Cuarenta y seis

119 6 0
                                    

Kimo berlari masuk ke dalam pagar rumah Sena yang dijadikan tempat tongkrongan gengnya. Kimo sesak napas, ia berdiri sejenak di depan pintu yang menjulang tinggi itu. Tanpa aba-aba, Kimo membuka pintu dan menutupnya dengan keras. Akibatnya semua orang yang tengah berkumpul dalam rapat itu menaruh perhatian kepada perempuan setengah bule yang sudah menyusup ke dalam markas mereka.

"Lo, udah gue bilang kasih tau apapun kan? Sekecil apapun kan soal Faras sialan itu?!" teriak Kimo sambil menunjuk Sena dengan tatapan tajam.

Semua orang sontak menoleh ke arah Sena yang malah jadi gugup karena ditunjuk seperti itu oleh Kimo. Sena meneguk ludahnya dengan susah payah, Sena yakin Kimo benar-benar perempuan yang gila.

Tiba-tiba Rafael berdiri, "Tunggu dulu. Kenapa nih Sen? Apa ada yang gue ga tau?"

Sena menatap Rafael dengan pandangan lelah. ia pun berdiri lalu menarik Kimo pergi dari ruangan yang ramai itu tanpa meninggalkan penjelasan. Semua orang di sana dibiarkan mati penasaran.

"Lo gila ya? Gue udah bilang kan ke elo kalau gue lagi rapat?" tanya Sena marah. Sekarang mereka berada di ruangan Sena.

Kimo melipat kedua tangannya di depan dada. Ia menatap Sena tanpa perasaan bersalah, karena dari awal ia tahu kalau apa yang dilakukannya adalah benar.

"Gue membayar lo mahal untuk memberi tahu gue semuanya ingat?"

"Tapi ini soal geng gue, bukan soal elo!"

Kimo menyipitkan kedua matanya, "Tapi kesepakatan kita memang bukan tentang gue, tapi tentang Faras dan geng nya yang sialan itu."

Sena terdiam. Seketika ia merasa terintimidasi. Apa yang dikatakan oleh Kimo benar.

"Seperti yang gue bilang, gue tidak akan mencampuri urusan lo dan geng lo itu. Gue juga tidak tertarik oke? Yang gue minta adalah gue ingin tahu apa saja masalah Faras yang lo tau termasuk masalah itu berhubungan dengan lo."

Kimo mengusap wajahnya dengan kesal, sulit sekali bekerja dengan orang bodoh, pikir Kimo. Kimo lalu berkata, "Sekarang gue tanya ya sama lo, apa masalah lo sama Faras sampai kalian mau perang?"

Sena menghela napas kasar, "Dia ngincar cewe gue oke?"

Alasan bodoh macam apa itu, pikir Kimo.

"Ya, gue tau apa yang lo pikirin. Tapi masalahnya bukan se-simple yang lo pikirkan," kata Sena menjelaskan. Secepatnya Sena pergi ke arah komputernya seolah mengecek sesuatu di dalam komputernya. Sementara itu, Kimo berjalan mendekati Sena, melihat apa yang akan dikerjakan oleh laki-laki itu. Kimo melipat kedua tangannya di depan dada, memperhatikan dan mencerna. Setelah Sena berhenti, Sena menoleh ke arah Kimo dan terlihat di sana Kimo terdiam mematung dengan apa yang dibacanya.

"Membunuh anak keluarga G?" tanya Kimo pelan, ia meminta penjelasan kepada Sena.

"Rahma, cewe gue, Nama awal keluarganya adalah G"

"Tapi gue juga," kata Kimo menatap Sena dengan serius.

Sena menghela napas. "Bener, tapi bukan lo yang diincar oleh Faras."

"Bisa saja kan itu sebenarnya gue?"

"Nggak. Di sini gaada persyaratan apa-apa. Yang penting misinya adalah keluarga berawalan G. Dan artinya ia hanya harus mengincar salah satu dari anak dengan keluarga G untuk mendapatkan uang 4 miliar."

Kimo terdiam.

"Dan bukan karena itu aja. Temen kami meninggal ternyata juga karena salah satu misi yang ada di sini. lo tau berapa yang mereka dapat? 2 Miliar. Mereka membeli nyawa temen gue dengan seharga 2 Miliar, gue ga terima."

"Terus apa yang bakal lo rencanakan?"

Sena menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi yang didudukinya. "Gue juga ga tau."

"Lo harus cari tahu soal Vino."

"Kenapa?"

"Karena Vino ga menginginkan Radit sadar. Gue denger dia sama Faras udah ngehianatin Radit karena sebuah perjudian. Gue penasaran apa semua perjudian, website dan misi ini berhubungan dengan masalah yang ditimpa oleh temen gue."

Sena mulai tertarik. "Temen lo siapa?"

"Zea. Dia seperti diancam dan disekap. Gue juga ga ngerti kenapa. Jujur saja gue ingin sekali memasukkan Vino ke dalam rumah sakit seperti yang gue lakukan kepada Radit. Tapi sepertinya itu tindakan yang gegabah untuk situasi sekarang."

Sena membelalakkan matanya. "Tunggu, tadi lo bilang apa? Lo yang membuat Radit seperti itu?"

Kimo maju beberapa langkah mendekati Sena seraya tatapan tajamnya yang begitu mengintimidasi. "Iya. Kenapa? Lo mau juga seperti itu?"

Sena meneguk salivanya susah payah. Dengan pelan memundurkan kursinya dari posisi Kimo. Ia jadi merasa ngeri berdekatan dengan Kimo.

"Lo harusnya ada di polisi Kim. Lo sudah melakukan tindak pidana."

"Tidak. Gue melakukan hal yang benar. Gue mengatakan ini ke elo karena gue yakin lo tidak akan sanggup untuk membocorkannya ke yang lain, iya kan?" Kimo menyeringai.

Sena kembali meneguk salivanya. Sepertinya ia tidak bisa main-main dengan seorang Kimora.

***

Faras merokok. Biasanya ia akan merokok ketika ia merasa tidak aman atau sedang gusar karena sesuatu hal. Ia mengisap rokok itu dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan perlahan.

"Kita harus cari perempuan itu kemana?" tanya laki-laki yang bersama dengan Faras.

"Dia kabur lagi?" tanya Faras acuh tak acuh.

"Lo tau kan? Sena selalu melindungi perempuan itu."

Faras membuang puntung rokoknya, lalu menginjak-nginjaknya. Laki-laki itu benar-benar pusing dengan misi yang ia dapat kali ini karena ternyata ada clue tambahan dalam misi itu. Setelah ia mencari perempuan dari keluarga G, ia juga harus mencari tahu apakah perempuan itu memiliki tanda lahir berwarna merah di punggungnya. Sial!

"Apa gaada celah buat ambil perempuan itu dari Sena?"

"Nggak sepertinya. Kemana-mana, Sena selalu mengikutinya."

"Culik saja dia saat berada di rumahnya."

"Lo kan tau dia kalau di rumah ada pengawalnya."

"Argh, pasti ada celah! Kita harus cari tahu apa dia anak dari keluarga berawalan G yang punya tanda lahir warna merah di punggungnya atau enggak!"

"Permisi," celetuk seseorang membuat kemarahan Faras teralihkan sejenak. Di sana berdiri Baraq lengkap dengan buku di genggamannya.

Faras menatap Baraq dengan seksama, lalu melihat ke arah teman yang menjadi pelampiasan kemarahannya seolah bertanya.

"Lo dengear semua?" tanya Faras hati-hati.

"Sebagian besar," Baraq tersenyum dengan tenang.

"Dan apa mau lo? Mengadu kepada Sena? Kepada guru? Atau kantor polisi?" ejek Faras berjalan mendekati Baraq, berusaha keras untuk mengintimidasi Baraq. Faras mencengkram kerah baju Baraq dengan kemarahan yang berusaha laki-laki itu pendam.

Baraq melepaskan tangan Faras dari kerah bajunya dengan santai, setelah itu ia seolah membersihkan kerah bajunya dari sentuhan Faras.

Baraq tersenyum santai, "Yang gue mau adalah bergabung dengan lo Faras. Gue mau jadi salah satu anggota komunitas lo."

Faras tersenyum miring. Ia memperhatikan Baraq dari atas sampai bawah seolah menilai apakah laki-laki di depannya ini pantas. Kemudian Faras tertawa mengejek, ia berbalik dan meninggalkan Baraq yang masih saja tersenyum santai.

Teman Faras, berjalan mendekati Baraq. Ia menyentuh pundak Baraq, lalu ikut tersenyum. "Welcome to the hell, Bro." katanya, lalu berjalan mengikuti Faras yang sudah duluan.

Tbc. 

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang