Bagian 25

64 13 9
                                    

"Ave kayaknya gue sakit jantung deh," kata Lyra ragu.

Ave kaget mendengar pernyataan Lyra. Wajahnya langsung menoleh ke wajah Lyra. Lyra hanya tertawa meringis melihat respon Ave. "Gue sakit jantung juga kalo gini sih," gumam Ave dalam hati. Ave segera memalingkan wajahnya dan kembali menutup matanya dengan lengan.

"Ave, ntar lo lulus duluan ya berarti?" tanya Lyra.

"Semoga aja. Lo kira lulus dari Astronomi gampang," jawab Ave seadanya. Mungkin memang gampang untuk Lyra. Tapi butuh perjuangan lebih untuk Ave.

"Iyasih, ntar abis lulus lo mau kemana?" tanya Lyra lagi.

"Nikah," jawab Ave asal.

"Emang bisa nikah kalo belum kerja?" tanya Lyra polos.

Ave hanya diam, malas menjawab pertanyaan Lyra yang tak ada habisnya. Jika dia jawab maka akan muncul lagi pertanyaan lainnya. Ave berpura-pura tidur.

"Ave..." panggil Lyra. Tapi tak mendapat jawaban dari Ave. "Yah udah tidur, dasar beruang kutub."

Ave hanya tersenyum singkat kemudian benar-benar terlelap. Sekitar dua jam Ave tertidur. Saat dia membuka mata ternyata Lyra juga tertidur pulas. Wajah Lyra tampak lucu saat tidur. Pipinya sedikit menyembul karena menghimpit dada Ave, mulutnya sedikit terbuka, dan napasnya teratur. "Lo lucu kalo lagi diem, kalo lagi gak diem gue harus jadi orang pinter dulu. Susah ngadepin cewek pinter akademis tapi bego masalah hati." Ave menyentuh pipi Lyra dengan telunjuknya, kenyal seperti mochi.

"Heeeehh, calon bini gue! Jangan sentuh-sentuh!" teriak seseorang yang tiba-tiba berjalan mendekat ke arah Ave.

Ave dengan mudah mengenali sosok itu, Orion. Ave meletakkan jarinya di bibir, memberi tanda pada Orion agar tidak berisik karena Lyra sedang tidur. Orion cukup tanggap dengan kode yang diberikan Ave, dia segera menghentikan suaranya. Kini Orion sudah ada di hadapan Ave.

Ave berusaha memindahkan kepala Lyra ke ranselnya. Berhasil, dan Lyra tidak terbangun. Ave mulai menggerakkan lengannya yang pegal karena menyangga kepala Lyra sejak tadi.

"Lo sejak kapan di Jepang?" tanya Ave yang sudah duduk bersanding dengan Orion diatas rumput.

"Udah kemarin siang, cuma gue menikmati Tokyo dulu sebelum berangkat ke Kyoto. Gue lihat Lyra update status udah di bandara, terus katanya mau ke sini, yaudah gue langsung kesini. Beneran dong ternyata kalian disini. Gue tadi macem orang bego muter-muter, ini taman luas banget." Orion meletakkan tangannya kebelakang dan wajahnya mencoba menatap langit. "Cuacanya cerah," lanjutnya.

"Lo beneran suka sama Lyra?" tanya Ave tiba-tiba.

Wajah Orion langsung beralih ke wajah Ave. "Cuacanya mendung," katanya lagi. Kemudian tertawa. "Santai aja Ave, lu kalau mau suka sama Lyra juga gak papa lah. Soalnya gue paham, Lyra pasti bakalan ngikuti kemauannya sendiri. Entah dia maunya suka sama gue, atau sama lo, atau sama yang lain. Yang gue tau gue suka sama Lyra, tapi terserah Lyra mau suka siapa."

Lyra menggeliat, Ave dan Orion langsung melihatnya. Lyra berusaha bangun dan duduk di hadapan Ave dan... Orion. "Orion?" pikir Lyra. Lyra menggosok matanya, tapi tidak pakai sikat, dengan jarinya. "Orion?!" pekik Lyra menyadari benar-benar ada Orion di depannya. Orion hanya tersenyum sambil membuka kedua tangannya, memberi tanda untuk pelukan selamat datang. Lyra segera melompat dalam pelukan Orion. "Kangeeeeennn!"

Orion memeluk Lyra erat sambil melihat wajah Ave sesaat. "Sama gue juga kangen sama lo ra!"

"Kok ngomongnya jadi lo gue lo gue, eh tapi medoknya masih." Lyra melepaskan pelukannya dan tertawa.

"Gak papa sih, biar gaul gitu loh." sahut Orion seenaknya. Lyra hanya tertawa mendengarnya. "Ra, gue mau ngomong hal penting. Kebetulan ada Ave juga." Orion menegakkan posisi duduknya diiringi wajah penuh tanya Lyra.

"Kenapa?" tanya Lyra. Lyra menatap Ave, "Wah gila sih kenapa Ave ikutan serius mukanya," pikir Lyra.

"Gue mau jujur, kalau sebenernya gue suka sama Lo! Gue pengen lo jadi pacar gue," kata Orion cepat.

"Hah?" sahut Lyra kaget. "Lha kok tiba-tiba jadi begini. Terus hubungannya sama Ave apa?" tanya Lyra bingung.

Orion menyenggol tangan Ave. "Gue juga suka sama lo, tapi gue gak mau lo jadi pacar gue!" kata Ave sama cepatnya dengan Orion. Ave menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sesekali membenarkan posisi kacamatanya yang memang sudah benar.

Lyra terdiam bingung. Wajahnya tampak berfikir. "Hmmm..." gumamnya. "Jadi gini ya," kata Lyra menggantung yang berhasil membuat wajah Ave dan Orion menunggu. "Sebelumnya Lyra minta maaf sama temen-temen terbaik Lyra ini," kata Lyra sambil mencubit sebelah pipi kiri Ave dan sebelah kanan pipi Orion. "Lyra senang berteman sama kalian, tapi maaf, kalau masalah hati Lyra belum bisa. Hati Lyra masih nyangkut di masa lalu. Masih nyangkut di tujuh tahun yang lalu. Lyra belum berhenti nyerah sama cinta pertama Lyra."

Mata Ave berbinar seketika mendengar perkataan Lyra. Lyra masih mengharapkan sosok Venus untuk hadir lagi, yang tidak lain itu adalah Ave. Ave tersenyum.

"Jadi, daripada nanti Lyra nyakitin kalian berdua. Lyra, Orion sama Ave berteman aja ya." Lyra tersenyum lebar, membuka kedua tangannya meminta pelukan dari Ave dan Orion.

Tak pikir panjang, Ave dan Orion segera menerima pelukan Lyra. Mereka berpelukan bertiga layaknya teletubbies. "Maaf ya," kata Lyra pelan.

"Gue seneng sih malahan." Orion melepaskan pelukannya. "Jadi gue udah tau perasaan Lyra, jadi gue gak perlu lagi menunggu. Sakit sih ketolak, tapi gapapa cuma bentar. Dari sini akhirnya gue bisa melangkah lebih jauh. Waktunya melangkah ke depan, life must going on!"

Ave hanya diam dan tersenyum. Lyra menyadari bahwa Ave belum mengatakan apapun. Lyra melotot ke arah Ave. "Apa?" tanya Ave.

"Lo gimana? Gapapa juga gue tolak?" tanya Lyra.

"Apanya? Kan gue bilang gamau jadi pacar lo. Gue udah nolak duluan sebelum lo tolak," jawab Ave yang kemudian tertawa terbahak-bahak.

Lyra menepuk dahinya, tak habis pikir dengan tingkah temannya yang satu ini. Orion pun sebal dengan reaksi Ave, dan benar Ave mendapatkan toyoran gratis dari Orion. Ave mengaduh pelan dan masih tetap tertawa.

"Gue gak butuh jadi pacar lo ra, karena gue gak mau jadi mantan lo. Lo adalah rencana terbesar dalam hidup gue. Gak akan gue sia-siain. Jadi teman lo saat ini sudah cukup untuk jagain lo, untuk membayar bertahun-tahun masa suram lo tanpa ada gue disana. Semoga lo selalu bisa jaga hati lo buat Venus, buat gue. Gue akan jemput hati lo di waktu yang paling tepat. Tapi bukan sekarang," kata Ave dalam hati. Ave memandang Lyra dengan senyum tulusnya.

"Oke karena kita sudah bertiga, kemana kita sekarang?" tanya Lyra. "Oh iya foto!" Lyra segera mengambil kamera polaroidnya kemudian menyeret kedua laki-laki ini sedikit jauh agar danau di belakang mereka terlihat. Lyra menghentikan seseorang asing yang lewat disekitar mereka. "Excuse me, would you help me to take our picture?" tanya Lyra sambil menunjukkan kamera polaroidnya.

"Oh, sure," sahut orang itu.

Lyra segera memberikan polaroidnya. "Please take three photos of us," pinta Lyra lagi sambil menunjukkan tiga jari.

Mereka bertiga akhirnya berfoto. Tak butuh waktu lama. Lyra mengucapkan terimakasih kepada orang itu dan mengambil kamera serta hasil fotonya. Lyra menimbang-nimbang dari ketiga foto itu, mana yang akan Lyra ambil dan mana yang akan diberikan pada Ave dan Orion. "Ish, gue jadi pendek banget foto diantara kalian berdua. Kalian waktu kecil suka jilatin tiang listrik ya?" tanya Lyra dengan wajah sebal menggemaskan.

Satu toyoran pakai diskon dari Ave melayang cuma-cuma ke kepala Lyra. "Lo waktu kecil suka jilatin dakochan?"

Lyra langsung mencubit perut Ave dan memelototinya dengan wajah super sebal. Sementara Ave hanya tertawa. Tiba-tiba suara dering telpon terdengar. Ave dan Lyra saling memandang mempertanyakan sumber suara. Tak lama Orion segera mengeluarkan ponselnya dan menerima panggilan itu.

Beberapa saat Orion fokus dengan percakapannya di telpon. "Kalian malam ini menginap di rumah Om Hanif?" tanya Orion tiba-tiba.

Ave dan Lyra hanya mengangguk.

"Oke om," kata Ave yang kemudian memutus panggilan telponnya. Sementata Ave dan Lyra hanya terdiam penuh tanya.

Tujuh Tahun CahayaWhere stories live. Discover now