Bab 77 | Masa Kecil

8.1K 1.1K 332
                                    

Happy reading man teman...

Bayangannya yang tak terlalu besar mengikuti tepat di belakang. Semakin berantakan dari gerakan tubuh asli dengan distorsi yang terjadi akibat kontur jalan yang tak selalu mulus. Daun kering yang terjatuh tersapu, lihat betapa cepat makhluk itu berjalan dengan sepasang kaki gemuknya.

Begitu melihat dua anak tangga, dia diam sejenak. Menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan sementara kedua orang tuanya memperhatikan dengan tertarik.

Lalu si bayi menemukan cara dengan merangkak perlahan menggunakan bantuan kedua tangan. Ketika kaki kecilnya mencari-cari pijakan, hampir Azka tertawa melihatnya. Tapi kemudian bayi itu berhasil juga. Melanjutkan perjalanannya.

"Awas jatuh!" Satu-satunya perempuan berlari mendekati anaknya melihat bayi itu mendekati penutup selokan yang berongga. Khawatir kaki kecil anaknya tak sengaja terperosok dan bisa menyangkut.

Selalu kacau seperti ini kalau membawa Kiel main keluar.

Jadi Azka juga ikut berlari, jauh lebih cepat dari Syakilla dan langsung meraup segumpalan lemak yang berlarian di jalan taman. Melemparnya sejenak dan berlari kencang setelahnya.

"Kak!"

Azka tertawa mendengar jeritan marah sekaligus peringatan yang ada di belakang. Dia tak berhenti. Sementara si bayi yang dipeluknya ikut terbahak.

Di satu bagian taman kota, ada area bermain anak. Mungkin karena sudah terlalu sore, atau karena sedang ada event di tempat lain, taman ini tak seramai biasanya. Anak-anak yang senang menghabiskan waktu dengan sepeda mereka di tempat ini tak tampak satupun, dan Azka bebas melempar-lempar telur gulung kesayangannya di sana.

"Kak nanti Kiel jatuh!"

Azka kembali berlari. Tawa anaknya yang menular sulit dicegah. Sementara si Adik kelas putus asa berusaha meraih raga besar senior agar tak sampai kelewatan kalau bermain.

Apapun yang direncanakan mereka di taman, jelas bukan kejar-kejaran seperti ini.

Syakilla menyerah. Dia tak pandai dalam hal olah tubuh dan kecepatannya kalah jauh dari Papanya Kiel. Jadi Syakilla duduk di salah satu ayunan membiarkan Bapak dan Anak bermain sepuasnya. Selama dia mengawasi dari sini, dia akan terus menegur Azka jika kelakuannya mulai mengada-ada.

Azka mengangkat anak mereka sangat tinggi, lalu berlari cepat mengitari area outbond. Naik ke sebuah jembatan gantung warna-warni yang di sisi kanan dan kirinya ada jaring pembatas. Lalu melompat turun, dan masuk ke gorong-gorong.

Itu membuat Syakilla berdiri seketika karena gorong-gorong itu lumayan kecil. Entahlah, itu seperti lorong tempat anak-anak bermain. Tapi cowok itu berhasil keluar dan kembali berlari kencang.

Syakilla bahkan tak tahu apa yang tengah merasuki calon suaminya itu.

Kemudian Azka melompati ayunan di sebelah Killa, dan berlari menjauh. Kiel di tangannya masih terbahak.

Di tempatnya, Mama Kiel memicing melihat ulah Papa Kiel yang sekarang naik ke sebuah perosotan. Bukannya memilih perosotan yang terbuka, Azka justru memasuki yang tertutup hingga seperti terowongan. Panjang terowongan itu mungkin hanya lebih sedikit dari tinggi tubuhnya sendiri. Hingga Killa mengernyit saat tahu cowok itu cukup lama ada di dalam sana.

Khawatir, Syakilla dekati terowongan itu. Dia mengintip dari bawah dan hanya melihat sepasang sepatu raksasa sedang menggeliat.

Hingga tiba-tiba meluncur dari dalam sepotong telur gulung.

"Mama!" Kiel merentangkan tangan. Secara alami disambut ibunya dengan rengkuhan.

Tapi Syakilla masih bingung apa yang terjadi dengan Azka. Jadi dia mengintip lagi untuk tahu lebih jauh, dan menganga setelahnya.

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang