Nueve

716 54 0
                                    

Semua orang membicarakan Radit ketika Kimo tiba di sekolah. Berbagai macam jenis gosip terlontar tentang Radit dan tentu saja dari semua itu tidak ada yang benar.

"Gue gak nyangka ternyata Radit bakal rumah sakit" kata Tara, dia duduk di bangku depan Ray dan berbicara dengan Ray.

"Ya iyalah mungkin. Bangsat-bangsat begitu dia juga manusia" jawab Ray dengan santai dan kembali membaca bukunya. Laki-laki itu sepertinya ketularan Kimo, ikut-ikutan jadi rajin membaca buku. Tentunya bukan buku pelajaran. Masih level 1, laki-laki itu baca novel.

"Katanya waktu polisi datang tu cowok kondisinya ngeri banget. Udah pingsan gara-gara kekurangan darah" cerita Tara lagi. Tara menoleh menatap Kimo kemudian beralih ke Ray. Mereka sama-sama sibuk membaca buku.

"Napa pada baca sih? Rajin amat" kata Tara membuat Ray menoleh ke Kimo, tapi seperti biasa Kimo tidak peduli. Ray menatap Tara yang heran sejenak, lalu kembali ke bacaannya. Ray juga ikutan tidak peduli.

Tara tidak terima tidak dipedulikan. Ia pun memukul kepala Ray dengan sebuah buku kemudian lari begitu saja.

"Nah, ngambek dianggurin" kata Ray, Kimo juga mendongakkan kepalanya untuk melihat Tara yang katanya ngambek itu.

"Tumben baca?" tanya Kimo.

Ray menoleh, terdiam beberapa saat. Ia mengangkat tangannya sampai sejajar dengan kepalanya. Tak disangka, laki-laki itu menampar wajahnya dengan keras.

Kimo mengernyit, "Lo sakit?"

Dalam hati Ray berteriak tidak percaya bahkan mengumpat berkali-kali saking tidak percayanya. Apakah dia baru saja ditanya Kimo? Dan apakah baru saja Kimo bertanya tentang keadaannya? Batinnya berteriak.

"Gue gak papa" jawab Ray pelan, memilih untuk tidak menatap mata Kimo melainkan menatap tulisan yang ada di dalam bukunya. Kimo mengernyit heran, ia menutup bukunya dan sedikit menghadapkan tubuhnya ke arah Ray.

Ray menyadarinya dan memilih untuk melirik Kimo lewat sudut matanya. "Ray, apa yang lo tau tentang Zea?" tanya perempuan itu membuat kepala Ray tidak bisa untuk tidak menoleh.

"Sebenarnya gue lebih penasaran dengan masalah antara Zia dan Zea" ungkap Kimo, kali ini setidaknya perempuan itu tidak menunjukkan ekspresi yang tidak terlalu datar.

"Dan kenapa lo penasaran?" tanya Ray.

Kimo diam sejenak, ekspresinya kembali benar-benar datar. "Bukan urusan lo. Gue cuma perlu jawaban lo" Ray tidak menjawab dan hanya menatap Kimo dengan pandangan lurus. "Gak papa kalau gak mau jawab. Gue bisa tanya sama Tara atau siapa aja"

Ketika Kimo hendak bangkit dari posisinya, segera Ray menahan lengan perempuan itu. Kimo menoleh, pandangannya jatuh pada tangan Ray yang menahannya kemudian ke arah laki-laki itu.

"Tanya gue aja. Jangan tanya Tara atau siapaun" kata laki-laki itu dengan serius.

Kimo mengangkat sebelah alisnya, kembali menatap lengannya yang masih ditahan dengan pemilik tangan tangan yang menahan secara bergantian. "Oke, tapi lepasin tangan lo"

Ray langsung melepaskan tangannya walaupun terdapat rasa canggung yang mendera.

"Zia dan Zea, kembar. Sebenarnya mereka gak ada masalah tapi banyak gosip yang enggak-enggak soal Zea. Gue gak ngerti kenapa tapi semua hal yang buruk justru mengarah ke Zea"

"Itu aja?" tanya Kimo lagi.

"Gue cuma tau itu" kata Ray sambil mengangkat bahunya.

Kimo mengangguk, lalu seketika ia kembali berfokus dengan bacaannya. Ia kembali menganggap Ray tidak ada.

***

"Lo tau Zia?"

"Tau apa?" Zia menatap teman sebangkunya yang sekarang bersama-sama sedang berjalan menuju kelas.

"Adik lo, dia sedikit aneh" kata perempuan itu. "Oh ya? Sedikit aneh gimana? Dia memang seperti itu kan setiap hari?" Jujur saja, Zia benar-benar tidak peduli.

"Lo benar. Mungkin cuma firasat gue saja" Zia tidak terlalu mendengarkan temannya itu dan memilih untuk berjalan lebih cepat agar ia segera masuk ke kelasnya.

Ia duduk di bangku bertepatan dengan suara bel masuk. Zia dengan sigap mengambil bukunya dari dalam tas dan tidak menyadari ada seorang perempuan melewati mejanya. Zia membuka buku tersebut dan menunggu sampai guru mereka masuk. Untuk beberapa semuanya terasa sama hingga tiba-tiba teman sebangkunya berbisik.

"Zia"

"Kenapa Lea?"

Perempuan itu, Lea menatap gurunya sekelilingnya sejenak kemudian ia kembali berbisik.

"Ada yang aneh di sini" kata nya.

"Apa yang aneh?"

Zia kembali menatap sekelilingnya dan lagi-lagi kembali berbisik. "Boleh gue tau siapa perempuan yang lo temui di kelas adik lo?"

Zia mengerutkan dahinya dan mengangguk. "Anak baru yang mirip bule itu. Kimora namanya. Kenapa?"

"Kalian bicarain apa? Lo punya masalah sama dia?"

"Kenapa si Lea? Gue gak ngerti arah pembicaraan kita"

Lea menghela napas, kemudian berkata dengan sangat pelan. "Lihat ke belakang. Lo bakal tau jawabannya."

Zia menoleh ke belakang. Ia terkejut karena menemukan Kimo duduk di kursi paling belakang sambil menatap ke arah nya dengan begitu mengerika. Psikopat, seperti itulah tatapannya. Secepat kilat, Zia kembali menoleh ke depan.

"Kenapa dia bisa di sini Le?"

"Gue juga gak tau. Tatapannya mengerikan. Kayak mau bunuh lo"

Zia menggelengkan kepalanya. Tidak, itu hanya Kimo. Apa yang harus ditakutkan? Pikirnya.

"Biarkan saja. Dia mungkin bodoh seperti adik gue"

"Gue gak yakin. Lo berhati-hati saja"

Merekapun terdiam dan mencoba untuk kembali berfokus dengan pelajaran.

Dari belakang, Kimo menaikkan sebelah alisnya dengan arti tertarik. Ia tertarik untuk merasakan ketakutan perempuan itu.

Apakah ia akan mencobanya? Sepertinya begitu. Menyenangkan sepertinya, iya kan?

Tbc.



Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang