epilog

719 70 4
                                    

Gemersik air menemani ikan-ikan berenang di aliran sungai. Sinar mentari bersinar dengan terang melewati celah di antara ranting pohon.

"Ayo! Ayo!" Ajak seorang anak dengan riang.

Tawa anak-anak bisa didengar dengan jelas. Seorang anak laki-laki memimpin jalan di depan, rambut hitamnya tampak dikuncir bawah, di ujung rambut hitamnya terlihat sedikit gradasi berwarna mint. "Kak, astaga, tunggu kami" keluh seorang anak di belakangnya. Netra mintnya tampak serupa dengan anak itu, begitupun dengan rambut, pakaian, bahkan wajah mereka yang terlihat serupa.

"Yui, kamu yakin ke sini? Ini sudah jauh banget" pelafalan yang masih terdengar cadel itu dikeluarkan oleh anak laki-laki lain di belakangnya. Tangan pendek anak itu tampak terus menggandeng seorang anak perempuan yang memiliki wajah serupa dengannya.

"Sudah! Ikuti saja dulu!"

Empat anak kecil pergi berlarian di dalam hutan. Mereka terus masuk ke dalam, hingga akhirnya langkah mereka berhenti saat mereka melihat pohon besar wisteria di antara pepohonan lain. "WUAAAH!! BESAR BANGET" sentak mereka terpana.

Kedua anak bernetra mint itu segera berlari tuk memanjat pohon besar itu. Sementara dua anak lainnya hanya berjalan mengelilingi pohon tersebut.

Anak perempuan dengan jaket dino hijaunya menunduk ke bawah. Menemukan sebuah corak aneh, seperti lantai tatami yang telah menyatu dengan tanah di sekitarnya. "Kamu liat apa?" Tanya seorang anak laki-laki dengan baju yang sama dengannya. "hng? Tidak" jawabnya singkat.

Tanpa aba-aba, anak itu merebahkan dirinya di atas tanah, ia mengadahkan kepalanya ke atas, melihat-lihat bentuk awan di langit. Melihat itu, anak laki-laki di sebelahnya ikut membaringkan tubuhnya. "Kak, tadi di sekolah Giichi cerita. Katanya, dia bertengkar dengan kakaknya. Kak, kita akan tidak bertengkar kan?" Tanya sang anak perempuan sembari memalingkan wajahnya ke arah kakaknya.

Anak laki-laki itu tampak terkejut. Ia segera meraih tangan adiknya, "tidak! Sampai kapan pun aku pasti akan melindungi adikku! Mana mungkin kita bertengkar!" Jawabnya mantap.

Si adik tersenyum lebar, mengeluarkan tawanya dengan lantang. "Haha! Iya. Kakakku pasti selalu melindungiku" sahutnya ceria.

"Uhm! Benar, sampai kita lulus SD eh tidak, sampai aku mati juga aku pasti akan mejagamu!" Oceh sang kakak mencoba meyakinkan adiknya.

Credit : つな on picrew

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Credit : つな on picrew

"KENZOO, (Y/N)!!" Seruan itu membuat keduanya segera bangkit dan menuju sumber suara. Si kembar bernetra mint menunjuk ke 1 arah, memperlihatkan hasil penemuan mereka.

Di salah satu akar pohon wisteria terdapat beberapa bunga higanbana dengan warna yang tak biasa, warna biru terang seperti lautan. "WAAAH!" Seru kedua anak yang di panggil (y/n) dan Kenzo. "Ayo kita petik satu bunga dan perlihatkan pada kak Kanata! Dia kan orang gede, pasti pernah tau sesuatu!"

Tanpa basa basi, mereka segera berlari keluar dari hutan. 4 anak kecil lari keluar dari hutan lebat tanpa tersesat sekali pun, seolah insting mereka sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. "Tapi, Mui kamu tau di mana kak Kanata?" Tanya (y/n) di tengah perjalanan. "Ya! Kak Sumihiko bilang hari ini mau ke taman" Jelas anak yang di panggil Mui itu.

Tak begitu lama, mereka tiba di taman kota. "KAK SUMIHIKO!! KAK TOJURO!!" Seru Mui dan Kenzo lantang. Mereka berdua segera melompat ke arah Sumihiko dan Tojuro yang sedang berbincang hangat. "Oh! Kalian habis main di mana lagi hari ini?" Tanya Tojuro hangat.

"Di mana kak Kanata?" Tanya Kenzo mengabaikan pertanyaan Tojuro.

"Dia pergi dengan kak Toko ke restoran ular itu" Jawab Sumihiko.

"Oh, yang dikelola sama mbak-mbak rambut hitam itu ya?" Tanya (y/n). "Eh, bukan. Itu kafe kucing. Restoran ular itu yang dikelola sama cowo dengan warna rambut dango itu" koreksi Mui.

"Memangnya kenapa kalian mencarinya?" Tanya Tojuro.

"Soalnya kak Kanata pintar, mungkin dia tau tentang jenis bunga ini" Jelas Yui menunjukkan sepucuk bunga higanbana biru.

"Ah! Nak, di mana kamu menemukan ini?" Melihat bunga yang dipegang Yui membuat seorang laki-laki berparas cantik beranjak dari bangku taman.

Pria itu mengenakan sebuah kemeja putih, netra hijaunya berpadu dengan rambut hitamnya. "Eh? Di hutan yang ada di kaki gunung rekō" Jawab Yui jujur.

Mendengar hal itu membuat pria itu segera berlari meninggalkan taman kota. "Maaf, Sumihiko, Tojuro, aku pergi dulu" ucapnya sebelum berpisah.

Tak menemukan jawaban yang dicari. Ke-empat anak berusia 9 dan 8 tahun itu berjalan kembali ke arah rumah mereka. "Hm, ini bunga langka. Ku berikan pada (y/n) saja deh" ucap Yui di tengah perjalanan. "Iya! Soalnya (y/n) kan orangnya lembut! Pasti bunganya bisa hidup" Sahut Mui menganggukkan kepalanya. Mereka melambaikan tangan mereka saat harus berpisah di blok rumah mereka yang berbeda.

(Y/n) dan Kenzo terus bercerita sambil berjalan, tangan kecil (y/n) terus memegangi higanbana biru pemberian Yui. "WOOF BARK BARK"

Mendengar suara itu membuat (y/n) dan Kenzo menghentikan langkahnya. Di depannya, ia dapat melihat seekor anjing liar sedang mencoba tuk menyerang seorang anak yang bersembunyi di atas pohon.

Dengan penuh keberanian, Kenzo lari mendekati anjing itu dan melempar sepatu kirinya guna mengusir anjing itu. Usaha Kenzo tak sia-sia karna ia berhasil mengusir anjing itu. Anak bersurai kuning itu turun dari pohon, ia memasukkan tangannya ke dalam kantong hoodie merahnya, mungkin merasa malu untuk bicara dengan Kenzo. "Terimakasih" ucapnya singkat.

"Kamu anak yang tinggal di situ kan? Kamu gapapa?" Tanya (y/n) antusias, jari mungilnya menunjuk ke sebuah rumah yang sebenarnya tak jauh dari rumah si kembar.

Anak perempuan itu mengangguk pelan. "Namaku Kenzo, ini adikku, (y/n)" ucap Kenzo mengulurkan tangan kanannya. Anak itu tampak ragu namun akhirnya ia meraih tangan Kenzo "Hanami" jawab anak itu sembari memberikan senyuman hangatnya.

、。、

Malam telah tiba. Kenzo tampak menceritakan harinya dengan ceria pada ayahnya yang sedang memakan makan malam. Sedangkan (y/n) berada di halaman belakang, menanam higanbana biru yang ia temukan bersama sang ibu. "Kwaak (y/n) kwaak (y/n)" (y/n) tertawa riang saat ia mendengar burung beo hitam miliknya memanggil namanya terus menerus.

"Ibu, Neru terus memanggil namaku" ucap (y/n) riang. Sang ibu terkekeh dan mengusap rambut hitam milik putrinya.

Saat dirasa cukup, mereka kembali masuk ke dalam rumah. Ikut berkumpul dengan Kenzo dan Ayahnya yang sedang mengobrol hangat di meja makan.

Kimetsu no yaiba : ketsueki twins •||• KNY X READERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang