Part 37

34.4K 1.9K 85
                                    

Apa kau sudah menemukan Clarisse dan Nick, Stevan?" tanya Paul tajam kepada asistennya yang saat ini berdiri kaku dan hormat. Semenjak peristiwa semalam, Paul benar-benar geram dengan tindakan putranya yang ternyata tidak pulang ke rumah lagi. Nicholas bahkan tidak menghubunginya sekalipun dan mengacuhkan setiap perkataannya. Entah apa yang sebenarnya sudah terjadi pada putranya itu hingga lelaki itu pun berani menentang semua perintahnya tersebut.

"Maaf, Tuan. Saya belum berhasil menemukan keduanya." sahut Stevan pelan. "Beberapa orang suruhan Anda tidak dapat menemukan keduanya di manapun juga."

"Bagaimana dengan rumah Anthony? Apa kau sudah mencarinya di sana?" tampak jelas Paul menahan amarahnya di hadapan orang kepercayaannya yang semalam bertugas mencari keberadaan kedua anaknya itu. Matanya kemudian melirik istrinya, Eliza, yang duduk di sofa tunggal di sudut ruang kerja pribadinya tersebut sambil meremas kedua tangannya dengan cemas dan sedih. Raut wajahnya terlihat begitu mengkhawatirkan keadaan kedua putra putrinya.

"Sudah, Tuan. Namun tak terlihat siapapun di rumah itu selain asisten kepercayaan Mr. Anthony. Kami juga sudah menanyainya dan dia bilang kalau dia sama sekali tidak tahu di mana Tuan Tristan berada karena saat itu dia sudah pulang."

"Bagaimana dengan rumah sakit tempat Anthony di rawat? Kau sudah mencarinya sampai ke sana juga?"

"Semua sudah saya lakukan, Tuan. Saya juga sudah bertanya pada seorang teman Tuan Tristan yang di rawat di sana. Namun tampaknya lelaki itu pun tak tahu di mana Tuan Tristan dan Nona Clarisse berada."

Paul mengetatkan gerahamnya. "Kalau begitu segera cari keberadaan mereka berdua sekarang juga, Stevan. Di manapun." tukasnya seraya menekankan setiap kalimat yang dia ucapkan. "Jika perlu, kau cari mereka di seluruh pelosok Inggris tak terkecuali wales. Dan jangan lupa, hubungi teman Clarisse yang bernama Jessica itu. Mungkin saja wanita itu mengetahui sesuatu."

"Baik, Tuan." sahut Stevan seraya membungkukkan tubuh dengan hormat, bersiap pamit dan mengerjakan setiap titah Paul secepatnya.

"Tunggu, Stevan. Aku melewatkan satu orang lagi." Paul menyipitkan matanya begitu mengingat Robert. Kehadiran teman Nicholas itu tentu tak bisa di abaikan begitu saja. "Hubungi Robert. Laki-laki itu sedang bekerja di bawah pengawasan petinggi Scotland Yard. Mungkin dia juga mengetahui sesuatu dan sebaiknya kau bertindak cepat. Aku mau keberadaan mereka sudah di ketahui satu jam lagi. Apa kau mengerti?" desis Paul tak sabar.

"Akan saya usahakan, Tuan." tukas Stevan yang kemudian bergegas meninggalkan ruangan tersebut.

Sepeninggal Stevan, Paul mengalihkan tatapannya pada Eliza. Ia kemudian mendekati wanita itu yang tetap bergeming di tempat duduknya dengan sorot mata tak lepas mengamatinya sedetikpun. "Jangan terlalu di pikirkan, Eliza--"

"Kenapa kau bertindak seperti ini? Apa kau tidak sadar kalau sikap kerasmu itu bisa membuat Nick dan Clarisse sedih?" sambar Eliza yang sudah mengetahui kekeraspalaan suaminya perihal larangannya kepada Clarisse dan Nicholas untuk tidak menjalin hubungan dengan Tristan dan Alisson.

"Sedih?" ujar Paul mengejek. "Mereka tidak akan sedih hanya karena hal sepele ini, Eliza."

"Ini bukan hal sepele, suamiku." tegur Eliza lirih. "Kau sudah membuat keduanya kabur dari rumah. Tidakkah kau berpikir kau sudah melakukan hal yang salah pada mereka?" bisikannya terdengar penuh kesedihan.

"Tidak ada orang tua yang ingin melakukan hal yang salah pada anaknya, Eliza." balas Paul tajam. "Aku melakukan hal yang sudah sepantasnya aku lakukan."

"Tapi kau sudah melarang mereka untuk berhubungan dengan orang yang mereka cintai." sahut Eliza berani seraya menatap nanar suaminya. Baru kali ini ia berani mendebat suaminya secara gamblang. "Kau pikir tindakanmu itu mampu membuat keduanya bahagia?"

The Target ManWhere stories live. Discover now