Chapter 1 : Prince of Light?

28.8K 1.3K 267
                                    

Pemuda itu membuka matanya perlahan. Mengerjap beberapa kali demi menyesuaikan cahaya yang terpantulkan oleh retina matanya. Pandangannya sedikit demi sedikit menjadi jelas, sampai kemudian ia menyadari bahwa ruangan tempatnya terbangun kini adalah tempat yang asing.

Ingatan terakhir tentang suara-suara aneh dan batu biru yang bercahaya kembali melintas dalam benak, membuat ia yang tadinya masih mengumpulkan nyawanya yang tercecer ke mana-mana segera tersadar penuh.

Tersentak, dengan cepat ia mengubah posisinya menjadi duduk. Seketika itu pula ia meringis karena nyeri yang menyerang kepala akibat pergerakannya yang tiba-tiba.

Suara derit pintu yang terbuka tanpa diketuk membuatnya menoleh cepat. Sosok seorang pemuda tinggi beriris ruby tertangkap oleh tatapannya.

“Ahh, kau sudah bangun, Ciel? Bagaimana perasaanmu?” tegur pemuda berobsidian merah itu, mendekati Luciel yang kini menatapnya waspada.

Luciel mengenali suara itu meski samar. Salah satu dari suara aneh yang terakhir kali ia dengar sebelum dirinya hilang kesadaran dan terbangun di tempat aneh ini.

“Siapa kau?” tanya Luciel ketus.

“Ehh?” Pemuda itu tertegun mendengar pertanyaan yang dilontarkan si pemilik iris biru.

“Aku tanya siapa kau? Di mana aku? Apa-apaan ini? Apa ini semacam penculikan? Aku akan melapor polisi!” semprotnya lagi dengan nada tak sabar.

Luciel bukanlah orang yang banyak bicara, apalagi banyak tanya. Namun melihat keadaan yang baginya tak wajar ini, ia merasa bahwa ia sedang tak bisa bersikap apatis sekarang. Ini menyangkut hidupnya.

Berlebihan kah?

Katakanlah begitu. Bukankah Luciel masih belum mengetahui apa pun?
Alisnya bertaut ketika pemuda di hadapannya bukan menjawab, justru tertawa kecil mendengar celotehannya yang beruntun seperti kereta api. Lantas ia sedikit menarik diri dan menjauh ketika pemuda berambut hitam itu melangkah mendekat dan duduk di sisi kasur yang ia tempati.

“Kau tidak berubah. Masih saja tidak sabaran,” celetuknya santai.

“Berhentilah berbicara seolah kau mengenalku. Jawab saja apa yang kutanyakan!”

“Bagaimana jika kukatakan bahwa aku memang mengenalmu?”

“Jangan bercanda!”

“Tapi kenyataannya memang begitu. Aku mengenalmu Ciel, sangat mengenalmu. Dan begitupun pula dirimu seharusnya.”

“Terserah. Jawab saja pertanyaanku.” Luciel mulai bingung sekarang.

“Baiklah, baiklah. Namaku Azrael—setidaknya kau bisa memanggilku begitu. Panggil Azra saja juga tak masalah. Kau sekarang sedang berada di Istana Cahaya. Ini bukan penculikan, dan kau tidak bisa melapor pada polisi di sini.” Pemuda bernama Azrael itu dengan tenang menjawab pertanyaan Luciel satu per satu.

Luciel terperangah.

Perasaannya saja, atau memang ada sesuatu yang janggal di sini?

“Lantas mau apa kau kemari?”

“Kepalamu masih sakit bukan? Aku kemari untuk memberikan ini.”

Azra menyodorkan sebuah mangkuk kecil yang berisi cairan kental berwarna hijau gelap ke hadapan Luciel, membuat sepasang cerulean miliknya kini menatap horror cairan menyeramkan itu.

“A-apa itu? Racun?” Ia semakin menarik diri. “Apa kau coba menculikku tapi gagal meminta tebusan dan sekarang berniat membunuhku?” lanjutya cepat, membuat Azra lagi-lagi terperangah.

Guardian of Light [REMAKE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang