35

3.4K 187 5
                                    

Di ruang tamu rumah Ashana suasana tampak tegang, Aldrick sejak tadi duduk menyilangkan kakinya dan bersedekap dada menatap pintu kamar Ashana yang terbuka di lantai dua.

"Bagaimana keadaan Ashana?"

Aldrick bertanya memecah kesunyian, namun pandangannya tak teralihkan dari lantai dua

"Ashana belum menceritakan semuanya pada saya, ia baru saja melampiaskan perasaannya, emosinya tadi, saya harap dengan itu Ashana sudah mulai merasa sedikit lega dan mau bercerita dengan saya"

Amara juga menatap pintu kamar Ashana, sedetik kemudian ia melihat Aldrick

"Sekarang bukan waktunya tuan, saya tahu maksud kedatangan anda namun bukan sekarang, biarkan Asha menata kembali hatinya dulu, biarkan Asha kembali pada dirinya yang ceria dan cerewet, Ashana yang suka mengadu, Ashana yang selalu tersenyum, Asha yang selalu merengek ingin ditemani tidur walau sudah besar, Asha masih sakit sekarang"

Amara kembali menangis, ia benar benar sakit melihat kondisi putrinya sekarang.

"Apa ia belum bertemu psikolog?"

Amara menggeleng

"Tidak semua bisa diselesaikan oleh psikolog tuan, kadang orang terdekat bisa menjadi obat itu sendiri, dan saya ingin menjadi obat untuk putri saya"

David menyerahkan tissu dan langsung diterima Amara. Amara mengucapkan terima kasih dengan pelan.

Aldrick diam mendengar ucapan Amara, ia juga ingin menjadi obat untuk sakit putrinya, ia juga ingin menjadi tempat ter aman untuk putrinya, namun benar kata Amara sekarang bukan waktunya, Ashana bahkan belum tahu dirinya adalah ayah kandungnya.

Aldrick menghela nafas panjang bersamaan dokter datang menuruni tangga, Amara segera berdiri dan mempersilahkan sang dokter duduk, ia menuangkan minuman ke dalam cangkir.

"Bagaimana?"

Baru saja Amara ingin bertanya namun di dahului oleh Aldrick

"Ashana baik baik saja, luka di lututnya cukup dalama namun tak akan membuat aktifitasnya terbatas, lukanya akan cepat kering dan sembuh jika ia rajin meminum obatnya"

Dokter Agra tersenyum dan meminum minumannya

Amara tersenyum lega mendengarnya

"Syukurlah, sepertinya aku harus memasakkan makanan kesukaan Ashana malam ini"

Walau bergumam namun Aldrick dan Elkaisar yang di dekatnya dapat mendengarnya .

Aldrick termenung ia ingin bertanya apa makanan kesukaan Ashana, tidak! bahkan ia ingin menanyakan semuanya tentang Ashana apa yang disukai putrinya dan apa saja yang tidak ia sukai, namun Aldrick cukup gengsi bertanya, ia lebih baik membelikan semua yang terbaik di dunia ini, Ashana hanya perlu memilih yang ia suka dan membuang yang ia tak suka, begitulah pikirannya menemukan solusi yang lebih praktis.

Berbeda dengan Aldrick, Elkaisar justru merasa sangat iri pada Ashana. Padahal Amara bukan ibu kandungnya namun Ashana begitu dicintai dan disayangi, ia sangat dimanja oleh Amara, berbeda dengannya, ibu kandungnya membencinya bahkan menyiksanya.

Setelah kembali dari misi penyelamatan Ashana, Aldrick segera menceritakan semuanya pada Elkaisar tak ada yang ia tutup tutupi bahkan tenang ayah kandung Kiel.

Walau sudah menebak jauh jauh hari, namun Elkaisar tetap terkejut mengetahui ia bersuadara seayah dengan Ashana, ia senang namun juga gugup, bagaimana jika Ashana tak bisa menerimanya sebagai adiknya, apalagi saat mengetahui karna mommynya,

ibu kandung Ashana harus berpisah dengan Aldrick dan menikah dengan wanita lain.

Namun rasa gugupnya berganti menjadi iri sekarang, tapi tak cukup membuatnya untuk membenci Ashana, ia tetap senang dengan fakta Ashana adalah kakak yang ia tunggu tunggu selama ini.

STUCK IN A DARK NOVELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang