RAKHESHA B2 - 6

125 21 6
                                    

Zilan pergi latihan basket di kampusnya. Dia agak ragu sebenarnya, cuman dia mau lihat apakah Devan meminta bantuannya secara tulus atau hanya karna menginginkan sesuatu.

Devan melihat Zilan datang dengan motor sportnya. Dia mengeluarkan smirknya, Adam mendekati Devan.

"Lo yakin ngajak itu anak ikut basket?" Devan mengangguk.

"Kita butuh suntikan dana coach, dia anak orang kaya gua yakin pasti dia mau-mau aja ngeluarin dana banyak buat tim kita" Adam mengangguk-anggukan kepalanya. Devan tersenyum saat melihat Zilan berjalan ke arahnya.

"Sini Lan!" Zilan berlari kecil menghampiri Devan.

"Ini kenalin, dia coach Adam dia pelatih basket di kampus kita" Zilan tersenyum kearah Adam.

"Nah coach, ini anak baru yang aku bilang kemaren itu" Adam mengangguk-anggukan kepalanya.

"Yaudah ayo latihan, kita pemanasan dulu" Zilan menaruh tasnya dan bergabung kepada yang lainnya untuk pemanasan.

"Nanti Lo biar diajarin coach Adam dasar-dasar main basket, percaya deh Lo pasti bisa" Zilan mengangguk.

Selama 2 jam Zilan berlatih bersama Adam dan anak-anak lainnya.

"Oke latihannya udah dulu buat hari ini ya guys!" Anak-anak basket beristirahat di pinggir lapangan. Adam menghampiri mereka.

"Seperti yang kalian tahu, Minggu depan kalian bakalan tanding. Seragam kalian juga udah coach pesenin tapi coach masih bayar setengahnya, mungkin 3 hari lagi jadi"

"Coach, emang kurang berapa duit?" Adam memandang kearah Reza.

"Kurang 700.000 lagi"

"Yah kurang banyak banget itu coach, kita gak bisa kalo harus bayar kekurangannya" Devan berseru sedih.

Zilan memandang sekelilingnya. Dia merasa iba, karna memang walaupun ekskul basket kampus selalu membawa nama harum universitas tapi para rektor dan dekan kurang memperhatikannya. Zilan mengangkat tangannya. Adam menoleh kearah Zilan.

"Iya ada apa Zilan?"

"Gimana kalo aku yang bayarin kurangan seragam itu coach?" Semua anak-anak memandang kearahnya.

"Kamu yakin?" Zilan mengangguk mantap.

"Itu gak banyak loh Lan"

"Gapapa Dev, tenang aja" Devan tersenyum lebar kearah Adam.

"Makasih banyak ya Lan, kita udah berhutang Budi sama kamu" Zilan tersenyum.

"Santai aja coach"

Devan memekik senang dalam hatinya, rencananya berhasil. Sebenarnya seragam itu sudah lunas, ini semua cuman akal-akalan dari Devan dan anak-anak basket lainnya.

🍃🍃🍃🍃

Kesha sedang bersantai di apartemennya. Dia tidak tinggal di rumahnya karna jarak rumah dengan perusahaan cukup jauh, itu memakan banyak waktu pikir Kesha. Suara bel apartemennya berbunyi. Kesha mengernyitkan keningnya. Siapa orang yang malam-malam begini datang ke apartemennya, mengingat dia tidak menyuruh Kenny atau Zayn untuk datang.

Kesha menyalakan interface, dia terkejut jika ternyata Theo lah yang datang ke apartemennya. Kesha membuka pintu apartemennya. Theo tersenyum lebar.

"Malam Kesha" Kesha tersenyum.

"Kok kamu tahu alamat apartemen ku?" Theo terkekeh.

"Aku menanyakan alamatnya kepada sekretaris mu" Kesha ber-oh ria. Dia mempersilahkan Theo untuk masuk.

RAKHESHA (BOOK 1 & 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang