(2)

15.1K 1K 8
                                    

Claire~

"Claire!" Tara memanggilku dari belakang, aku menoleh kearahnya. Tara berjalan bersama Nick dan Elaine, mereka bertiga memandangku. "Wow Claire... Kau terlihat... berantakan." Kata Tara. Aku mengangguk, aku tidak kembali tidur setelah kejadian tadi pagi. "Yeah, aku harus mengejar ketinggalanku." Satu lagi kebohongan yang keluar dari mulutku. 

"Kau tidak perlu belajar sekeras itu Claire, kau terlahir pintar." Tara menyeringai lebar. "Oh! Kurasa kau sudah bertemu dengan Nick dan Elaine kan? Nick, Elaine ini Claire. Claire, ini Nick dan Elaine." Kata Tara mengenalkan kami. Aku mengangguk sambil tersenyum kecil, jika saja Tara tahu... 

"Kau tidak apa-apa err... Claire?" Nick melihatku dengan khawatir. Matanya yang berwarna biru jernih menatapku dengan penuh arti. "Yup." Jawabku pendek sambil mengalihkan perhatian, Elaine hanya memandangku tanpa ekspresi. Bagaimana dia bisa melakukannya? Elaine dan Tara jalan bersama di depan meninggalkanku dengan Nick berdua di belakang berjalan bersama menuju gerbang sekolah. "Aku yakin Morgan sudah memberitahumu tengtangku." Nick membuka pembicaraan. Aku hanya mengangguk kecil, menatap lurus kedepan, setiap melihat mata Nick selalu membuatku... tersesat. Dan anehnya aku menyukainya, jadi aku menghindarinya sebisa mungkin. "Well, Claire senang bertemu denganmu, akhirnya. Kau tahu aku sudah mencarimu sejak lama." Lanjutnya sambil tersenyum. 

"Huh? Untuk apa?" Pernyataanya membuatku bingung. 

"Aku... ingin bertemu separuhku. Dan kau, Claire de Lune, tidak membuatku menyesal telah bertemu denganmu. Aku tidak pernah bertemu seseorang yang semenarik dirimu. Jangan bilang kau tidak merasakan apa yang aku rasakan." Kata-kata Nick membuatku membeku. Apa yang dikatakannya benar, aku merasakan hal yang sama pada Nick tapi aku menyangkalnya. 

"Apa yang kau inginkan, Nick?" Jantungku berdebar menunggu jawabannya. 

"Kau." Jawabnya pendek, lalu mengangkat daguku, memaksaku memandangnya. 

"Aku... Aku tidak akan meninggalkan Morgan." Jawabku. Sekilas kulihat amarah di matanya. 

"Claire. Kita bisa menjadi pasangan Valerina terkuat. Kau dan aku menyeimbangkan dunia ini bersama, menjaga kedamaian. Dan... aku bisa menjadi lebih daripada Morgan." 

"Nope. Kau tidak bisa. Tidak ada yang bisa menggantikan Morgan." Jawabku dengan yakin. Nick memandangku seakan-akan aku baru memberitahunya sebuah rahasia menghancurkan dunia. Lalu ia menghembuskan nafasnya, terlihat kesal. 

"Morgan tidak terdengar seyakin dirimu." Apa? 

"Dia tidak menceritakannya padamu?" Nick menaikkan kedua alisnya. "Well, kemarin pagi dia mendatangiku dan Elaine, membuat perjanjian... Kukira kau sudah mengetahuinya." Sekarang alisnya mengerut bingung. 

"Perjanjian apa?" Desakku. 

"Dengar, kau harus mendengarnya langsung dari Morgan, ok?"  

"Nick. Katakan. Padaku." 

"Well, jika kau memaksa." Jawabnya sambil mengangkat bahunya. "Morgan, memintaku untuk menjauhimu, yang mana kutolak mentah-mentah, lalu ia membuat perjanjian untuk membuatku tidak memaksamu dan membiarkanmu memilih. Dan... jika ia memilihku, kau menjadi milikku Claire. Morgan akan pergi bersama Elaine-" 

"Apa?!" Aku tidak sempat mendengar sisa ucapan Nick, 'aku akan meninju Morgan' ulangku dalam kepala lalu mengendarai mobilku kembali ke rumah. 

Morgan tidak ada di rumah, hanya ada morgan yang mengeong sambil menggosok tubuhnya di kakiku. Aku mengangkatnya lalu memeluknya. "Susu? Mau semangkuk susu?" Tanyaku sambil mengambil semangkuk susu dari kulkas, morgan mengeong sebelum menjilat mangkuk susu. "Yep, sama-sama." Tiba-tiba aku menyadari Morgan belum makan dariku sejak... aku tidak bisa mengingatnya. Bagaimana mungkin dia bertahan tanpa makan kekuatanku? Aku mengerutkan kening.  

"Claire?" Morgan memanggilku dari belakang. "Kau tidak pergi ke sekolah?" Aku berbalik padanya. Morgan berdiri di depan pintu masuk, rambutnya yang berantakan seperti biasanya, mengenakan kemeja biru flannel kotak-kotak dengan celana jeans. "Claire?" Panggilnya lagi setelah aku memandanginya dengan bodoh. Lebam di ujung mulut Morgan belum sembuh, seharusnya Guard dapat menyembuhkan dirinya sendiri dengan cepat. 

"Morgan, kau belum menghisap kekuatanku." Marahku bisa ditunda, ada hal yang lebih penting. Morgan terperanjat, dia tidak mengira aku akan mengatakan hal itu. 

"Aku tidak lapar Claire. Lagipula aku tidak mengeluarkan banyak energi akhir-akhir ini. Kau sedang membolos?" Morgan mencoba mengalihkan pembicaraan, dan aku tidak akn membiarkannya. Aku berjalan mendekatinya sambil membuka dua kancing teratas seragamku. 

"Wow Claire..." Morgan mundur satu langkah dengan ragu-ragu. Aku memiringkan kepalaku untuk memberikan akses pada Morgan.  

"Makan. Sebelum kau membunuh dirimu sendiri." '...Dan membunuhku' tambahku dalam hati. Tangan Morgan bergerak ketika kalimat terakhir keluar dari mulutku, kepalanya menunduk diantara leher dan pundakku, menciumnya, lalu berbisik, "Kau tidak tahu... aku sudah ratusan kali menahan diri, Claire." Setelah itu ia meminum kekuatanku, perasaan tenang dan menyenangkan mengalir dalam diriku. Morgan melepaskanku, mata hijaunya berkilau menatapku. "Katakan padaku, apa yang harus kulakukan agar kau tidak meninggalkanku?"

Claire de Lune (Valerina #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang