The Mission: 2

10.1K 629 19
                                    

Aku berjalan menuju pusat kota. Dimana keadaan disekitar mulai ramai. Karena aku sudah memasuki perkotaan, mobil-mobil mewah berlalu-lalang di jalan raya. Aku jadi ingat, ketika ayah mengajarkanku mobil, sebelum peperangan itu terjadi. Dan aku sempat lancar menjalankan mobil yang dulu kami miliki. Mobil mewah sama seperti mereka.

Tapi aku tidak ingin memikirkan itu, aku hanya memikirkan, dimana tempat yang menerima lowongan kerja agar aku dapat menghidupi adikku. Hari sudah gelap, lampu jalan sudah terang. Dan aku masih berjalan dengan baju kotor, dan telanjang kaki. Memang sangat gelandangan.

Aku menyerah, aku terduduk lemas di pinggir jalan. Tidak ada lowongan pekerjaan di sini. Aku menutupi wajahku di lutut. Membiarkan mataku tertutup.

"Permisi,"

Dengan sigap, aku kembali membuka mataku. Sebuah mobil mewah berwarna biru tua berhenti di depanku. Dan aku menatap Si Pengemudi. Ternyata dia wanita yang berada di pasar malam itu.

"Ya?"

"Apa kau yang kemarin menyelamatkan anakku?"

Aku merasa asing mendengar dia menyebut kata 'anakku', seperti ada paksaan di nadanya.

"Ya, dia baik-baik saja?"

Wanita itu tersenyum. Jujur, aku khawatir kalau dia kenapa-napa. Atau anaknya sakit karena aku membawa kuman dan kotoran pada anaknya. Aku tidak ingin itu terjadi.

"Ya, dia baik. Maukah kau ikut denganku?"

"Kemana?"

"Aku hanya ingin mengajakmu makan malam, aku yakin kau belum makan malam, kan? Anggap saja ini sebagai tanda terima kasihku. Masuklah."

Aku tidak mengenal orang ini. Tapi, dia bilang, dia hanya akan mengajakku makan malam. Karena perutku yang memang sudah keroncongan, akhirnya aku memasuki mobil mewahnya. Aku harap dia tidak keberatan kalau mobil mewahnya di naiki seorang gelandangan.

***

Aku dan wanita ini duduk di luar restaurant. Mungkin dia tidak ingin security melihat gelandangan makan di restaurant ini. Aku memesan makanan sebutuhnya, dan tidak lupa juga memesan makanan untuk Em. Dan wanita ini tidak keberatan dengan itu.

"Jadi, siapa namanu?"

"Hannah."

"Nama belakang?"

"Underwood."

Dia mengangguk-ngangguk, melipat tangan di dadanya. Dan menatapku dengan detail. Aku merasa risih. Aku tidak suka kalau ada orang yang melihatku sangat teliti dan spesifik.

"Apa yang terjadi denganmu, Hannah?"

Aku mengingat kejadian dulu, mencoba merangkai cerita yang singkat namun jelas.

"Orang tuaku meninggal saat perang. Jadi, aku harus mencari pekerjaan untuk menghidupi adikku."

Sekali lagi, dia mengangguk-angguk. Wanita ini sudah agak tua. Terlihat dari wajahnya yang sudah keriput, namun rambutnya masih berwarna coklat. Tidak berwarna abu-abu seperti lansia yang lain.

"Oh ya, aku Thesa. Panggil saja Thesa."

Aku tersenyum simpul.

Lalu makanan dengan aroma yang harum memikat hidungku. Perutku menjadi semakin keroncongan. Aku sudah lama sekali tidak memakan makanan ini.

Langsung kuambil garpu dan sendok dan memotong daging sapi yang sangat mahal ini. Aku tersadar, selama aku memotong daging dan memakannya, Thesa memerhatikanku.

"Ada apa?" aku mengerutkan dahiku.

"Ah, tidak. Maafkan aku."

Aku tersenyum dan kembali memotong-motong daging, yang sudah lama sekali tidak kusantap. Dulu, makanan ini hampir setiap minggu aku dan Em makan. Karena aku dan Em bukan vegetarian seperti orang tuaku.

The MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang