Chapter 25 - "DN (3)"

37.8K 3.4K 367
                                    

D'Note before we start:
Pertama-tama, aku ingin minta maaf atas kelabilanku. Beberapa hari yang lalu, aku memutuskan untuk mengunpublish chapter terakhir DN dengan alasan karena akhirnya aku menemukan alternatif ending yang mungkin lebih memuaskan daripada ending ini.

Aku bahkan ingin menulis ulang satu chapter ending, tetapi karena kendala waktu, kurasa itu tidak bisa terpenuhi dalam waktu singkat. Jadi daripada menggantungkan kalian dalam ketidakpastian, aku akan re-upload ending dari DN old version.

***

Mata lelaki itu terbuka perlahan, butuh beberapa saat baginya untuk menyesuaikan matanya dengan cahaya putih di atas sana. Masih dalam pandangan yang berkunang-kunang, lelaki itu memperhatikan dua orang yang menatapnya dengan senyuman haru dan harap-harap. Lelaki itu juga membalas senyuman mereka dengan lekukan kecil di sudut bibir saat pandangannya semakin lama semakin jelas.

"Kau sudah bangun?" tanya Ibunya dengan suara lembut, tak mampu menahan airmatanya yang telah terjatuh meluncur di pipinya.

Sementara Ayahnya pergi usai melihat Putra tunggalnya itu menatapnya dan berkedip berulang kali, Ayahnya memanggil dokter yang sudah mereka panggil untuk bersiap sedaritadi.

"Kau tidak apa-apa kan, Yuki?" tanya Ibunya sekali lagi, namun Putranya belum juga menjawab. Hanya bibirnya yang melengkung pucat dari balik masker oksigennya yang kini mulai berembun saat dia hendak berkata-kata, "Iya, Nak?"

"te...tele...pon," ucap Yuki terbata-bata. Tenggorokannya terasa amat kering.

Ibunya sudah mendengarkannya, namun tak sempat mengeluarkan ponselnya karena Dokter yang memeriksa lebih dulu masuk ke dalam ruangan itu, memeriksa pasiennya yang baru saja terbangun dari koma.

Senyuman lebar dari wajah sang Dokter menunjukkan bahwa kabar baik telah menunggu, belum lagi dokternya berbicara, kedua orangtuanya itu sudah menatap Putra-nya dengan gembira.

"Yuki hanya perlu menginap selama seminggu sebelum dia kembali, selama seminggu dia hanya akan melakukan terapi pemulihan ringan."

Keduanya benar-benar lega, lantas melirik Yuki yang terlihat ingin menjangkau air minum di nakasnya, masih dengan punggung tangannya yang dihubungkan dengan cairan infus.

"Terima kasih, Dokter!"

Ibunya lalu menghampirinya dan membantunya mengambil air minum, Ayahnya membantunya duduk. Yuki benar-benar terlihat lemas.

"Kau hanya perlu meminta tolong setiap kau butuh bantuan, Yuki," pesan Ibunya.

Usai minum, Putranya menjawab dengan senyuman bersahabat. "Ya, Yuki tahu."

Karena itulah yang Yuki lakukan saat dia benar-benar tersesat.

"Tadi kau bilang mau telepon siapa?" tanya Ibunya sambil mengeluarkan ponselnya dengan cepat.

"Yume."

*

Tanggal 26 Desember pagi, pria itu di sana, duduk dengan balutan pakaian hitam-putih khas warga tahanan. Pria itu menatap sinis setiap orang yang ada di sana, tempat ini benar-benar bukan untuknya. Ruangan sempit, kasur tipis, lantai bersemen kualitas rendah, jeruji berkarat dan toilet kotor? Kanata sendiri tak percaya bahwa dia sudah menghabiskan waktu semalam di tempat menjijikan seperti ini.

Ponselnya. Ya, Kanata butuh ponselnya. Dia akan menghubungi pengacara pribadinya jika dia menyentuh telepon nanti. Atau mungkin dia harus menghubungi anak buahnya untuk mencelakakan Yuki sekali lagi. Ah, juga Yuichi dan Yume yang menggagalkan rencananya. Dia akan disini mengawasi ketakutan mereka. Itu rencananya.

DN [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant