C H A P T E R 11

809 61 1
                                        

jangan lupa vote, komen dan follow akun ini.

ok.

happy reading

•••

Pembicaraan berjalan dengan lancar. Kedua belah pihak pun sudah memutuskan tanggal pernikahan. Walau begitu, Heuningkai tetap mendapatkan pukulan pada wajahnya dari Ayah Heeseung.

Alpha Dominan itu terlihat sangat marah ketika tahu bahwa anak Alpha nya hamil. Walau begitu, Bunda dan Ayah Lee tetap menerima kondisi Heeseung.

Dan sekarang disinilah Heuningkai. Berada di dalam kamar Heeseung dengan Heeseung yang sedang mengobatinya. Pukulan dari Ayah Heeseung menyebabkan sudut bibirnya robek. Pukulan itu cukup kencang, pipi pun dibuat lebam.

Walau mereka terlibat perang dingin setelah pertengkaran beberapa waktu lalu, Heeseung tetap saja khawatir begitu melihat Heuningkai memasuki kamarnya dengan luka lebam di pipinya.

Ruangan begitu hening. Mereka sama-sama diam. Tidak ada percakapan diantara keduanya. Heeseung masih marah dengan Heuningkai akibat kejadian dua hari lalu. Begitupun dengan Heuningkai yang tidak berniat memulai percakapan.

Pintu kamar terbuka. Perhatian keduanya teralihkan kepada Bunda Lee yang masuk ke dalam kamar. Wanita paruh baya itu berjalan menuju sofa yang berada di sudut kamar, berada tidak jauh dari ranjang tempat Heeseung dan Heuningkai duduk. 

Melihat sang Bunda masuk, Heeseung segera menyelesaikan tugasnya dalam mengobati Heuningkai dan segera membereskan alat-alat yang digunakan dalam mengobati Heuningkai untuk ia simpan didalam laci meja kamarnya.

"Bagaimana kabarmu, Kai? Maaf karena pertemuan kita tidak berjalan dengan baik." tanya Bunda Lee dengan tenang. Wajahnya tidak menunjukkan banyak ekspresi. Ia duduk dengan anggun di sofa. Posturnya dibuat tegak, dengan pandangan mata yang mengarah pada Heeseung dan Heuningkai.

"Bunda mau membicarakan apa?" tanya Heeseung. Tidak membiarkan Heuningkai untuk menjawab. Bunda hanya tersenyum mendengar pertanyaan yang dilontarkan anak tunggalnya.

"Mengenai kandungan mu. Nyonya Heuning sudah memberitahukan kondisi kehamilan mu pada Ayah dan Bunda. Kalian sudah membicarakan mengenai hal ini bukan? Bunda harap keputusan yang kalian ambil adalah keputusan yang tepat." ujar Bunda.

Wajah Heeseung sedikit muram ketika mendengar ucapan Bunda. Ia sedikit sensitif dengan topik mengenai kehamilannya. Berbeda dengan Heuningkai yang tidak menunjukkan ekspresi apapun. Wajahnya dingin dengan sorot matanya yang menajam.

"Kami sudah membicarakannya beberapa waktu lalu. Heeseung harap Bunda dan Ayah tidak memaksa untuk menggugurkan kandungan Heeseung." timpal Heeseung. Suaranya ketus. Menandakan bahwa ia sangat tidak suka dengan topik ini.

"Sepertinya pembicaraan kalian tidak berjalan dengan baik. Bunda tidak akan memaksa. Keputusan ada pada kalian berdua. Bicarakanlah lagi. Ambil keputusan yang tepat."

"Bunda keluar dulu. Berhentilah melakukan perang dingin. Pernikahan kalian akan dilaksanakan bulan depan." ujar Bunda sambil berjalan keluar kamar.

Meninggalkan keduanya yang masih terdiam. Bunda keluar dari kamar, tidak ingin ikut campur lebih jauh pada permasalahan mereka. Bunda ingin keduanya menyelesaikan permasalahan itu dengan bijak. Dan tidak melakukan perang dingin seperti ini.

Heeseung bangkit dari duduknya setelah melihat Bunda keluar dari kamar. Kakinya ia bawa untuk pergi meninggalkan kamar. Namun sebelum tubuhnya menjauh dari ranjang, lengannya di tahan oleh Heuningkai. Enigma menahan Heeseung agar tidak pergi.

ALPHA FOR ENIGMA [KAISEUNG]Where stories live. Discover now