4 - Bayangan di Malam Hari

135 21 5
                                    

Author : catnissfeed
Lagu : Shawn Mendes - Running Low

***

Mayoritas orang di rumah sakit tampak cemas, dan Vicky termasuk dalam golongan minoritas. Ia bahkan tak tahu mengapa malam-malam begini ia harus datang kemari. Kalau bukan karena telepon dari adiknya, mungkin ia akan kelayapan sepanjang malam.

"Tadi, setelah Kakak pergi, Ibu pingsan," ujar adiknya lesu setelah lama mereka saling membisu di kursi ruang tunggu rumah sakit.

Vicky diam saja. Menatap adiknya pun tidak.

"Aku bingung, dan .... panik. Jadi, segera saja kutelepon ambulans," lanjut adiknya masih lesu.

Vicky masih diam.

"Kupikir Kakak tidak akan datang, ternyata aku salah."

Vicky mengalihkan tatapan dari kondisi sekitarnya ke arah jam dinding yang ada. Pukul sepuluh tepat. Ia mengembuskan napas.

"Kakak pergi lagi," ujarnya, bangkit dari kursi.

Vicky pikir, adiknya akan menahan kepergiannya, seperti yang sudah-sudah. Namun sampai ia telah berada di luar rumah sakit, bersentuhan dengan udara malam yang dingin, tak ada yang menahannya. Tak ada yang memanggilnya agar kembali.

Vicky tidak mau memahami isi hatinya saat ini. Ia memilih untuk mengeraskan diri. Ia berjalan. Tak sedikit pun menoleh ke belakang. Ia akan segera pergi dari sini. Untuk apa pula ia datang ke sini?

Begitu sudah berada di dalam mobil, Vicky menyalakan mesin dan segera melesat bergabung dengan kendaraan-kendaraan lain di jalan raya. Malam ini jalanan lengang. Pas dengan suasana hati Vicky yang membutuhkan satu hal: kebut-kebutan di jalan raya.

Nguoooong ....

Malam ini sama seperti malam-malam menyesakkan sebelumnya. Tak ada tujuan. Hanya bersahabat dengan malam. Ia mengemudi ke mana hatinya mengarah. Tak peduli akan tersasar. Tak peduli akan dampak lain. Ia hanya butuh pelampiasan. Mengenyahkan bayangan dalam benak. Melupakan masalah. Melepaskan emosi.
"Kenapa?" Tiba-tiba muncul bayangan adiknya kemarin. Saat itu mereka sedang berada di motor, di tengah jalan raya yang padat. "Kenapa, Kak?"

Saat itu Vicky tidak menjawab. Hanya melirik adiknya yang berseragam putih abu-abu dan berjilbab putih itu melalui spion. Air mata mengalir mulus di pipi gadis itu. Vicky enggan melihat. Ia kembali fokus pada mobil di depannya.

"Kakak jawab!" bentak adiknya. Sukses memancing perhatian sekitar.

"Jangan bentak Kakak! Kakak melakukan ini untuk kebaikanmu," Vicky balas membentak.

"Kebaikanku atau kebaikan Kakak, hah?"

Vicky memejamkan mata. Ia berharap lampu perempatan segera berubah hijau.
"Kamu jangan dekat-dekat Umar lagi!"

"Kenapa?"

Adiknya sejak dulu memang tidak pernah berubah. Selalu "kenapa". Selalu menuntut alasan.

"Kakak nggak bisa jawab, kan? Sekarang aku tanya, bukannya Kakak udah nggak peduli sama aku? Kenapa tadi tiba-tiba Kakak datang, trus marahin Umar, padahal Umar cuma mau antar aku pulang, Kak. Kenapa?"

Kemudian muncul sekelebat bayangan lain. Pengalaman yang tak pernah ia sentuh karena terlalu pahit untuk diingat.

***

Delapan tahun yang lalu.

"Bella peringkat berapa, Bu?"

"Alhamdulillah. Peringkat dua."

Raisin Des Sables [challenge songfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang