(46) TIDAK BISA DI DIAMKAN LAGI

4 1 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen guyss....

Follow juga akun author yaa...

Happy reading... 




~#~





"Ekhem!!"

Amor sontak memundurkan langkahnya. Sedangkan Regi masih dalam posisi yang sama. Hanya saja melirik dengan ekor mata pada pemilik deheman tadi.

"Tolong ya, ini rumah bukan hotel. Jadi bisa di hargai sedikit." Gwen berdiri dengan gaya pongahnya. Bersikedap dengan tatapan tak suka. Sejak saat itu, dirinya tak ingin lagi mencoba merayu. Toh, dari kabar beredar memang keturunan Muwaffaq ini sangat sulit di dekati. Namun sial, kenapa saudara tirinya bisa dekat dengan mereka. Hal itu jelas membuat jiwa irinya meronta-ronta.

Regi sedikit janggal saat Amor bergerak lebih mengenyamping. "Maaf Kak, tadi kita ga mau ngapa-ngapain kok." Gadis mungil itu berusaha menjelaskan.

Gwen memandang sengit pada Amor yang berbicara. Tangannya mengepal erat, di ikuti rahang mengetat. Setelah memandang Regi sekilas, gadis semampai itu memilih pergi dari rumah karena ada janji temu dengan seseorang.

"Ck, ganggu aja." Desis Regi berdecak. Tatapannya tak suka memandang Gwen. Kenapa sih orang jahat seperti itu tak mati saja. Dirinya kira, setelah malam itu gadis pongah tersebut tak bakal berani lagi untuk bersitatap dengannya, ternyata tidak. Ya, walaupun kali ini dengan sikap aslinya sih.

"Kak, ga boleh gitu."

Regi menoleh kembali. Fokus lagi dengan gadisnya. Sedikit tak senang saat Amor seakan membela gadis iblis itu.

Manik pemuda itu terbelalak saat pertanyaan awalnya tadi jadi terpotong. "Ayo jujur, kamu kenapa?" Tangannya kembali merambat pada pinggang Amor. Namun kali ini lebih lembut.

Amor berusaha tenang walau dirinya merutuki kenapa bisa-bisanya Regi kembali mengingat hal tersebut. Sudah bagus tadi di sanggah oleh Gwen.

Kepalanya menggeleng, "Engga. Ga ada kenapa-kenapa kok. Tadi Amor cuma kaget aja karena Kakak ganteng nariknya tiba-tiba." Kilah gadis itu belum mau terbuka.

Rasanya tak enak sekali. Belakangan ini, setiap dirinya terluka pasti Regi selalu menjadi pahlawannya. Padahal jika di fikir-fikir laki-laki itu adalah orang baru di hidupnya.

Regi memincing. Dirinya bisa menangkap kebohongan dari gadis di depannya. Menghela berat sebelum memandang teduh sang pacar. "Kenapa? Kenapa ga mau bagi cerita dengan saya?" Jemarinya merambat ke pipi si gadis. Mengelus lembut di sana sampai Amor meresapinya dengan mata tertutup.

"Kamu belum percaya sama saya? Saya sadar kalau saya hanya orang baru. Tapi, buatlah saya merasa di butuhkan seperti yang saya katakan tempo lalu."

Amor perlahan membuka kelopak matanya. Memandang dalam netra Regi yang merasa menenangkan itu. Kenapa Regi terasa seperti Papa nya. Seorang lelaki lembut yang selalu pengertian dengan orang di sekitarnya. Rasa rindu menyeruak. Apakah Regi benar-benar bisa menjadi pengganti Papa nya di saat kedua Kakak nya sibuk dengan dunia masing-masing.

Amor merunduk. Rasanya ingin berbagi cerita. Namun berat sekali. "Jangan fikirin yang lain. Saya ga suka kalau ada kesungkanan." Regi kembali memberi titahan.

"Emm.. Tadi, Amor kesandung terus jatuh nubruk rak sepatu." Regi menahan nafasnya. Dirinya yakin ini bukan jatuh. Amor itu ceroboh, namun tak mungkin seceroboh itu.

"Jujur Amor!" Sedikit penakanan karena dari gaya yang merunduk saja sudah meyakini kalau gadis itu tengah menyembunyikan sesuatu. "Ayo duduk dulu." Ajaknya merangkul Amor menuju sofa yang tadi di dudukinya.

Ergi & RegiWhere stories live. Discover now