Prolog

45.9K 1.8K 388
                                    

Note: Atas saran dari si Anu(?) dan beberapa alasan lain, aku akan coba me-remake FF ini (ganti namanya doang sih :v), sekaligus dirapikan lagi terutama penulisan dan alurnya yang masih berantakan. Versi FF-nya mungkin bakal ku-publish di FFn aja sewaktu-waktu.^^

- Guardian of Light -

"Kita mau ke mana?"

Deru napas tak beraturan mengisi kekosongan malam. Bocah itu menatap tak mengerti ketika gadis yang sepantaran usia dengannya itu terus menariknya tanpa mengatakan apa pun.

Labirin di halaman belakang istana tampak menyeramkan ketika malam tiba, tetapi tak sedikit pun kedua bocah itu tampak peduli.

Rembulan yang sesekali tertutupi oleh awan menjadi satu-satunya penuntun. Gadis kecil itu masih terus menyeret bocah di belakangnya, melangkah dengan cepat seolah di luar sadar pun, ia tahu ke mana ia tengah menuju.

Namun kemudian langkah mereka terhenti ketika seseorang mencegat mereka.

"Kau...?" gumam bocah kecil itu lirih, sementara gadis yang berdiri di depannya menatap tajam sosok yang kini balik menatap mereka dengan seringai jahat.

"Lihat? Ternyata orang inilah pengkhianat yang sebenarnya," gumam gadis itu sinis. "Aku akan mengalihkannya, kau segeralah pergi."

"Tapi...."

"Sekarang! CEPAT!" pekik gadis tiba-tiba.

Tepat setelah aba-abanya terdengar, mereka berdua berlari dengan arah yang berbeda melewati sosok di hadapan mereka. Tak jauh dari mereka, tampak sebuah pintu yang terhubung ke ruang dimensi, mereka coba berlari ke arah pintu itu. Namun tepat sebelum mereka mencapai portal, langkah si Gadis Kecil terhenti, membuat bocah itu ikut berbalik dan membelalak kaget ketika mendapati sebuah pedang menembus tubuh gadis itu.

"Azura!"

"PERGI!!"

Gadis itu mendorong tubuhnya dengan kuat, membuat bocah itu terlempar ke dalam portal yang seketika itu pula tertutup begitu tubuhnya masuk ke sana.

#

Sebulir keringat mengalir jatuh dari pelipis pemuda itu. Ia berdiri dalam sikap siaga, menatap liar ke setiap sisi dengan garis ketakutan yang kentara di wajahnya. Ini semua berawal dari beberapa saat yang lalu.

Ia hanyalah seorang siswa tahun pertama Sekolah Menengah Atas yang kini tangah berlari agar tak terlambat. Sungguh awal yang klise untuk memulai hari-harinya yang juga biasa.

Pemuda itu, Luciel mulai terengah-engah, napasnya tak beraturan. Ia bukan tipe atletis yang terbiasa berolahraga. Justru bisa dikatakan, tubuhnya itu lemah. Dan berlari seperti sekarang ini tentulah bukan kegiatan yang biasa ia lakukan.

Ia bahkan tak lagi memikirkan seberapa cepat langkahnya, yang ia tahu, ia hanya harus terus berlari, hingga tiba-tiba sesuatu yang terinjak oleh kakinya membuatnya kehilangan keseimbangan dan tersungkur.

"A-aduh ...."

Keluhan itu keluar pelan. Ia segera berdiri dan menepuk-nepuk seragamnya yang kini terlihat kotor karena baru saja menyentuh tanah. Sedikit berdecih, Luciel mulai mengamati sekitar, coba mencari penyebab ia terpeleset. Ia yakin sekali tadi ia menginjak batu atau semacamnya.

Dan sesuatu yang tertangkap matanya kemudian mengalihkan perhatian pemuda itu. Ia sedikit berjongkok, mengambil sesuatu berwarna biru berkilau yang tergeletak begitu saja di tanah. Pasti benda itulah yang tadi terinjak olehnya, melihat tak ada benda aneh lain di sekitar jalan kecil itu.

"Apa ini?" Luciel mengamati batu berwarna biru itu dengan teliti. "Bagus sekali. Orang bodoh mana yang bisa-bisanya menjatuhkan benda seperti ini?"

"Kau yakin dia orangnya?"

"Aku yakin sekali. Aku sudah menyelidikinya."

Luciel terdiam ketika sebuah suara tertangkap oleh pendengarannya. Matanya melirik tajam ke segala sisi yang dapat ia tangkap oleh penglihatannya, entah mengapa kakinya seakan tak bisa bergerak meski otaknya telah berkali-kali memberi perintah untuk segera berlari meninggalkan tempat itu. Seolah ia membeku di tempatnya berdiri.

"Dia terlihat berbeda dengan bocah itu."

"Itu sudah bertahun-tahun yang lalu, pasti dia sudah banyak berubah bukan? Lagipula, aku tak mungkin salah mengenali orang. Aku sudah bersama dengannya sejak lahir."

"Tapi--"

"Hei! Siapa kalian! Jangan bersembunyi!"

Luciel berteriak. Ia takut? Tentu saja, kau bisa mendengar suara-suara aneh tanpa melihat sosoknya, ditambah sedang berada dalam gang sepi dan nyaris tak pernah dilewati orang. Siapa coba yang tidak takut?

"Nah, dia bisa mendengar kita 'kan?"

"... kurasa kau benar. Dia orang yang kita cari."

Dengan susah payah, Ia mencoba menggerakkan kakinya. Mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri, mengambil ancang-ancang untuk berlari secepatnya dari tempat itu. Namun niatnya itu terhenti ketika sebuah suara lain tertangkap oleh telinganya.

"Hei! Apa yang kalian lakukan? Kalian lama sekali."

"Ahh, Azra? Maaf, ini karena Louie tidak mempercayaiku."

"Kenapa jadi aku? Aku kan hanya--"

"Sudahlah, kalian membuatnya ketakutan. Lihat, dia sudah pucat begitu."

"Baik, kami mengerti."

Criiingg!

Jantung Ciel nyaris berhenti berdetak. Belum habis keterkejutannya tentang suara-suara aneh yang ia dengar, kini batu biru yang sedari tadi masih berada di genggamannya tiba-tiba saja terlihat bercahanya, semakin terang dan semakin terang.

Sedetik kemudian, angin berembus kencang dan memutari tubuhnya. Cahaya berwarna biru menyilaukan matanya dan perlahan menyelimuti tubuhnya. Ciel tak dapat berbuat apa pun, ia seakan terhipnotis dan perlahan kehilangan kesadarannya. Hingga akhirnya ....

Hilang.

Tubuhnya lenyap. Yang tersisa hanyalah daun-daun yang berterbangan mengikuti angin yang membawanya.

#

Catatan penulis.

Yah, seperti yang kukatakan sebelumnya. Aku me-remake FF ini. Tapi gak berubah banyak kok. Selain nama yang berubah, hanya ada perbaikan EBI dan plotnya sedikit.

Itu aja. Terima kasih sudah mampir dan membaca.^^

Best regards, Cherry.

Backsong : Maiko Fujita - Hotaru.

11 Oktober 2015

Guardian of Light [REMAKE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang