang kau lakukan disini?" Nadine berlaga menyambut. Di sampingnya berdiri Vera dengan wajah dingin dan datar.

"Lepaskan kami, Nadine."

"Apa? Kau minta aku melepaskanmu? Itu sama sekali bukan masalah untukku, Zayn. Aku tidak peduli padamu, tawananku hanyalah gadis itu disini." Nadine menunjuk Callysta yang berada dalam gendongan Zayn. "Jika kau ingin pergi, silahkan. Tapi kau tidak bisa membawanya."

Zayn melihat wajah Callysta yang terus menunduk. Ia dapat ketahui betapa sulitnya posisi Callysta saat ini. Juga betapa sakit yang ia rasakan. "Ayolah, Nad. Callysta tidak bersalah, ia tidak tahu apa-apa." Ucap Zayn memperkuat lengannya. Sepertinya kini Zayn memiliki cara sendiri untuk keluar dari tempat ini tanpa adanya perkelahian. Ya, membuat Nadine percaya.

"Omong kosong. Tutup mulutmu, Malik, aku tidak perlu kata-katamu. Lagipula, kau pasti tahu sesuatu tentang mobil di belakang sana. Hmm, aku akan segera menghancurkannya." Zayn teringat kalimat Harry yang menyebutkan bahwa kemungkinan besar mobil itu akan dihancurkan. Dan ternyata benar. "Aku tidak butuh mobilnya, yang aku inginkan adalah pemiliknya, Harry."

"Terserah apa katamu. Tapi.." Ia menggantungkan kalimatnya. "Tapi.. aku mohon padamu, lepaskan Callysta." Tak percaya Zayn memohon pada seorang Nadine untuk pertama kalinya. Bahkan mengatakan hal itu memang sangat sulit. Butuh berpikir dua kali untuk mengatakannya.

Nadine melangkah menghampiri pria itu. Menoleh pada Zayn dan Callysta secara bergantian. Kemudian ia tersenyum tipis. Camkan itu, ia tersenyum. Walau setipis kertas.

"Tidak."

"Apa? Huh, aku benar-benar kasihan padamu, Nadine."

"Apa maksudmu?"

"Biar aku luruskan, kau memiliki tawanan yaitu Callysta. Dan tawananmu ini tidak tahu apa kesalahannya. Sedangkan yang kau tuduhkan adalah, Callysta menyembunyikan Harry Styles sehingga ia tidak masuk sekolah lebih dari seminggu lamanya. Kau tahu apa permasalahan yang sebenarnya disini?"

Tanpa sadar, kata-kata Zayn telah membuat semua orang di tempat itu berpikir, tak terkecuali Nadine. Zayn perlahan memperkuat lengannya. "Apa yang lakukan, Zayn?" Bisik Callysta yang sedari tadi tak juga turun karena pria itu terus menggendongnya. "Aku sedang berusaha mengeluarkan kita dari sini." Sahut Zayn berbisik.

"Permasalahannya yaitu, sampai kapanpun kau bertanya pada Callysta tentang keberadaan Harry, maka jawaban yang kau dapat adalah, 'tidak tahu'. Berulang kali kau tanyakan itu, berulang kali pula kau tidak akan mengetahui jawabannya. Ini seperti, percuma saja kau lakukan semuanya tanpa mendapat hasil karena Callysta memang tidak tahu apa-apa."

Butuh berpikir dua kali untuk menyimpulkan apa yang Zayn katakan. Terutama untuk Nadine. Beberapa detik yang terjadi hanya keheningan. Tanpa diduga Nadine Owen kembali tersenyum di posisinya. Ia melangkah menjauh, "Kau jenius, Zayn." Katanya. "Tidak-tidak, kau yang terlalu bodoh, Nad. Semua orang juga pasti akan mengetahui hal itu jika mereka dapat berpikir lebih logis tidak sepertimu."

Dan lagi, Nadine hanya tersenyum miring. Tapi senyumannya kali ini berbeda dengan yang pertama, ini lebih licik. "Oh ya? Jika memang aku yang bodoh di sini, mungkin dari awal aku sudah tertipu dengan semua omong kosongmu, Zayn." Pria itu merasa terkejut dalam beberapa detik, apa Nadine tahu dengan niatannya?

"Kau pikir aku akan mengiyakan perkataanmu lalu membebaskan kalian berdua? Huh, kau yang bodoh, Malik, kau terlalu berharap dan yakin pada rencanamu. Sekarang juga aku akan menahan kau dan gadis itu." Orang-orang suruhan Nadine menarik paksa Callysta dan Zayn ke sudut ruangan. Ketika itu keduanya berontak, suara berisik terdengar dari arah pintu utama gudang. Berisik dan berangsur hening. Nadine dan Vera saling tatap, apakah terjadi sesuatu di luar?

"Siapa itu?"

Kurangnya penerangan dalam bangunan ini benar-benar merepotkan. Kita tidak akan pernah tahu siapa yang datang dari arah manapun. Yang bisa kita dengar hanyalah langkah kaki yang kian mendekat.

"Hello?"

Suara tepukan tangan jelas terdengar menghampiri.

"Hello, Nadine. Ternyata kau sedang berpesta di tempat ini."

**

Pemanasan dulu~~ kurang greget ya? Iya namanya jg pemanasan.. ada yg bisa tebak itu siapa yang datang? Niall? Lou? Liam? Lucas? Marcel? Javier? Kalo Harry ga mungkin dong ya~~ Harry datang malah cari mati haha vomment;;

Heart by Heart ⇨ h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang