PROLOG

29.2K 1.5K 117
                                    


Dahulu dia pernah berjanji...

Janji lampau yang masih setia mengabdi dalam kepingan memori otaknya...

Keputusan bertolak diri terucap tegas, tanpa menyadari usia yang masih terlampau belia untuk berlayar di atas samudera kehidupan. Dia bersumpah untuk mempersembahkan sebuah bukti. Sebuah bukti nyata untuk membangun asistensi... sekaligus menghindari luka hati yang kian membelenggu. Asmara yang menoreh getir.

"Aku sudah dewasa Mum, dan aku telah memilih jalanku. Saatnya memikirkan hal yang lebih bermanfaat,"

"Shelly... "

"Mum punya banyak anak, satu orang bodoh sepertiku tak akan berpengaruh dalam kehidupan kalian,"

"Shelly, apa yang kau katakan?! Mum tidak bisa membiarkanmu--"

"Mum, aku hanya pergi selama beberapa tahun. Secepatnya aku akan kembali..."

Perdebatan itu usai dengan kesepakatan sepihak. Mengabaikan air mata sang malaikat, gadis itu berlalu di temani sepi.

Raungan langit dan gemuruh petir mengantar kepergiannya dengan sekantung duka. Secara resmi, waktu telah membentangkan jurang pemisah antara keriangan masa remaja dan letihnya menjadi dewasa, antara keriangan sederhana dan pekatnya rasa hampa dalam dunia baru.

Namun di bulan Juli---dua bulan kemudian--- seringai takdir mengores kisah dalam kepingan remang. Lewat pertemuan sosok lampau yang di anggap telah lenyap, mengoyak duka lama yang tersembuhkan waktu.

"Selidza, keponakanku..."

Satu kalimat lolos dengan nada yang mengandung jutaan makna. Di hadapannya--- pria itu berdiri lunglai, haru, dan getir. Otoritas pudar bersemayam di sela-sela suara yang terdengar meretih pedih.

Dia terpaku. Beku tanpa geming.

Di tengah redupnya perkamen yang bergelayut di cakrawala, curahan air hujan berdenting nyaring menampar tubuhnya.

Tertohok.

Persis seperti sembilan tahun lalu. Simfoni yang sama, mengalun sayup menimpali dua mata yang beradu lekat. Kini dirasakannya pesona dari dua getir yang berbeda masa.

"S-selidza..."

"Kukira pamanku sudah mati 7 tahun yang lalu,"

"Percayalah, Selidza. Ini aku pamanmu. A-"

"Sayangnya aku berfikir bahwa pamanku sudah mati. Di hati dan pikiranku, tak ada lagi yang namanya paman Chiko. Dia sudah mati!"

Dia rindu, tapi menampik hal itu. Bayang-bayang berawai di masa lalu membuatnya mengingkari nurani. Sang protagonis berlalu dengan segenap kecamuk.

Tetapi, satu hal yang tak ia ketahui benar. Satu hal yang tak sampai terpikirkan olehnya. Kenaifan, pengalaman dan otoritas yang lemah sungguh membuatnya buta.

Buta jika hidup bukan hanya tentang hal yang natural. Buta jika hidup bukan hanya tentang timbal balik. Buta jika kehidupan ini sesungguhnya penuh kekejaman.

"Hallo, Sweetheart,"

"S-siapa kau?!"

"Kelly Nelson, mantan ilmuwan BBL, sekaligus... musuh pamanmu.."

"A-apa maksudmu?!"

"Kau tidak tahu jika pamanmu adalah Agen? Beberapa tahun silam, dia berhasil memusnahkan seorang bos mafia yang sangat kejam dan berpengaruh dari sebuah kelompok hitam bernama Black Fangs."

"..."

"Sekarang kau tahu alasanmu berada disini? Kau adalah bentuk dari sebuah rencana untuk melenyapkannya. Melenyapkan pamanmu yang tak berguna itu!"

Sakit...

Dia masih bisa merasakan kesakitan hebat menjamah setiap region tubuhya. Pekat dan lekat. Tak lenyap, walau waktu menghapusnya dari keping ingatan.

Rajaman benda dingin itu mencabik titik nadinya. Cairan laknat itu mengalir dalam aliran darah dan membakar otaknya,  nyaris membekukan napas yang kini berhembus terpatah-patah. Rantai kehidupannya hampir terputus di depan mata.

Sakit, tolong...

Dia berteriak, nyaris memutuskan pita suara.

Mereka menyiksanya. Menghancurkan hidupnya. Membunuhnya.

Bahkan...

...mengutuknya dalam labirin kesedihan.

"Mulai sekarang hidupmu akan serba sulit... Kau akan merasakan banyak kepahitan. Jadi ingat pesanku; tak peduli kau wanita, kau harus tegar. Kau harus kuat.  Dan yang terpenting..."

Elegi.

"Kau harus menjadi dirimu sendiri, jangan coba-coba untuk berjalan menuju kegelapan, karena itu hanya akan membuat dirimu semakin menderita.."

Kematian.

"Se...lamat... Ting...gal..."

Sekujur tubuhnya mati rasa, menyadari ketidakberdayaannya mencegah satu nyawa pergi; gagal mencegah satu kepingan terpenting hidupnya lolos dari kehilangan yang menyakitkan.

Namun... Tentu saja belum cukup. Takdir selalu cukup brengsek untuk membuat hidupnya terasa bagai di neraka.

"AKU MEMBENCIMU, SELIDZA!"

Beku.

Terkurung dalam kesedihan yang menolak untuk mencair. Bahkan dia tidak lagi mengingat hangatnya nyala api.

Hingga... dia harus terjun ke dalam terjal dan kerasnya dunia, membiarkan dirinya dilumuri sapuan warna hitam pekat. Hingga tak ada ruang yang tidak terjamah. Hingga tidak ada lagi pori-pori yang tidak tersentuh oleh kegelapan yang membutakan mata.

Dunianya kini gelap gulita oleh darah dan dosa. Kini ekistensi terangnya mengelam, meninggalkan jejak-jejak cela yang menoreh luka. Kini, dialah penjelmaan nyata dari sang hitam.

Ironisnya, pilihan itu menuntunnya pada puncak tertinggi takdir. Di antara hidup dan mati, mereka berdiri tegak. Dua iris berbeda warna akhirnya bertemu dalam sebuah keheningan.

Hitam dan Biru.

Dingin dan Tajam.

Reuni kelam akhirnya tercipta. Membawa serta dawai kematian yang berujung ketiadaan.

Kisah dan lembar kelam dalam buku kehidupan pun akhirnya dimulai!

Detective Clue : Law And CrimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang