Hari Kedua MOS

181 13 1
                                    

     Hari ini tepat hari kedua MOS. Myesha lega sekali, hari ini dia tidak terlambat. Mhesya sudah mempersiapkan dari kemarin untuk bangun pagi-pagi sekali. Meskipun saat pagi yang buta, abangnya susah dibangunkan Mhesya terus berjuang membangunkan abangnya itu.
     Kelas begitu sangat sepi, baru 5 orang yang sudah datang. Mhesya bingung apa yang harus ia lakukan dikelas selagi menunggu bel masuk. Ia pun keluar kelas.
      Mhesya menopangkan dagunya diatas tangannya yang ia taruh di dinding penyangga. Ia termenung, ia kangen suasana di Bandung yang sangat sejuk dipagi hari. Suasana sekolahnya yang sangat rindang.
     Saat Mhesya sedang terhanyut pada pikirannya sendiri, tiba-tiba saja seseorang menyentuh pundaknya yang membuat Mhesya sejenak melupakan lamunannya. Dia seorang wanita. Sepertinya Mhesya pernah melihatnya. Oh, mungkin ini teman sekelasnya.
     "Hay, sendirian aja. Kenalin nama gue Cindyana Putri. Panggil gua cindy aja." Sapanya ramah dengan senyum ramahnya pula.
     "Hay cindy. Nama aku Mhesya Adira Adriana. Panggil aku Mhesya aja." Balas Mhesya yang tak kalah ramah.
     Mhesya pikir, semua orang Jakarta sombong-sombong ternyata cindy tidak. Dia kelihatan ramah beda dari yang lainnya. Teman sekelas Mhesya yang lainnya, mereka hanya dekat dengan teman yang sebelumnya yang sudah ia kenal dan tak mau terbuka dengan teman baru lainnya.
     "Kemarin kamu dikerjain Marcel ya?" Tanya Cindy menyadarkan Mhesya dari pikirannya.
     "Hah?. Ah iya. Kamu kenal dia?."
     "Dia itu temen sekelas aku waktu SMP." Jelas Cindy.
     "Oh. Dia orangnya emang kaya gitu ya?." Tanya Mhesya ingin tahu.
     "Hmmm. Dia orangnya emang kaya gitu dari smp kelas 1 atau mungkin sd kali. Sering banget ngejailin orang. Dan dia orangnya gak mau disalahin. Harus dia yang selalu menang dan selalu benar." Jelasnya.
     Teeeettttt
Suara bel berbunyi membuat Mhesya dan juga Cindy tergelonjak kaget.
     "Ayo Mhesya masuk. Gua duduk sama lo ya boleh kan?" Pinta Cindy.
     "Boleh kok boleh banget." Balas Mhesya.
     Sekarang ini Mhesya senang sekali mendapatkan teman baru yang bisa diajak berbicara.
     Bangkunya yang kemarin kosong kini terisi dengan teman barunya yang ramah.
     Cindy memindahkan tasnya dan duduk dibangku tepat disamping Mhesya. Berbeda bangku dalam satu meja yang sama.
     "Lo pindahan Bandung ya?." Tanya Cindy.
     "Iya, Cin." Jawab Mhesya dengan senyum yang terkesan ramah.
     "Eh, Cin. Orang Jakarta itu sombong-sombong gak sih?." Tanya Mhesya dengan polosnya.
     "Hahaha. Lo ada-ada aja nanyanya."
     "Ya abisnya. Kata temen aku orang Jakarta itu sombong-sombong banget." Jelas Mhesya teringat kata temannya itu mengenai Jakarta.
     "Itu sih tergantung kepribadian masing-masing. Tapi kebanyakan sih gitu." Jelas Cindy.
     Mhesya mengangguk mengerti. Mhesya dan Cindy kembali pada pikirannya masing-masing.
      Mhesya teringat sesuatu. Ada sesuatu yang ingin dia tanyakan pada Cindy mengenai Marcel.
     "Eh, Cin." Panggil Mhesya dengan pandangan tetap kedepan.
     Tidak ada jawaban dari Cindy. Mhesya pun melihat kearah Cindy. Ternyata dia sedang bengong.
     "Cin." Panggil Mhesya lagi.
     Sepertinya Cindy tidak sedang bengong melainkan menatap pada satu arah. Raut muka Cindy sulit diartikan antara marah dan sedih.
     Mhesya mengikuti arah pandangan Cindy.
     Astaga, ternyata Cindy sedang menatap Marcel, dan Marcel menatap tajam Cindy.
     'Ada apa Cindy sama Marcel?' Pikir Mhesya.
     Mhesya memandang Marcel sambil memikirkan apa yang sebenarnya terjadi antara mereka berdua.
     Saat tersadar dari pikirannya, Mhesya yang masih menatap Marcel yang sedang berjalan kearahnya lebih tepatnya kearah samping Mhesya, kearah tempat duduknya. Kini Marcel beralih menatap tajam Mhesya. Mhesya langsung mengalihkan pandangannya kedepan kelas.
     Dari sudut mata Mhesya, Mhesya melihat Marcel sepertinya berjalan menghampiri Mhesya bukan ketempat duduknya.
     Sekarang Marcel ada didepannya. Mhesya tak berani menatapnya.
     GUBRAK!
     Marcel menggebrak meja Mhesya. Membuat seisi kelas melihat kearah Marcel dan Mhesya. Termasuk Cindy yang berada disebelah Mhesya menatap Mhesya cemas.
     "Eh cupu, ngapain Lo liat-liat gua kaya gitu?. Mau ngajak gua berantem, hah?. Jagoan Lo disini?." Bentak Marcel membuat Mhesya pundung.
     Mhesya memang tak bisa dimarahi lelaki. Bisa-bisa Mhesya nangis. Tapi sekarang Mhesya benar-benar menahan air matanya. Dia tidak mau seisi kelas melihatnya menangis. Apalagi dilihat Marcel, itu bisa membuat Mhesya jadi bahan makiannya lagi.
     "Woy ngapain Lo semua liat-liat. Lo pikir ini sinetron. Hah?." Bentak Marcel pada seisi kelas. Merasa dibentak mereka kembali pada kesibukannya masing-masing.
     Tak lama kemudian kelas kembali hening karna kaka Osis sudah datang. Mhesya sangat lega sekali. Marcel pun kembali ke tempat duduknya.
     "Pagi Junior." Sapa kaka Osis kepada junior-juniornya.
     "Pagi kak." Balas Junior-junior.
     "Hari ini kita ada games. Gamesnya, kalian harus mengumpulkan poin. Cara mengumpulkan poin, kalian harus minta tanda tangan kakak-kakak osis dari gugus mana pun. Osis yang pangkatnya tertinggi punya poin yang tinggi. Setiap osis ada tantangannya sendiri, abis kalian selesai menyelesaikan tantangnnya kalian harus menebak nama asli dari setiap kakak osisnya. Kalau kalian salah kalian hanya dapat setengah poin. Kalian harus mengumpulkan 100 poin. Bagi yang mengumpulkan poin tercepat kalian akan dapat hadiah. Hadiahnya foto kalian akan dipajang dimading. Hadiahnya emang biasa aja, tapi kalian akan terkenal. Biasanya setiap tahun juga kaya gitu. Kalau kalian tidak mengumpulkan satu poin pun kalian akan dapat hukuman dari setiap osis." Jelas kakak Osis.

3 In 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang