Episode 75: Dendam Ku Ba Ngan 2

35 20 57
                                    

Ku Ba Ngan memimpin 200 ribu prajurit berkuda menuju kota tempat para penduduk Bulan mengungsi, ia sengaja menargetkan sipil untuk melampiaskan kemarahan.

Ketika Ku Ba Ngan tiba di kota tempat pengungsian warga, tempat itu sepi dan tidak ada satu manusia pun.

Ku Ba Ngan menatap heran tempat tersebut, ia sangat yakin tidak salah tempat.

"Kenapa sepi? Aku yakin tidak akan salah, mereka tidak mungkin bisa pindah begitu cepat."

Tidak jauh dari tempat itu, di atas bukit terdapat dua orang prajurit Bulan mengintai tempat tersebut.

Satria memerintahkan pada dua prajurit tersebut untuk mengintai, ia yakin kalau Ku Ba Ngan akan menyerbu tempat pengungsian warga sipil.

"Sean, kau pergilah! Laporkan pada Jenderal!"

Seorang pria yang dipanggil Sean itu mengangguk, ia dengan cepat bangkit dari posisi tengkurep lalu berlari meninggalkan bukit itu.

Di camp Tentara Bulan, Satria bersama Zein Zulkarnain, Mahesa dan Arya Anggara berdiri mengitari miniatur kerajaan Bulan.

Mereka membahas rencana penyerangan selanjutnya, Avei dan Ryu Shi di luar tenda, mereka mengobati para prajurit Bulan yang terluka.

Sean menghentikan kuda tepat di depan tenda utama, ia melompat turun dari Kuda lalu masuk ke dalam tenda.

"Lapor, Jendral!"

Satria mengalihkan perhatian pada Sean, menatap Sean penasaran.

Zein ikut mengalihkan perhatian pada Sean, menatap Sean penasaran.

"Ada apa?" tanya Satria tidak sabar.

"Jenderal Ku Ba Ngan memimpin pasukan sekitar 200 ribu pasukan menyerang kota Kasur, tempat biasanya rakyat mengungsi." Sean menjelas, ia merasa heran dengan Ku Ba Ngan, betapa pria itu pengecut karena sengaja menyerang warga sipil.

Zein menyeringai tipis."Rupanya mereka sungguh pengecut, kenapa tidak datang kemari?"

Satria menoleh pada Zein, apa yang dikatakan sahabatnya itu memang benar, Ku Ba Ngan dan prajurit Hundan sangat pengecut, tapi bukan itu sekarang yang harus dipikirkan melainkan menggempur mereka.

Satria kembali mengalihkan perhatian pada Sean, ia mengangguk mengerti ucapan Sean."Sean, apa lagi yang kau lihat di sana?"

"Mereka terlihat heran, Jenderal. Seluruh warga sudah dievakuasi ke tempat lain, jadi mereka semua aman dari prajurit Hundan." Sean kembali menjelaskan tentang keadaan di kota Kasur.

Satria tersenyum puas."Bagus, sekarang aku akan kesana bersama pasukanku."

Zein berjalan mendekati Satria, berdiri dengan menyembunyikan kedua tangan di belakangnya."Satria, aku akan ikut denganmu."

Satria melirik sinis pada Zein."Orang dengan kondisi tubuh seperti mu bisa apa?"

Satria tidak berniat meremehkan Zein, ia tahu kalau sahabatnya itu masih lebih hebat dibandingkan dengan dirinya, tapi Satria juga tahu bahwa Zein terlalu banyak berkorban untuk kepentingan Masyarakat Bulan, sekarang tugasnya sebagai seorang Jenderal melindungi seluruh rakyat dan mengusir penjajah.

Zein mengangkat tangan menggeplak kepala Satria, seperti anak kecil yang kesal saat dihina.

Satria membalikkan tubuh dan menatap Zein dengan senyuman."Sahabatku, kau selalu melindungi kami semua. Aku merasakan semua perjuangan dan pengorbanan mu untuk kami, kami tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu. Sekarang, izinkan aku untuk berperang sendiri bersama para prajurit ku."

"Satria, aku tidak setuju. Prajurit Bulan dan Hundan tidak seimbang, kalau kau tidak mengizinkan ku ikut serta, setidaknya biarkan pasukan khusus Bintang Tenggara ikut serta. Mereka datang untuk membantu, Arya Anggara juga mampu memimpin pasukan, dengan begitu kau bisa fokus pada Ku Ba Ngan."

Zein Zulkarnain kembali menyembunyikan kedua tangan di belakang punggungnya, mata safir menatap lurus pada Satria, ia tidak ingin penolakan dari sahabatnya tersebut.

Satria menghela nafas panjang, kali ini ia tidak bisa menolak permintaan dari sahabatnya.

Satria menganggukkan kepala setuju."Baik, aku akan membawa beberapa pasukanmu."

Satria tersenyum sebagai tanda terimakasih, meski banyak kerajaan yang menyatakan mendukung mereka tapi belum ada yang pernah mengirimkan bantuan seperti Zein.

Arya Anggara berjalan mendekati Satria, berdiri di samping kiri Satria.

"Tuan, saya akan dengan senang hati memerintahkan pasukan khusus Bintang Tenggara untuk mengikuti instruksi Tuan." Arya bicara dengan nada ramah.

Satria mengangguk, ia sungguh terharu dan berjanji dalam hati, bila di masa depan Bintang Tenggara membutuhkan bantuannya, ia dan seluruh pasukan Bulan tidak akan ragu untuk membantu.

Satria membalikkan tubuh menatap Zein dan Arya dengan penuh rasa terimakasih serta rasa syukur.

"Terimakasih, saudaraku. Saya mewakili seluruh rakyat Bulan tidak akan melupakan jasa kalian." Satria berkata dengan penuh keharuan.

Zein dan Arya mengangguk, mereka pun merasa senang bisa membantu Satria dan kerajaan Bulan.

"Kalau begitu aku pergi dulu." Satria pamit pada Zein.

Zein mengangguk."Kirimkan surat padaku jika kau mendapatkan masalah, aku akan datang membantu."

Satria mengangguk, ia memberikan pelukan persahabatan pada Zein sebelum membalikkan tubuh kembali dan keluar dari tenda.

Arya Anggara ikut pamit pada Zein, setelah mendapatkan restu dari Pangeran Mahkota Kerajaan Bintang, ia membalikkan tubuh dan mengikuti Satria.

Mahesa berjalan mendekati Zein, berdiri di belakang sedikit sisi kana sang Pangeran Mahkota.

Zein berjalan keluar dari tenda diikuti oleh Mahesa di belakangnya.

Seluruh pasukan telah berbaris rapi dengan semangat juang tinggi tercetak di ekspresi wajah mereka, pasukan Bintang Tenggara dan pasukan Bulan telah tergabung.

Jumlah pasukan gabungan ini berjumlah 150 ribu.

Satria berjalan menuju kuda hitam gagah miliknya, ia segera naik ke atas kuda dan memegang kendali.

Disusul Arya ikut naik ke atas kuda miliknya, tatapan kedua jenderal besar itu sangat tenang namun penuh semangat perjuangan.

Fatir dan Farhan berada di barisan kedua, di barisan ketiga adalah gabungan pasukan Bulan dan Bintang Tenggara.

Satria dan Arya mengangkat tangan memberi isyarat pada pasukan untuk mengibarkan bendera perang dengan lambang kerajaan masing-masing.

Zein Zulkarnain menatap pasukan gabungan itu penuh kepercayaan."Kalian pasti menang," katanya lirik namun penuh keyakinan.

Mahesa melirik Zein, ia yakin kalau junjungannya itu juga ingin ikut pergi bersama Satria dan Arya, namun tidak diizinkan oleh Arya dan Satria.

Zein Zulkarnain tidak segera kembali masuk ke dalam tenda, mata safir itu terus memperhatikan pasukan perang yang dipimpin oleh Satria dan Arya pergi dengan perlahan meninggalkan tempat tersebut.

"Yang Mulia, mari masuk ke dalam. Yang Mulia butuh istirahat," kata Mahesa khawatir pada junjungannya.

Zein mengangguk, namun sebelum masuk, mata safir itu memperlihatkan seekor naga kecil berwarna putih dan seekor rubah mungil sedang bertengkar di samping tenda.

Zein menggelengkan kepala, Avei dan Ryu Shi selalu ribut untuk hal-hal yang tidak terlalu penting, namun selama mereka tidak merubah tubuh menjadi besar hingga menghancurkan banyak barang atau melukai orang, itu tidak jadi soal.

Zein Zulkarnain berjalan masuk ke dalam tenda, kaki jenjangnya membawanya menuju ranjang empuk yang telah disediakan oleh Satria untuk dirinya.

Nirwana Menggapai Kebahagiaan Sejati Where stories live. Discover now