Chapter 17 - "Tamu"

24.7K 2.8K 163
                                    

Kakinya terus melangkah lantang, meski hatinya terus saja merasakan keraguan itu. Pikirannya berasumsi dan menyimpulkan secepat roket, namun mulutnya enggan terbuka untuk bertanya. Matanya menatapnya iba, namun hatinya tak tega untuk meminta pernyataan.

Kira-kira, begitulah yang dirasakan oleh Yume sejak dia mendengar suara 'bisikan' pelan dan jelas itu.

Bisikan dengan kalimat singkat yang menjelaskan semuanya. Alasannya.

Suara itu bukanlah suara milik Yuki. Bukan pula suara Pamannya, apalagi suara Chizuko, sebab suara itu sudah pasti suara pria. Terasa aneh pula kalau itu adalah suara arwah lain, sebab Yume tak sendirian, dia bersama pelindungnya dan tak seharusnya ada arwah lain yang bisa mendekat dan memberitahukannya.

Ia yakin pula itu bukan suara dalam pikirannya, sebab tak pernah sedikitpun mencurigai hal itu. Jangankan mencurigai, punya sedikit pikiran yang menjurus ke sana pun, dia tak pernah.

Hanya satu hal yang tak diketahui Yume; alasan.

Entah mengapa, dirinya sama sekali tak menemukan alasan mengapa Pamannya melakukan hal itu. Bukannya Yume percaya pada suara bisikan itu saat sekali dengar. Tapi masalahnya, Yuki tidak mungkin punya alasan membenci Pamannya, jika memang benar.

Lalu, apa untungnya pula Pamannya melakukan itu?

"Ootonashi," tegur Yuki dengan kening berkerut. Yume pun tersadar dari pikirannya. "Kau kenapa?"

Dan hanya satu hal yang dapat disimpulkan Yume; Yuki tak mendengar suara bisikan itu.

Memang, Yume memiliki pendengaran yang jernih. Ada kemungkinan pula, bukan 'sosok' dalam mobil yang berbicara.

Tapi..., Yume punya firasat bahwa suara itu ditujukan kepadanya.

"Kau yang kenapa."

Yume bertanya balik dengan tatapan datar. Dirinya berhenti melangkah dan dia telah memutuskan untuk 'mengeluarkan' pikiran yang sedaritadi menganggunya. Sejak ia turun dari mobil Pamannya dengan alasan agar Pamannya tak perlu bersusah payah berputar balik, pikirannya tak mampu tenang.

Mencurigai Paman sendiri jelas bukan perbuatan yang baik, sebab setelah Yume mendengar bisikan itu, Yume secara reflek melihat kemana mobil Pamannya menjauh sampai memastikan bahwa mobil itu tidak kembali ke arah rumah sakit.

Meskipun Yume sendiri pun tidak yakin bahwa Pamannya akan kembali ke rumah sakit. Butuh setengah jam untuk sampai disana kalau dengan kendaraan pribadi.

...dan pikirannya kembali tidak enak.

"...Mau kembali ke rumah sakit?" tanya Yume dengan gelisah, terlalu gelisah sampai-sampai tak menyadari perubahaan ekspresi Yuki yang menatapnya bingung.

"Err, kurasa tidak. Bagaimana kalau kembali ke rumah?"

Yume khawatir. Lucu sekali, padahal Yume sendiri belum mengonfirmasikan kebenaran itu pada Yuki. Lalu, kalau memang itu tidak benar, apa yang perlu dikhawatirkan?

Lalu..., kalau itu memang benar, bagaimana?

"Kau pucat." Yume mendongkak menatap Yuki yang menatapnya khawatir. "Apa kau kedinginan?"

Musim dingin tahun ini memang dingin. Tangannya memang dingin, sampai-sampai masih terasa membeku bahkan setelah ia memasukan kepalan tangannya dalam kantong celana tebalnya. Tapi sesungguhnya, tangannya bukan dingin karena suhu hari ini, melainkan-

"...Kau baik-baik saja?" tanya Yume dengan hati-hati.

"Harusnya aku yang bertanya padamu, kan?"

DN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang