5.3 Petualangan Pria Paris ( Part 1 )

2.6K 100 1
                                    

Robert Weinberg & Lois H. Gresh

SATU

Lebih dari sekali dalam catatanku yang memuat secara detail pengambilan kesimpulan mengagumkan Sherlock Holmes, aku berkomentar tentang kurangnya kerendahhatian temanku yang mengganggu. Walaupun membenci segala macam publikasi, Holmes dengan dapat dibenarkan merasa bangga terhadap hasil kerjanya sebagai seorang detektif konsultan. Sebagai orang yang tidak pernah rendah hati, ia kadang-kadang bisa merasa puas diri tanpa dapat ditoleransi. Bagaimana pun, bila sudah membicarakan moralitas, Sherlock Holmes tak pernah membiarkan kesombongan menggoyahkan pendiriannya pada apa yang benar. Fakta ini ditunjukkan dengan paling jelas dalam episode Pria Paris. Saat itu malam yang tenang di awal Oktober 1894. Selapis selimut kabut tebal menutupi Baker

Street. Koran edisi sore hanya sedikit berisi hal-hal menarik dan aku bersantai, separuh tidur, di atas sofa. Holmes berdiri di depan api, menghisap pipanya, dengan raut berpikir serius di wajahnya. Dari waktu ke waktu, ia melirik jendela. Cukup jelas bahwa ia sedang menanti tamu.

"Apakah kita punya jadwal menerima tamu malam ini, Holmes yang baik?" aku bertanya, ingin tahu kesulitan macam apa yang akan segera mengetuk pintu kami. "Ada yang aneh di koran? Atau, mungkin masalah sulit untuk Yard?"

"Bukan kedua-duanya, Watson," kata Holmes, matanya berkilau senang. "Klien kita datang dari luar negeri. Mulai pikirkan baju bawaanmu untuk perjalanan ke Benua Eropa. Besok, kita berangkat ke Paris."

"Apa?" kataku, terheran-heran. "Jelas, Holmes, kau sudah berbincang-bincang dengan klien baru ini."

"Belum sama sekali," kata Holmes. "Aku tak pernah berbicara dengan orang ini."

"Suratnya kalau begitu," lanjutku. "Ia menyebutkan detail-detail dalam korespondensinya denganmu."

"Tak ada yang semacam itu," kata Holmes. Ia mengeluarkan selembar kertas terlipat dari saku jaketnya dan menyerahkannya padaku. "Baca sendiri."

Kertas itu dari Kedutaan Perancis. Dicoretkan dalam tulisan tangan tebal adalah kata-kata, Pukul 9 malam di tempat Anda. Sangat mendesak. Dibutuhkan Privasi. Surat itu ditandatangani, Girac. "Siapa Girac ini?" tanyaku, menggelengkan kepala kebingungan. Aku sangat tahu sebaiknya

tidak mempertanyakan kesimpulan Holmes. Walaupun bagaimana kata-kata sesedikit itu bisa menandakan perjalanan ke Paris masih merupakan misteri untukku. "Kenalkah kau padanya?"

"Hanya dari reputasinya," kata Holmes. Terdengar suara langkah kaki di tangga yang mengarah ke kamar kami. Temanku melangkah ke pintu. "Seorang anggota Surete1 Perancis, ia cukup terkenal dengan kemampuan pemecahan masalahnya. Beberapa orang menyebutnya, aku diberi tahu, Sherlock Holmes Perancis."

Suatu ketukan singkat mengindikasikan kedatangan tamu kami. "Inspektur Girac," kata Holmes, saat ia mengantar orang Perancis itu ke ruang tamu kami. "Saya Sherlock Holmes. Dan ini teman dan rekan kerja saya, Dr. Watson."

"Senang bertemu Anda, tuan-tuan," kata Girac dalam suara halus dan dalam tanpa aksen sedikit pun. Ia seorang pria tinggi, berbadan kokoh dengan wajah bercukur rapi, seonggok rambut hitam yang tebal, dan mata seorang pengamat berwarna gelap. Tatapannya tak pernah menetap, bergerak cepat dari satu titik ke titik lain dalam apartemen kami. "Harap Anda memaafkan jam malam ini, tetapi saya perlu menemui Anda sesegera mungkin dan urusan kedutaan menyibukkan saya hingga saat ini."

"Silakan duduk," kata Holmes, melambai menunjukkan sebuah kursi kosong pada Girac. Teman saya berjalan kembali ke tempatnya di depan api saat orang Perancis itu duduk. "Anda berada di sini, tentu saja, sehubungan dengan urusan baru yang melibatkan kasus Dreyfus."

Sherlock Holmes SeriesWhere stories live. Discover now