Prologue

7.1K 369 30
                                    

Perhatian!

Dalam chapter Prologue ini akan ada beberapa dialog dalam bahasa Prancis. Saya tidak pernah belajar bahasa Prancis sebelumnya, jadi beberapa dialog ini saya ambil dari beberapa website. Jika ada kesalahan, mohon koreksi saya dan mohon maaf yang sebesar-besarnya.

.
.
.
.
.

Paris, Prancis

Matahari musim semi menjalari kulit yeoja itu begitu dia turun dari mobil saudaranya. Dia sedikit merapatkan mantelnya dan membaca papan nama sebuah café yang terletak beberapa langkah dari menara Eiffel, sang primadona kota Paris. Café Constant. Benar, itu dia tujuannya. Café yang tenang di jam-jam tertentu sehingga dia dapat menulis sepuasnya.

“Nanti aku jemput jam berapa?” tanya sepupunya, seorang blasteran Korea-Prancis yang menetap di Prancis sejak lahir.

“Nanti saya hubungi lagi,” jawab yeoja itu. Mobil itu pun meluncur pergi dan yeoja itu masuk ke dalam café.

Bienvenue, Mademoiselle (Selamat datang, Nona)! Ada yang bisa saya bantu?” tanya salah satu pelayan café dengan ramah.

Quel est le plat du jour? (Apa menu hari ini?)” tanya yeoja itu.

“Menu favorit para pengunjung adalah filet de bar grillé à la plancha dan mousseline de patates douces. Kami juga menyediakan aneka macam kopi dan roti,” jawab pelayan wanita itu.

“Apa kamu punya croissant?” tanya yeoja itu.

Oui, kami punya croissant,” jawab pelayan wanita itu.

Je voudrais un tasse de cappucinno et un plat de croissant. (Aku pesan secangkir cappucinno dan sepiring croissant.)” Yeoja itu mengucapkan pesanannya. “Combien ça coute? (Berapa harganya?)” tanya yeoja itu. Pelayan perempuan itu pun menyebutkan sejumlah harga dari pesanan yeoja itu. Yeoja itu langsung mengeluarkan sejumlah uang. Setelah menunggu beberapa saat—yang tidak terlalu lama—pesanannya sudah terhidang di nampan di hadapannya. “Merci,” ucap yeoja itu.

Je vous en prie,” jawab pelayan wanita itu sembari menyungging senyumnya.

Yeoja itu mengambil tepat duduk di lantai dua, di balkon yang menghadap langsung ke arah menara Eiffel. Menikmati pemandangan menara Eiffel di musim semi yang tampak cantik. Dia menyeruput cappucinno itu dan menyuap sedikit croissant itu ke mulutnya. Yeoja itu memejamkan matanya, menikmati hembusan angin musim semi yang memanjakan kulit wajahnya.

Namanya adalah Choi Yuju, seorang mahasiswi semester tiga jurusan ilmu sastra Universitas Seoul yang sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa dengan salah satu universitas negeri ternama di Prancis  selama satu semester. Sejak semester pertama, dia selalu ingin ikut program pertukaran mahasiswa, tidak peduli negara mana yang akan dia singgahi. Dan, universitas memutuskan untuk mengirimnya ke Prancis. Untunglah dia memiliki sepupu yang tinggal di sini, sehingga dia tidak perlu merasa kesulitan.
Yuju menyalakan notebook-nya dan mulai mengetik sebuah novel.

Menulis novel adalah hobi yang dia tekuni sejak SMP, membuatnya menjadi salah satu penulis muda yang paling berbakat dan karyanya diakui secara nasional, beberapa novelnya bahkan diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Hal itu membuat Yuju mendapatkan pengakuan nasional sebagai “National Author” di negaranya, Korea Selatan.

Namun, hal itu tidak menjadikan Yuju tinggi hati. Dia sadar, dia tidak akan menjadi seperti sekarang ini tanpa pembaca-pembacanya. Selain itu, menulis hanyalah hobinya. Dia tidak begitu berniat mencari uang melalui karyanya. Dia menulis karena dia suka menulis. Dia menulis karena dia cinta menulis, bukan mencari pekerjaan. Bahkan, dia bersedia menulis tanpa dibayar—jika memang diperlukan. Pernah dia menulis sebuah slogan untuk mengkampanyekan gerakan perlindungan perempuan dan dia melakukannya tanpa dibayar.

Sekarang, dia bersiap menulis cerita barunya.

Sebuah cerita yang berasal dari masa lalunya.

Sesungguhnya, sudah sejak lama sejak Yuju mengingat-ingat lagi apa yang terjadi padanya semasa SMA. Tentang appa dan eomma yang bercerai, tentang appa-nya yang meninggal tak lama kemudian. Tentang dirinya yang harus merelakan namja yang dia cintai untuk singgah di hati yeoja lain, di saat yang bersamaan dia tidak ingin namja itu pergi dari hatinya.

Meninggalkan hatinya yang dingin dan akan semakin dingin karena angin semi yang berhembus. Dia sudah berpaling dari itu semua sampai ketika sebuah pesan sederhana “Hai, apa kabar?” masuk ke dalam inbox e-mail miliknya kemarin malam. Yuju sempat bertanya-tanya, dari mana namja itu tahu alamat e-mail-nya sampai ketika dia ingat dia menyerahkan kartu namanya ke dia dua tahun yang lalu. Hingga saat ini, Yuju belum berani membalas e-mail itu.

Membalasnya berarti membuka kesempatan bagi hatinya untuk terluka lagi.

Yuju sendirian berkutat dengan notebook-nya. Jemari-jemari lentik itu lincah menari di atas keyboard. Merangkai huruf demi huruf, kata demi kata menjadi kepaduan seni sastra yang apik dan mampu menguras emosi pembaca. Dia berakting melalui tulisannya, terutama karena dia mengalami sendiri apa yang dia tulis. Sebuah tulis yang mampu membuatnya membuka luka lamanya.

“Mereka berkata, manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Manusia dilengkap dengan akal pikiran dan nafsu yang melengkapi diri mereka. Akal pikiran manusia mampu memilah yang baik dan yang buruk, menyerap dan menyampaikan informasi, mengatur setiap gerak tubuh dan masih banyak lagi yang bisa dilakukan oleh otak manusia. Otak manusia adalah organ paling penting. Tanpa otak, jantung tak akan berdetak, otot tak akan bergerak, dan aku tak akan mampu menuliskan cerita ini untuk kalian baca.”

“Tapi, kenapa aku begitu bodoh?”

“Hati berkata aku adalah manusia paling bodoh di dunia. Benarkah? Apakah mencintai seseorang yang juga mencintai orang lain merupakan kebodohan? Apakah beda antara bodoh dan salah? Atau justru tak ada beda di antara keduanya? Mereka berkata aku cerdas dengan pemikiran dewasa. Hatiku berkata aku bodoh karena mencintai dia, yang juga mencintai orang lain.”

“Setiap manusia memiliki sebuah taman yang cantik. Taman rahasia yang hanya dia dan Tuhan yang tahu keberadaannya. Suatu hari, akan ada seseorang yang mengetahui keberadaan taman itu dan memutuskan untuk melihat-lihat. Selanjutnya, orang itu tinggal memilih, apakah ingin sekedar melihat-lihat atau tetap tinggal di sana untuk waktu yang lama.”

“Aku bodoh, sehingga aku mencintaimu.”

“Aku bodoh, sehingga aku menginginkanmu.”

“Aku bodoh, sehingga aku ingin kau tidak pergi dari taman rahasiaku.”

“Aku bodoh, sehingga aku ingin kau tetap tinggal di taman rahasia miliknya."

“Aku … terlalu bodoh untuk mencintaimu.”

-TBC-

Secret Garden [BTS,Gfriend,Kim Sohyun FF]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora