Langit disore hari selalu cantik, selalu indah menangkap ribuan spektrum warna matahari yang hendak tenggelam. Jingga kekuningan hingga kuning keemasan mengantarkan semua orang untuk bisa lebih melambatkan diri dalam beraktivitas hanya untuk sekedar melihat tenggelamnya sang surya.
Namun, itu tidak berlaku untuk Seungcheol.
Di keindahan sore yang begitu sejuk dia harus berpacu dengan jalanan dan ramai lalu lintas menuju perbatasan kota. Dia sudah bersiap untuk memacu kendarannya lebih cepat, tetapi desakan kendaraan lain membuatnya tidak bisa berbuat banyak.
"Shhh.. Macet banget sih," gumamnya berkali-kali.
Sesekali dia mengambil ponselnya yang dia letakan di sisi kemudi, mengecheknya sebentar lalu menaruhnya lagi dengan begitu gelisah.
Di bangsal tempatnya bekerja dia terkenal sebagai orang yang paling tenang, paling kalem, dan paling rapi tetapi kali ini Seungcheol mendebat semuanya. Dia berantakan, dia lusuh, dan sama sekali tidak tenang hanya karena sebuah panggilan telepon yang dia terima sebelum pulang bekerja.
"H-Halo?,"
Suara jawaban yang Seungcheol dengar saat itu sedikit terdengar berbeda,
"Mingyu? Kenapa?" Tanya Seungcheol memastikan.
"Ehm, Pak, maaf saya Vernon. Junior internya Pak Mingyu,"
Seungcheol menjauhkan ponselnya dia sedikit kebingungan namun detik selanjutnya dia mulai mengerti arahnya.
"Ada apa, Vernon?"
"Pak— Pak Mingyunya ada di IGD Rumah sakit S. Ehm, Pak Mingyu kena luka tembak di lengan kiri,"
Seungcheol seperti dijatuhkan dari ketinggian ketika mendengar jawaban itu, lututnya bergetar, dia sedikit menjadi sesak nafas. Sebelum menjawab dia sempat linglung dan tidak mengerti harus bagaimana.
"G-Gimana sekarang?," Mulutnya ikut kelu, dia kini tahu kenapa Vernon meneleponnya dengan nada suara yang terbata-bata dan ketakutan.
"Masih ditangani dokter, Pak,"
Seungcheol tidak mengerti bagaimana kondisi asli Mingyu di sana tetapi ketika tahu Mingyu sudah ada di Rumah sakit dan ditangani dokter dia sedikit merasa lebih lega.
"Saya perlu hubungi Kak Wonwoo atau nggak, Pak?"
Seungcheol menyerit heran, "Lo udah kabarin siapa aja?," Tanyanya.
"Ehm, baru Pak Seungcheol. Saya hubungi yang ada di kontak daruratnya aja,"
Seungcheol mengangguk puas, dalam hari berterima kasih karena Vernon menghubunginya pertama kali dibanding semua orang yang mungkin ada di rumahnya. Namun disaat bersamaan dia juga baru sadar bahwa Mingyu menempatkan nomornya di kontak darurat.
"Oke, tolong tungguin sebentar. Saya ke situ sekarang," Ujarnya sebelum benar-benar pergi.
Rumah sakit di pinggir kota jaraknya lumayan, perlu sekitar satu jam berkendara dalam keadaan ramai lancar. Namun Seungcheol pergi ketika jam pulang kerja sedang berlangsung, selama sepuluh menit dia terjebak macet di perempatan besar terakhir sebelum rumah sakitnya terlihat.
Dia diam-diam telah mengirimi pesan kepada suaminya dan Chan di rumah tentang keadaan sekarang dan sikap yang harusnya mereka ambil selanjutnya. Seungcheol meminta mereka berdua tidak membicarakan persoalan ini kepada Wonwoo sebelum dia tahu sendiri bagaimana kondisi Mingyu sekarang.
Dua puluh menit setelah melewati kemacetan mobil yang dia bawa berhasil parkir dengan mulus pada rumah sakit yang Vernon kabarkan. Hari sudah gelap, pikiran liar Seungcheol juga belum tenang, sekarang yang dia lakukan hanya bisa berjalan pelan menuju pintu UGD di samping tempat parkirnya.
YOU ARE READING
Little Dumplings
FanfictionLima tahun lalu, Wonwoo memutuskan sebuah keputusan paling penting sepanjang hidupnya. Dia ingin punya anak tanpa menikah. Lima tahun kemudian, Wonwoo dikejutkan oleh sebuah foto seseorang dengan tahi lalat yang familiar di mata Wonwoo. Hampir seti...