"Ma Puyang""Ehh" Wendy menatap putranya dan melirik dokter Alan yang sudah menyiapkan suntikan untuk putranya.
"Puyang ma" kesalnya melihat mamanya yang hanya diam.
"Iya kita pulang, sini mama pengen peluk Injun karena udah jadi anak pintar" Renjun tidak curiga justru memeluk mamanya erat tanpa tau mamanya diam diam menyingkap bajunya di bagian lengan, Wendy memang sengaja memakaikan putranya kaos lengan pendek du padukan dengan cardigan bewarna kuning.
"Ma" Renjun mencengkram baju mamanya saat merasakan sesuatu menusuk lengannya.
"Hiks anjil okter nya" lirihnya membuat Wendy langsung mengusap lengan putranya walaupun dirinya tengah menahan tawanya mendengar putranya yang kembali mengumpati dokter Alan.
"Maaf ya dokter" ujar Wendy sedangkan dokter Alan sendiri hanya tersenyum maklum.
Saat ini mereka sudah dalam perjalanan menuju butik karena dirumah juga tidak ada siapa siapa, entah pergi kemana semua anak-anaknya tiba tiba menghilang setelah dari taman.
Renjun sendiri sudah tidur dengan nyaman di pelukan mamanya.
"Hendra nanti tolong kamu gendong Renjun langsung keruangan saya ya, saya ada yang mau di urus sebentar nanti" ujarnya saat melihat mereka sudah sampai di depan butiknya.
"Anget gak ya nanti habis di suntik, kasian banget anak mama" Wendy menciumi kepala putranya sesekali tangannya mengelus pelan bekas suntikan di lengan putranya yanh sedikit bengkak, mungkin nanti dia kompres bentar.
Siang harinya Wendy sudah memesan makanan untuk dirinya dan juga Renjun setelah tadi dia sibuk dengan pesanan di butiknya juga mengatur beberapa bahan kain yang baru datang.
Salahkan tadi pagi dia tidak sempat membuat bekal untuk putranya itu.
"Injun bangun yuk sayang, kita mam dulu, katanya mau ikut jemput adik nanti sayang" dirinya mengelus pelan pipi putranya yang terlihat bulat apalagi pipi itu tergencet bantak membuat nya sedikit gemas.
"Jun antuk ma" lirihnya dengan tangan yang berusaha menyingkirkan tangan mamanya yang memainkan pipinya.
"Bangun dulu dong nak, kita mam ya, liat mama pesankan spaghetti sama nasi goreng buat Injun, ayo sayang" Wendy membangunkan putranya dan memeluknya sembari menunggu putranya benar benar sadar.
"Minum dulu sayang" Wendy mendekatkan gelas yang sudah dirinya isi dengan air putih.
Renjun sendiri matanya masih setengah terbuka dan mengerjab pelan menatap makanan yang sudah ada di atas meja.
"Kita mam ya baru jemput adik nanti" ujarnya memberikan garpu dan sendok agar putranya makan sendiri, namun Renjun justru menggelengkan kepalanya.
"Mau mama suapi?" Tanyanya membuat Renjun langsung mengangguk.
Wendy dengan telaten dan sabar menyuapi putranya yang masih terlihat mengantuk bahkan mengunyah nya sedikit lama, sesekali dia juga ikut makan.
"Umur berapa sih kamu nak, seharusnya kayak kembaran kamu loh kok malah kayak seumuran adik sih" gemasnya melihat Renjun yang sedang makan, nafsu makan putranya memang berbeda dari saudaranya yang lain.
Seperti yang sudah di rencanakan kini Renjun dan mamanya sudah menuju ke sanggar tari untuk menjemput Jisung, beruntung mereka berangkat lebih awal karena sekarang mereka terjebak macet tapi Wendy yakin mereka tidak akan terlambat.
Renjun sendiri sudah memegang cup berisi jus jambu karena panas dan terjebak macet juga membuat putranya itu meminta membeli es katanya seperti yang om Reno sering kasih.
"Perasaan udah hampir satu jam kok jalannya masih pelan ya Hendra" ujarnya melihat jalanan yang cukup padat.
"Katanya ada kecelakaan nyonya di depan, kalau mau saya tau jalan alternatif lain, saya pernah lewat sana tapi sedikit jauh jadinya" ujarnya Wendy melihat putranya yang sedikit berkeringat padahal AC mobil sudah menyala.
"Iya gak apa apa lewat sana aja, takutnya keburu Jisung selesai nanti" gumam Wendy sedangkan Hendra mulai melajukan mobilnya dan mencari jalan yang pernah dia lewati ketika hendak pulang karena memang searah.
Beruntung mereka tidak terlambat bahkan masih ada 10 menit lagi untuk menunggu putra bungsunya keluar.
Renjun bahkan sudah menghabiskan jus nya selama perjalanan dan sekarang anak itu sedang menyemili sandwich yang tadi dirinya pesan.
"Ma, jie lama" gumamnya dengan nyaman bersandar di pundak mamanya, Wendy sengaja membuka kaca mobil agar ada angin yang masuk.
"Bentar lagi dong, nah itu adiknya udah keluar" Renjun langsung bangkit menatap ke luar jendela dan melihat Jisung yang keluar sembari menenteng sepatunya bahkan Jisung sekarang tidak memakai apapun dan langsung berlari ke dalam mobil.
"Kok sepatunya gak di pake sih" Wendy langsung menyerahkan sandal yang ada di dalam mobil, sebenarnya itu milik suaminya dan sedikit kebesaran di pake anak bungsunya.
"Males ma, tadi di lepas waktu belajar nari tradisional jadi sekalian aja gak usah di pake lagi" ujarnya sembari menerima jus buah dari mamanya.
"Hyung jie capek hyung" Jisung langsung memeluk Renjun yang sudah menatap mamanya.
"Jisung hyung nya sakit lengannya itu jangan kenceng kenceng nanti nangis lagi nak" ujarnya membuat Jisung langsung melepaskan pelukannya.
"Kenapa ma?" Tanyanya melihat lengan hyungnya yang sedikit bengkak.
"Habis di suntik tadi" ujar Wendy membuat Jisung lebih hati hati memeluk hyungnya.
"Gimana haru pertama, susah gak?" Wendy mengelus pelan rambut Jisung membuat putranya menatapnya sejenak.
"Susah waktu nari tradisional, badan ku kaku katanya kurang rileks" Adung sedangkan Wendy langsung tertawa mendengar itu.
"Namanya juga belajar nanti bisa kok, belum terbiasa aja, iya gak Injun" Renjun hanya mengangguk saja mendengar perkataan mamanya.
"Renjun main sama Nana mau?" Mereka semua membujuk Renjun yang sekarang sudah menempel bersama papanya, padahal baru tadi pagi Renjun bilang marah sama papanya eh sekarang sudah nempel lagi.
Sesuai dugaan Wendy malam harinya tubuh putranya sedikit hangat sehingga sekarang di dahi putranya sudah ada bey bey fever yang menempel.
"Papa capek loh baru pulang kerja" ujar Jeno namun lagi lagi Renjun menggelengkan kepalanya pelan.
"Cakit pa" lirihnya sehingga Chanyeol langsung menatap putranya yang bersembunyi di dalam pelukannya itu.
"Apanya yang sakit sayang hm, sini kasih tau papa" Chanyeol dengan lembut mengelus punggung putranya.
"Okter tucuk tucuk Jun hiks okter nakal pa" adunya.
"Iya nanti papa marahi dokternya ya udah tusuk tusuk anak papa, tapi kaki Injun udah balik loh" Chanyeol berusaha mengalihkan perhatian putranya agar tidak mengingat kejadian tadi.
"Bimlabim pa, culap pa" ujarnya.
Awalnya Chanyeol sedikit bingung maksud putranya.
"Di kasih mantra pa, bimsalabim gitu ya sayang" Wendy datang dengan membawa cemilan untuk keluarga.
"Oohh dokternya bisa sulap ya, hebat loh" Renjun yang mendengar itu justru cemberut.
"Eehh eh kita juga bisa sulap loh liat nih" Chenle mengode Haechan mengambil moca moci yang sedang bermain.
"Hyung bantu ya" gumam Chenel menatap Jisung dan Mark yang merasa bingung.
"Liat moca moci di tangan Haechan hyung lalu di tutup dan bimsalabim hilang" Chenle membuka kain tersebut dan benar kedua kucing itu sudah hilang.
"Moca moci ilang" ujar Renjun menatap antusias Chenle yang tersenyum bangga.
Tidak tau saja ada Jisung dan Mark yang menjadi korban karena harus menyembunyikan kedua kucing kecil itu di dalam bajunya.
Ayo jangan lupa vote sama komen oke
Mau double up gak, vote nya harus kenceng sama komen nya☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
Stars Behind the Darkness (End)
Fanfictiontidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pusat kota.... 15 tahun terkurung di tempat yang gelap tanpa ada yang tau bagaimana keadaannya, sebu...