Psikolog

85 16 49
                                    

𝘝𝘰𝘵𝘦 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘮𝘪𝘴𝘬𝘪𝘯 𝘬𝘰𝘬. 𝘝𝘰𝘵𝘦𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬, 𝘨𝘳𝘢𝘵𝘪𝘴.

💐💐💐

Ada beberapa manusia bertubuh besar yang sedang berjaga di depan ruangan ICU.

Mereka semua adalah bodyguard keluarga Mandaka. Yang ditugaskan nyonya muda Shea untuk menjaga keamanan sekitar.

Tadi seorang pekerja di mansion menghubungi Shea, melaporkan kondisi nyonya besar yang jauh dari kata baik-baik saja.

Dengan kalut Shea titip absen dengan teman kelasnya, lalu buru-buru meninggalkan kampus.

Tangannya sibuk membanting stir mobil, dan pikirannya fokus menerka-nerka kondisi Moer saat ini.

Sampai di kamar Moer, Shea histeris melihat pecahan kaca di genggaman wanita itu.

Dengan kilat ia memerintahkan beberapa orang di mansion untuk membawa Moer ke rumah sakit.

»»--⍟--««

"Dengan keluarga pasien?" Seorang suster sepantaran Shea keluar dari ruangan ICU.

"S-saya anaknya sus... " Shea langsung mendekat. Menghapus sisa-sisa air mata di pipinya

"Mari saya antarkan ke ruangan dokter. " Ajak suster bernama Raid itu.

"Tolong jaga Moer!, saya harus pergi sebentar." Sebelum pergi, Shea menyempatkan berbicara kepada 3 bodyguard yang berjaga.

Setelah mendapatkan anggukan, Shea menyamakan langkahnya dengan suster cantik didepannya.

"Sus, bagaimana kondisi Moer, apakah beliau sudah siuman?" tanya Shea dengan raut wajah panik.

"Kita bicarakan di ruangan dokter ya Nona. " Suster itu tersenyum singkat, lalu berjalan mendahului Shea.

Beberapa saat Shea hanya diam, mengikuti kemana suster itu melangkah.

Namun saat sadar bahwa mereka sudah di depan ruangan psikolog, Shea kembali buka suara.

"Hmm, sus. Kita ngapain kesini ya? "

"Di dalam ada dokter Ira ya, Nona bisa menanyakan apapun pada beliau nantinya. " Setelah sedikit membungkukkan badan, suster itu berjalan menjauh.

"Masak gue disuruh ke ruangan ini, dikira kurang waras apa gue ya?. " Shea berdecak sambil melihat punggung suster Rina menjauh.

"Permisi dok... " Shea mengetuk pintu.

"Masuk!"

"Bagaimana kondisi bunda saya dok?, apakah hari ini sudah bisa dibawa pulang. " Shea bertanya, bersamaan bokongnya yang jatuh di kursi kosong.

" Walaupun sebelum sebelumnya pasien biasa berhadapan dengan masalah yang satu ini, tapi untuk kali ini itu sangat mengejutkan sekali sepertinya ya She. " Dokter Ira langsung buka suara.

"Saya jika berada di posisi Moer mungkin akan seperti itu juga. " Raut wajah Shea semakin terlihat sendu.

"Pasien mengalami 𝘗𝘰𝘴𝘵 𝘛𝘳𝘢𝘶𝘮𝘢𝘵𝘪𝘤 𝘚𝘵𝘳𝘦𝘴𝘴 𝘋𝘪𝘷𝘰𝘳𝘤𝘦 𝘚𝘺𝘯𝘥𝘳𝘰𝘮𝘦. Trauma ini emang biasa terjadi pada orang dalam pasca perceraian..." penjelasan singkat itu cukup membuat Shea menutup mulutnya rapat-rapat.

"Dok... " Air mata Shea kembali mengalir membasahi pipinya.

"Untuk beberapa waktu kedepan, pasien harus melakukan control rutin ya She, jauhkan pasien dari hal apapun yang sekiranya bisa membuat rasa trauma itu muncul tiba-tiba. " Lanjut dokter Ira, menjelaskan.

"Rumah itu sudah memberi kesan buruk di mata Moer dok, sepertinya tempat terbaik saat ini adalah disini. "

"Kenapa tidak pindah ke rumah baru saja She?, proses penyembuhan mungkin bisa berjalan dengan baik. Jika kondisi lingkungan mendukung kenyamanan pasien. " tanya dokter Ira.

Shea menanggapi dengan senyuman tipis,

"Di tengah-tengah jadwal saya yang sibuk ini, lebih tenang jika saya meninggalkan Moer disini. " jawab Shea, mengemukakan kekhawatirannya.

"Baiklah She, saya akan mencarikan suster pribadi untuk pasien. Agar kesehariannya terpantau dengan baik. "

Dokter Ira cukup tahu gadis di depannya ini seorang Ambasador dan model kelas atas.

Jadi tidak perlu pusing memikirkan administrasi yang akan ditanggung nantinya.

Untuk urusan kenyamanan dan keamanan jjuga, eluarga mereka rela mengeluarkan banyak uang.

"Kamu tidak tidur semalaman ini She?, mata kamu merah. Keliatan sayu sekali ya. " Dokter Ira sudah dari tadi sebenarnya salah fokus dengan mata indah itu. Namun baru berani bertanya sekarang ini.

"Iya dok, tadi malam saya baru pulang dari Jerman. Sampe rumah tengah malam di ajak Moer begadang, pagi tadi lanjut kuliah sebentar langsung kesini. " Shea menjawab dengan tersenyum kaku .

"Kamu hebat She, tetap semangat ya. Apapun masalah nantinya jangan berpikir untuk mempersingkat hidup. Moer masih butuh kamu, dan kamu juga butuh Moer. " Dokter Ira menepuk-nepuk punggung tangan Shea pelan.

"Saya permisi kalo gitu dok, mohon bantuannya untuk kesembuhan Moer. Terimakasih. " Ucap Shea singkat, lalu berjalan keluar ruangan.

Shea melangkahkan.kakinya dengan cepat, untuk kembali ke ruang ICU.

Ia sangat ingin mencakar-cakar wajah Moer nya itu, karena sudah merepotkan dirinya dengan tingkah bodoh ini..

AlsheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang