#2

1.9K 156 0
                                    

Beruntung kali ini Sana selamat dari hukuman yang ia takutkan, sesampainya ia di kampus Sana berlari sekuat tenaga menuju kelasnya di lantai 2. Sesampainya di kelas Sana bisa bernafas lega karena ternyata dosen killernya yang satu ini tidak dapat menghadiri kelas dikarenakan akan segera melahirkan.
'Huhh..untunglah'
Desahnya begitu mengetahui yang sebenarnya.

"Yaaa Choi Mi Ra, kenapa kau tidak memberi tahuku kalau Ji An saem akan melahirkan? Kau tahu aku terburu-buru kesini sampai melewatkan sarapan pagi berhargaku." Ucap Sana dengan memegang perut ditambah raut wajah yang menyedihkan.

"Omooo uri Sana, neomu bulsange. Lihatlah smartphonemu, aku sudah berusaha mengirimkan pesan sebanyak mungkin agar kau tidak usah terburu-buru menuju kampus dan bisa menikmati sarapan pagimu yang berharga itu."jawab Mi Ra.

"Jinjja? Kau memang yang terbaik, mian Mi Ra-ya mungkin tadi ak terburu-buru jadi ak tidak sempat melihat ponselku." Ucap Sana sembari merogoh isi tasnya untuk mencari smartphonenya.

"Yaa Choi Mi Ra, apa kau melihat ponselku?" Tanya Sana sembari melihat sekelilingnya.

"Ponsel? Kau belum mengeluarkannya Sana-ssi. Ingat? Setelah kau datang dan duduk kau langsung menceramahiku. Mungkin kau tinggalkan di rumahmu, karena tadi kau terburu-buru." Jawab Mi Ra.

"Ahhh molla, aku tidak ingat aku meninggalkannya di kamar. Mi Ra-ya boleh ku pinjam ponselmu? Aku akan mencoba menghubungi bibi Han untuk mengecek apakah benar tertinggal di kamarku." Pinta Sana.

"Boleh saja, tapi Sana-ya. Bolehkah kau sekalian isi pulsanya? Sudah 3hari ini aku tidak isi karena ak sedang bertengkar dengan Jisuk."
Yaa Mi Ra mempunyai namchin bernama Jisuk ia adalah mahasiswa yang cukup terkenal di kampus. Berbeda dengan Mi Ra, Jisuj mengambil jurusan seni musik. Mereka berhubungan sudah cukup lama. Tapi akhir-akhir ini mereka bertengkar karena jadwal Jisuk sebagai mahasiswa seni yang begitu padat, sehingga tidak sempat memberi kabar pada Mi Ra.

"Ishhh tidak jadi. Lagi? Bertengkar? Yaa kalau memang sudah tak ada rasa akhiri saja. Jangan memaksakan." Ucap Sana kepada Mi Ra. Disusul dengan wajah Mi Ra yang ditekuk mendengar perkataan sahabatnya itu.

"Yaaa minta dihajar? Hahaha sudahlah, kau lapar kan? Ayo ke kantin, kita gantikan sarapan pagi yang berhargamu itu. Kajja." Ajak Mi Ra sembari merangkul pundak sahabatnya itu.

"Baiklah kajja. Lagipula tidak sepertimu aku tidak terlalu memikirkan smartphoneku, siapa juga yang akan aku hubungi selain samchun." Curhat Sana.

"Yaaa! Naneun?" Tunjuk Mi Ra pada dirinya sendiri.

Mereka berjalan keluar menuju kantin sembari tertawa bersama. Sana dan Mi Ra memang sudah bersahabat sejak mereka duduk di bangku SMA. Keduannya berniat untuk menjadi pengacara, sebab itu lah kali ini mereka bersama lagi. Bedanya Mi Ra masuk tidak dengan beasiswa. Keluarga Mi Ra lumayan mampu untuk menguliahkan anaknya.

***
Diperjalanan pulang Sana menaiki bus menuju rumahnya. Sebenarnya dari tadi ia memikirkan dimana ia meninggalkan ponselnya. Didalam sana ada banyak photo berharga sepeninggalan ayah dan juga ibunya. Itulah satu-satunya yang Sana punya. Kejadian 7 tahun lalu membuat Sana dan kedua orang tuanya terpisah dan juga semua harta yang mereka miliki ludes terbakar. Sana merupakan anakanak satu-satunya dari keluarga Minatozaki. Ayah Sana merupakan orang Jepang yang tinggal dan besar di Korea sedangkan ibu Sana asli Korea. Mereka hidup berkecukupan dan bahagia. Sampai suatu saat aliran listrik yang konslet pada saat mereka terlelap sehingga mereka tidak sadar. Semua tetangga yang ada di sekitar sana membantu mengeluarkan mereka hanya saja pada saat berhasil mengeluarkan Sana api semakin menjadi dan petugas penyelamatan sulit membuka pintu kamar kedua orang tuanya. Sehingga mereka tidak terselamatkan.

Sesampainya dirumah Sana disambut hangat oleh keluarga pamannya yang sudah seperti keluarga baru bagi Sana.

"Sana-ya kau sudah pulang? Ayo kita makan, bukannya tadi pagi kamu tidak sarapan pasti kau sangat lapar kan? " ajak bibi Han dengan senyum hangatnya.

"Ne imo, aku akan membersihkan badanku dulu setelah itu aku akan turun." Jawab Sana.

"Noona bantu aku mengerjakan tugasku ne? Jeballll.." pinta San Ha.

"Yaa jangan lupa matikan airnya sehabis mandi Sana-ya, kau selalu lupa." Ucap paman Park.

"Iyaaayaa hahahaha aku keatas dulu.."
Sana sangat bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang, ia tidak perlu merasa sendiri banyak orang disekelilingnya yang sayang padanya. Entah bagaimana jika saat itu tidak ada paman Park dan bibi Han.

Sana langsung menuju kamar dan lebih tepatnya menuju kasurnya untuk mencari ponselnya. Tapi segiat apapun Sana mencarinya smartphonenya itu tidak ada disana. Sana memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum lanjut mencarinya. Setelah itu ia turun kebawah dan menyantap hidangan yang telah disiapkan bibi Han. Lalu ia menepati janjinya untuk membantu tugas San Ha.

"Mengerti? Jadi kau tinggal memasukan V3 ke dalam kalimat ini." Terang Sana kepada San Ha.

"O arraseo, noona gomawo aku jadi sedikit mengerti hahaha " jawab San Ha.

"Nee, jika kau butuh bantuan lagi dalam tugasmu katakan saja. San Ha-ya, apa aku boleh meminjam ponselmu? Noona kehilangan ponsel sejak pagi tadi. Bolehkah noona meminjam untuk menelpon keberadaan ponsel noona? Ne? Jebal." Pinta Sana.

"Geurae, pakailah noona." Ucap San Ha sembari memberikan smartphonenya itu.

"Gomawo." Sedapatnya smartphone San Ha, Sana pergi ke dapur untuk menelpon ponselnya.

Tersambung. Hanya saja tidak ada yang mengangkatnya. Sana mencoba menghubunginya lagi, kali ini juga tersambung dan seseorang mengangkatnya.

To be continued 😉

Precious Life (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang