Part 4

2.5K 236 13
                                    

"Aku sudah muak dengan semua ini, siapkan mobil untukku. Aku akan membunuhnya malam ini juga!" aku membanting pintu lalu menghempaskan tubuhku ke sofa.

"Woohoo! Akhirnya kau kembali lagi, Justin! Basecamp ini terasa sangat sepi semenjak kau tak ada!" Teriak Harry. Bocah keriting itu pun berlari lalu memelukku.

"Hey, Harry. Jangan memelukku seperti itu. Kau ini sangat menjijikan! Pantas jika kau tak pernah mempunyai kekasih" aku berusaha melepaskan pelukan Harry yang sangat erat itu.

"Hah?! Apa kau tak ingat? Aku adalah playboy di sekolah kita dulu? Hanya saja sekarang aku sedang tidak ingin berpacaran dengan sembarang wanita. Bahkan aku pernah menolak captain cheerleader yang kau sukai itu. Aku ini lebih tampan dan populer darimu, Justin. Kau harus mengakui itu!" Harry mendengus kesal . Dan itu membuat tawaku meledak. Ia adalah sahabatku sejak SMA dan aku pernah membencinya karena ia menolak gadis yang dulu ku sukai. Aku tak pernah menyangkah bahwa kami akan menjadi sedekat ini. Setidaknya, dia adalah orang yang paling kupercayai. Dan lagi aku berterima kasih padanya karena aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau karenanya.

"Aku sudah lama menantikanmu untuk menyelesaikan misi ini. Mobilmu sudah kusiapkan di garasi. Kau hanya perlu menembak isi kepalanya!" Ucap Louis.

"Apa aku akan mendapatkan bonus kali ini , Louis?"
Louis tertawa setelah mendengar ucapanku itu.

"Ryan tak ada sangkut pautnya denganku. Niall merahasiakan client yang meminta kita untuk membunuh Ryan dan karena kau adalah pembunuh bayaran terhebat yang pernah ada, Niall meminta bantuanmu dalam misi ini. Niall berkata bahwa client kita kali akan memberikan apapun yang kau inginkan jika kau berhasil. Dan setelah itu, aku mempunyai satu misi lagi untukmu. Kau harus benar-benar menyelesaikan misi ini"
Wah, sepertinya ini akan sangat menarik. Aku akan mendapatkan banyak uang dan segera menikahi Maddison setelah itu.

"Apa itu? Katakan saja. Aku akan melakukan apapun itu, Louis!"

"Kau hanya perlu membunuh seorang gadis yang telah menolak cintakku sejak SMA"
Mengapa ini terdengar sangat menggelikan? Haha . Aku kasihan padamu, Lou.

"Apa kau bercanda? Itu terlalu mudah untukku"

"Tetapi yang harus kau tahu, ia sangat cantik. Jangan sampai kau jatuh cinta pada targetmu ini setelah kau melihatnya. Aku bahkan tak pernah bisa berhenti memikirkannya. Namun sayangnya, ia telah menyakitiku dan aku sangat marah sekarang"

"Karena ia telah mematahkan hatimu, aku akan mematahkan tulang lehernya"
Louis melempar senyuman liciknya lalu berdecak kagum .

"Baiklah, aku harus pergi sekarang. Ada urusan yang harus ku selesaikan"
Ia menepuk pundakku lalu pergi meninggalkanku dan Harry.

"Apa kau yakin?" Tanya Harry.

"Maksudmu?" Aku mengernyitkan dahiku tanda tak mengerti apa yang ia ucapkan.

"Kau tidak akan membunuh gadis itu kan?"
Memangnya kenapa jika aku membunuh gadis itu? Aku akan mendapatkan banyak uang.

"Kau pernah berjanji padaku untuk tidak menyakiti wanita lagi setelah kau menghancurkan masa depan seorang gadis yang buta permanen karenamu. Kau harus berpikir dua kali Justin. Jangan melakukan kesalahan yang sama. Lagi pula, gadis yang menolak cinta Louis itu sangat cantik. Bahkan, aku jatuh cinta pada gadis itu" Ucap Harry sambil mengikat rambut keritingnya itu.

"Kau mengenal gadis itu?" Aku menaikkan sebelah alisku.

"Ya, dia adalah sainganku saat mengikuti lomba pentas seni musim panas antar sekolah. Aku sangat menyukai permainan pianonya. Ku kira ia akan menjadi musisi yang hebat. Tetapi ternyata aku salah. Ia adalah seorang dokter sekarang. Dan aku masih tetap mengaguminya" Harry tersenyum sendiri layaknya orang idiot. Haha

"Dokter? Kau tak pernah menceritakan ini padaku. Dan oh ya, aku juga sedang jatuh cinta pada seorang dokter"
Mengapa pembunuh bayaran seperti kami bisa-bisanya mencintai seorang dokter? Hidup terkadang selucu ini.

"Benarkah? Tetapi aku yakin dokter yang ku sukai ini lebih cantik. Lagi pula, seleramu kan tak sebagus aku" aku menyipitkan sebelah mataku padanya. Dasar bocah keriting!

"Aku harus pergi sekarang, Harry. Aku akan mendengarkan ceritamu itu setelah berhasil membunuh Ryan"
Aku pun bangkit dari sofa lalu bergegas menuju garasi.

"Segera kembali dan aku akan mengajakmu membuat tatto baru!" teriak Harry

***

Aku menyelinap memasuki rumahnya. Dan sekarang aku berdiri tepat di depan kamarnya. Bahkan penjaga rumah ini pun sedang tertidur. Sepertinya Ryan membayar mereka dengan harga yang rendah, haha. Perlahan aku membuka pintu kamarnya yang kukira sebelumnya terkunci. Ia sangat ceroboh. Ini akan sangat memudahkanku membunuhnya. Setelah berhasil memasuki kamarnya, aku segera mengunci rapat pintu dan jendela untuk memastikan tak ada yang datang. Sepertinya ia sedang terlelap. Aku melangkah perlahan berusaha untuk tidak menghasilkan bunyi apapun agar ia tak terjaga. Segera ku keluarkan pistol dari saku celanaku dan menempelkan tepat di kepalanya.
Tiba-tiba ia membuka matanya

"K..kau?--"

"Selamat malam, Ryan. Tidurlah dengan nyenyak"

DOR!

***

Maddison Parker's POV

Aku berulang kali menatap arloji tosca yang melingkar di tanganku ini. Dan dimana Justin sekarang? Ia telah berjanji akan menemuiku hari ini.

"Apa kau sedang menungguku?" Ucap seseorang yang tiba-tiba memasuki ruanganku. Yah, dia Justin!

"Tentu saja" aku segera menghampiri Justin yang masih berdiri di ambang pintu lalu memeluknya.

"Aku tau, aku ini sangat tampan sehingga kau begitu merindukanku. Oh iya, mengapa security itu tidak menghalangiku masuk lagi ya? Apakah sekarang aku menjadi tamu spesial di rumah sakit ini?"
Aku melepaskan pelukanku lalu memukul pundaknya pelan.

"Kau ini percaya diri sekali"
Justin terkekeh pelan lalu ia menyodorkan bucket mawar padaku. Aku menatapnya seolah-olah mengisyaratkan apakah bunga ini untukku? Ia mengangguk lalu tersenyum.

"Terima kasih, Justin. Aku menyukainya"
Tetapi sepertinya ada yang janggal, darah apa yang melekat pada tangan Justin ini?

"Justin, apa itu?" Sepertinya ia sangat terkejut karena aku menanyakan hal itu padanya.

"Bukan apa-apa" Justin mengalihkan pandangannya dariku.

"Apa kau membunuh orang yang kau maksud waktu itu? Apa itu semua karena kau ingin balas dendam atas kematian ayahmu?"

"Kematian ayahku? Maksudmu?" Mengapa dia menanyakan seperti itu. Bukankah ia sendiri yang menceritakan masa lalunya padaku. Aneh sekali.

"Kau pernah menceritakan tentang kematian ayahmu itu padaku, Justin. Apa kau lupa?"

"Y..yah. Kau benar. Aku.. Aku balas dendam atas kematian ayahku. Tapi kau tenang saja, aku tak membunuh orang itu. Aku hanya memberikan peringatan padanya"
Apakah waktu itu dia berbohong padaku? Tidak. Aku tidak boleh berpikiran seperti ini. Ia tak mungkin membohongiku.

"Ayo kita melanjutkan kencan kita yang tertunda kemarin!" Lanjutnya dengan penuh semangat. Aku pun mengangguk lalu tersenyum padanya.

***

Aku tak pernah berkencan dengan laki-laki manapun sebelumnya. Dan menurutku Justin sangat romantis. Ia mengajakku jalan-jalan mengunjungi tempat yang belum pernah ku kunjungi. Dan kencan kami hari ini berakhir di Love Padlock. Entahlah, biasanya sepasang kekasih menuliskan nama mereka di sebuah gembok lalu melemparkan kuncinya bersama-sama agar cinta mereka abadi. Tapi, apakah aku dan Justin merupakan sepasang kekasih? Apakah secara tidak langsung kami telah berpacaran? Ah, ini benar-benar hari yang sangat menyenangkan bagiku.

-to be continued-

Note :
Jangan lupa vote dan comment yah . Biar aku tau cerita ini harus lanjut atau nggak hehe . Thanks for reading💓💓

Lifesaver ( Justin Bieber Love Story ) [COMPLETED]Where stories live. Discover now