Chapter 21 - "Natal yang Penuh Rencana"

19.1K 2.6K 59
                                    

YUME

Hal yang paling menyenangkan, yang wajib dilakukan setiap musim dingin adalah duduk disamping penghangat ruangan.

Yah, seharusnya begitu, namun tidak dengan hari ini.

Karena itu sama sekali tidak membantuku menghangatkan diri meski tanganku sudah berjarak amat dekat dengan penghangat. Tanganku terasa beku, Akato sendiri yang mengatakannya saat memberikan teh panas kepadaku. Aku sebenarnya menyadari hal itu sejak awal, tapi terus-terusan menyangkal karena tak ingin mengakui diriku sendiri tengah gugup.

"Yume," Okaa-San memanggilku, dengan tatapan matanya yang menatapku dalam. "Sudah datang."

Aku mengangguk, lalu berdiri dengan cepat. Meski sedikit gemetaran, kakiku tetap kupaksa melangkah ke arah pintu depan tanpa berhenti sekalipun di pintu yang lain.

Aku menyempatkan diri melirik pintu kamarku yang tak kutempati kemarin. Sepertinya, berpura-pura tertidur saat acara Christmas Eve bukanlah hal yang buruk, sebab sebenarnya aku sekamar dengan Akato dan Momo karena terlalu takut berada di ruangan itu lagi. Rasanya seperti sekamar dengan seorang pembunuh.

Kuraih syal merah yang tergantung di kayu penggantung--entahlah apa mereka menyebutnya--dan segera memakaikannya dengan asal lantaran suara bel makin terdengar begitu buru-buru, menurutku.

"...Dia kemari, bersama beberapa rekan keluargamu," Akihito berpesan dari atas.

Aku mengangguk, lalu berjalan makin dekat dengan pintu depan. Samar-samar terdengar suara dari depan pintu yang membuatku tertegun.

"Kanata, jangan buru-buru begitu, tamu tidak pantas begitu."

"Tapi di sini sangat dingin, kita akan mati membeku sebelum pintu ini dibuka."

Kalau saja tidak ada rekan orangtuaku yang lain, aku mungkin akan membiarkannya membeku di luar, meski aku tahu dia akan lebih memilih masuk kembali ke mobil mewahnya dan segera pergi dari sini.

Sejak awal, keluargaku dan Paman Kanata tak pernah dekat. Kalaupun aku tidak pernah tahu soal Akihito dan dia, aku pasti akan berpikir bahwa Paman Kanata punya maksud terselubung saat mengunjungi keluarga kami secara tiba-tiba.

Dimataku sejak dulu, Paman Kanata adalah Paman paling sombong, angkuh dan mempunyai sisi gelap yang selalu ia tutup dengan sifat wibawanya--wibawa palsunya. Entahlah, aku tidak punya kemampuan untuk mengetahui itu, tapi setiap berbicara soal antagonis, wajahnya akan muncul di benakku.

Aku sudah berusaha melupakan semua ketakutanku dan semua pemikiran itu seiring tumbuhnya diriku. Aku mencoba berpikiran positif dan berusaha sopan terhadapnya. Kata semua sepupuku, aku seharusnya tidak melihat Paman Kanata dari satu sisi saja. Paman Kanata hanya kaku, katanya. Tapi sudahlah, semua persepsi itu telah hilang sejak aku tahu kebenarannya. Aku tidak akan mundur.

"Yume, buka pintunya," bisik Akihito, "Dan kita akan mulai."

Tanganku terulur ke arah pintu, dan begitu kenop pintu kuputar, suara bel yang tertekan buru-buru tadi, berhenti begitu saja.

*

Dia nampak waswas terhadap sekitarnya, aku bisa melihatnya dengan jelas.

Saat berbicara dengan Bibi Nozuki, dia nampak gelisah.

Matanya liar, senyumannya itu terpaksa, tawanya dibuat-buat, ucapan ramahnya kepada Akato dan Momo sangat menipu. Lihat, bahkan Momo dan Akato pun takut akan perubahannya itu. Aku yakin, dia akan segera mencari celah keluar dari situasi itu, mengajakku berbicara disuatu tempat dan...

"Yume," tegur Otou-San dengan dehaman setelahnya. "Kau sudah menyiapkan semuanya, kan?"

Aku mengangguk mantap. "Sudah, Otou-San. Jangan cemas, Yume akan mengusahakan semua ini berhasil. Yume tidak akan mengecewakan siapapun," bisikku.

DN [END]Where stories live. Discover now