Bagian 1

1.3K 102 49
                                    

"Kenapa ada bintang di langit ayah?" tanya Lyra kecil pada ayahnya.

"Kamu menanyakan hal yang aneh Lyra. Sama halnya jika ayah bertanya, mengapa ada kamu di dunia ini," jawab sang ayah.

"Karena aku dilahirkan yah," sahut Lyra.

Ayah Lyra menjawab sambil tersenyum, "Begitu juga dengan bintang. Dia dilahirkan."

"Oleh ibu bintang?" tanya Lyra dengan penuh kebingungan.

"Oleh nebula," jawab ayahnya singkat.

Lyra kembali bertanya lagi, "Nebula? Nebula itu ibu bintang?"

Ayah Lyra tertawa sambil mengusap kepala anaknya yang berumur tiga tahun itu. "Nebula itu seperti kabut atau awan antarbintang yang terbentuk atas gas, debu, dan plasma. Gas dan debu yang ada di dalam nebula ini yang nantinya akan menghasilkan bintang-bintang." kata Ayah Lyra menjelaskan.

Otak Lyra dipenuhi berbagai pertanyaan. Dia kembali bertanya pada ayahnya, "Apa bintang juga tumbuh dan berkembang seperti Lyra? Apa bintang juga pernah jadi bayi?"

Tanpa merasa terbebani ayahnya menjawab semua pertanyaan Lyra, "Tentu saja. Ayah biasa menyebut bayi bintang sebagai protostar."

"Protostar? Keren... Suatu saat Lyra akan terbang ke langit untuk lihat protostar yang lahir dari perut nebula ayah," kata Lyra kecil bersemangat.

Ayah Lyra tersenyum mendengar impian anak perempuannya itu. Ayah Lyra memangkunya dengan penuh kehangatan.

"Kamu itu protostar Lyra. Kamu akan bersinar sehebat bintang-bintang diatas sana. One day you will be a star," kata sang ayah dengan penuh keyakinan.

***

Pagi ini suara alarm terdengar cukup kencang. Lyra kecil mulai membuka kedua matanya. Melihat keluar jendela, menatap matahari dalam waktu sesaat dan segera beranjak dari tempat tidurnya.

"Ayaaahhh... Lyra ikut ke observatorium hari ini! Lyra mau lihat matahari lagi!" teriak Lyra sambil berlari menuju ruang makan. Ayah Lyra menyambut Lyra yang berlari, lalu menggendongnya.

"Wah ilmuwan kecil ayah sudah bangun. Mau lihat matahari? Mandi dulu baru boleh ikut ayah," kata Ayah Lyra sambil mencubit hidung mungil anak kesayangannya.

"Siap profesor!" sahutnya sambil memberi hormat pada ayahnya.

***

Lyra berjalan sambil menggandeng tangan ayahnya, memasuki observatorium Bosscha. Matanya berbinar melihat teleskop besar dihadapannya.

"Wah hari ini Lyra ikut lagi?" tanya seorang teknisi.

"Iya, Lyra mau lihat matahari," jawabnya penuh semangat.

"Lyra lihat mataharinya sama om Thomas ya," kata Ayah Lyra.

"Siap ayah profesor!" sahutnya semangat.

Sejak umur tujuh tahun Lyra sangat suka ikut ayahnya bekerja di observatorium. Ayah Lyra adalah seorang profesor astronomi. Selain meneliti di observatorium Bosscha, ayah Lyra juga mengajar di institut ternama di Indonesia, Institut Teknologi Bandung. Sejak kecil Lyra sudah diajarkan ilmu astronomi oleh ayahnya. Dia bercita-cita untuk menjadi profesor seperti ayahnya dan bisa pergi keluar angkasa.

Saat ini umur Lyra adalah 10 tahun. Tapi dia sudah duduk di kelas tujuh SMP. Kecerdasan yang didapatkan dari ayahnya dan ibunya yang juga seorang profesor fisika menjadikannya lebih pintar dari anak seusianya. Kebiasaannya sejak kecil adalah belajar dan belajar.

Lyra memiliki suatu masalah dengan kemampuan sosialnya. Dia hanya bisa dekat dengan orang-orang yang dikenalnya dalam waktu lama. Hal ini lah yang menyebabkan Lyra mengalami kesulitan berteman dengan teman-teman di sekolahnya.

Tujuh Tahun CahayaWhere stories live. Discover now