Chapter 9 - "Bisikan"

21.9K 2.8K 42
                                    

YUKI

Argh, seharusnya aku tahu kalau sialan itu pasti tidak akan membiarkanku hidup begitu saja di sini. Ayahku memintamu menjengukku?! Omong kosong! Sesibuk apapun dia, aku yakin dia akan datang dengan sendirinya di rumah sakit. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika Ootonashi tidak datang tadi, mungkin saja dia sudah melakukan hal aneh lain untuk melenyapkanku. Memang sampah!

Kulirik Ootonashi yang tampak menatap lurus ke arah punggung tanganku yang lemas di atas matras.

"Ootonashi," tegurku yang membuatnya tersentak kaget, dia nampak gelagapan seperti baru saja berbuat salah. "Apa yang sedang kau lakukan?"

"Memangnya...aku kenapa?" Jawabannya tak terdengar seperti jawaban, sebab dia menggunakan nada bertanya. Tapi aku tak perlu mempermasalahkan hal itu.

Ootonashi dan keluarganya memiliki kemampuan lebih di seluruh inderanya. Lalu aku mendarat dan berhenti melayang-layang. Kalau memang semua keluarga Ootonashi punya ..., si sialan itu juga kemungkinan punya, kan?

Entah tadi dia pura-pura melihatku atau memang tidak bisa melihatku..., aku tidak tahu.

"Ootonashi." Aku memanggilnya setelah beberapa saat mencoba menenangkan diriku. "Paman tadi...siapa?" Geli juga rasanya memanggil si sialan itu dengan sebutan 'Paman', karena kenyataannya seluruh tubuhku bereaksi dan jelas memberontak apa yang kuucapkan, meski hanya jiwa.

Ootonashi nampak bingung saat hendak menjawab, atau dia malah mencurigaiku karena aku bertanya macam-macam?

"Tadi itu pamanku," balasnya yang membuat seluruh diriku sungguh ingin meluruh turun.

"Tapi...dia seperti tidak melihatku tadi?" tanyaku masih berusaha optimis. Masih ada harapan.

Ootonashi duduk di kursi yang ada di dekat tempat tidurku. "Dia itu sepupu Ibuku, dan yang punya kelebihan itu...semua dari pihak ayahku."

Rasanya aku hampir meleleh saking leganya.

Meskipun aku masih ragu tentang dia yang tidak tahu mengenai kelebihan Ootonashi. Secara, Kanata sialan itu orang yang sangat licik. Dulu aku pernah tak sengaja memergokinya memanipulasi data keuangan perusahaan Ayah. Aku heran, mengapa Ayah bisa memberikan kepercayaan yang begitu besar padanya. Sampai sudah seperti tangan kanan Ayah di perusahaan pula. Entah bagaimana bisa, orang licik seperti dirinya.

Ingin sekali aku bertanya perihal itu-apakah dia tahu tentang kelebihan kalian?

"Tidak perlu cemas, meskipun wajahnya sangar begitu, dia baik kok."

Kalau aku bisa membagi ingatanku kepadamu, aku tidak akan segan-segan melakukannya.

Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Tidak mungkin aku diam dan menunggunya sampai dia 'bergerak' dan memulai semuanya, kan? Dan tidak mungkin juga aku menceritakannya kepada Ootonashi. Aku hanya orang yang baru dikenalnya, dan si sialan itu adalah pamannya. Bagaimana kalau dia ternyata lebih memihak ke pamannya daripada aku? Semuanya bisa kacau.

"Ada yang kau khawatirkan?"

Banyak, pikirku. "Tidak ada, tidak perlu khawatir."

Ootonashi mengangguk pelan, lalu kembali menatap lurus ke punggung tanganku. Entah apa yang diperhatikannya. Saat kulirik dia, rupanya dia juga sedang melirikku dari ekor matanya. Ekspresinya terhadapku penuh kecurigaan. Tatapannya seolah mengatakan...,

'Aku tidak mempercayaimu.'

*

Larut malam.

Mungkin benar kenyataannya kalau 'hantu' menakut-nakuti manusia tengah malam begini. Karena kenyataannya, aku sama sekali tidak bisa memejamkan mataku dan menikmati tidur. Sejak aku tertabrak dan ragaku terpisah dari tubuhku, aku sudah berusaha keras untuk tidur, aku ingin melupakan semua mimpi buruk yang tengah menimpaku.

DN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang