Chapter 7

120 8 6
                                    


Saat aku membuka mata, yang kulihat adalah sekelebatan warna putih. Dan aku terbaring diatas ranjang dengan kepala berdenyut nyeri. Kutatap sekelilingku, aku berada di kamar rumah sakit sepertinya. Sayup-sayup dapat kudengar suara orang berbicara di luar ruangan ini. Pintu terbuka perlahan dan aku menoleh. Kulihat sesosok gadis manis dengan seragam SMA. Dia menghampiriku denga langkah terburu-buru.

"Kakak sudah sadar? Baik-baik saja?" Dia bertanya dengan cemasnya. Kepalaku masih berdenyut, tapi aku mengangguk perlahan. "Aku panggilkan dokter sebentar ya?"

"Tunggu." Aku menahannya. Gadis itu kembali ke sisi tempat tidurku. "Ini dimana?"

"Rumah sakit Royal, kak. Mobil yang hampir menabrak kita yang membawa kakak kesini. Kakakku juga dalam perjalanan kesini." sahutnya dengan penuh penyesalan.

Aku tersenyum. Menunjuk tas yang sudah tergeletak di kursi tak jauh dari ranjangku. "Bisa tolong ambilkan ponselku? Aku harus mengabari sahabatku."

Gadis itu merogoh tasku dan membawakanku benda mungil itu. Untung saja ponselku bukan ponsel mahal yang sekali jatuh rusak. Lalu ia keluar untuk memanggil dokter. Aku segera mengabari Kirana yang ternyata sudah menghubungiku puluhan kali selama aku pingsan. Dengan paniknya dia bilang akan segera menyusulku dan membawakan baju ganti. Aku tak ragu dia bahkan akan memberitahu kak Rio.

Tiba-tiba, pintu dibuka dengan keras. "Rena, kamu baik-baik saja??" Seorang pria berwajah timur tengah, setengah berteriak menanyakan keadaan seseorang bernama Rena. Aku menatapnya bingung. Pria itu pun celingukan bingung. "Eh, maaf. Sepertinya saya salah kamar." katanya yang mau tak mau membuatku tersenyum geli.

Saat pria itu hendak keluar, di depan pintu berdiri seorang dokter dan gadis remaja tadi. "Kak Rein mau kemana?" tanyanya. Lalu mempersilahkan sang dokter masuk untuk memeriksaku.

Kakak beradik itu mendekat ke ranjang, memperhatikan dokter memeriksaku. "Kalau sampai nanti malam tidak ada sakit kepala berlebih atau mual, besok sudah boleh pulang." Aku mengangguk mengerti.

Setelah mengucapkan terima kasih, dokter pun keluar. Pria tampan berwajah timur tengah itu kembali mendekatiku. "Terima kasih sudah menolong adikku. Dia memang suka ceroboh." katanya penuh sayang sambil melirik adiknya yang memonyongkan mulutnya, kesal.

Aku tersenyum dan menggelengkan kepala. "Lain kali, kalau menyebrang, earphone nya dilepas dulu, ya." Aku tersenyum geli melihat sang kakak menjitak pelan kepala adiknya. Sementara sang adik meringis malu.

Senang rasanya melihat keakraban kakak beradik ini. Membayangkan kembali keluargaku. Mungkin keluargaku pun sebahagia ini. Aku memandang kakak beradik yang tak mirip itu.

"Siapa namamu?" Sang kakak bertanya lembut.

Aku mengulurkan tanganku. "Kana." sahutku.

Pria tampan itu menjabat lembut tanganku. "Reinhart." sahutnya. "Dan ini adiku, Renata."

Aku tersenyum. Mau bilang tapi tak enak. Orang ini kok nama dan wajahnya tidak sesuai. Wajahnya menunjukkan kalau pria ini keturunan Timur Tengah tapi namanya Eropa sekali. Dan sama sekali tidak mirip dengan adiknya yang berwajah manis asli Indonesia lengkap dengan kulit coklat eksotisnya.

"Ini sudah malam. Kalian pulang saja. Sebentar lagi juga temanku datang." Aku tak enak melihat mereka tetap disini menungguku. Walaupun aku cukup senang ditemani pria tampan macam Rein, bayangkan Reza Rahardian berambut lurus pendek yang ditata rapi. Oh astagaaa... Mungkin karena terbentur itu otakku jadi agak kacau. "Rena juga harus sekolah besok, kan?"

Gadis manis bernama Renata itu menggeleng sambil tersenyum. "Rena dan kak Rein akan tunggu di sini sampai teman kak Kana datang." Sahutnya. Aku menggelengkan kepala hendak menolak. Tapi Renata dengan cepat memotong. "Kak Rein mengajarkan Rena untuk bertanggung jawab atas kesalahan Rena. Jadi anggap saja ini bentuk tanggung jawab Rena karena sudah menyebabkan kak Kana terluka."

Forever MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang