06: H a r r i s

69 23 5
                                    

Saat Harris sedang jogging melewati tikungan, ia mendengar sesuatu yang jatuh. Lebih tepatnya, seseorang. Harris menoleh ke belakang, dan matanya langsung membelalak kala melihat Char yang sedang memegangi luka di lututnya. Lah, sejak kapan ada Char di belakang gue?! Sebenarnya Harris bingung juga kenapa ia tidak menemukan Char di kursi taman–eh, sekarang tiba-tiba Char ada di belakangnya dan habis jatuh cantik.

Hari ini, saking bersemangatnya akan bertemu dengan Char, Harris bangun kepagian.

Biasanya Harris bangun saat Aika sudah di meja makan dengan sereal (Harris tidak mengerti kenapa Adiknya itu bisa rajin) dan Ayahnya yang sedang membaca koran di ruang tamu. Ibunya? Biasanya sih masih tidur. Sedangkan hari ini Harris bangun disaat semuanya masih tertidur. Awalnya Harris ingin mengulur waktu dengan melakukan sesuatu atau mengobrol dengan siapapun terlebih dahulu, tapi mengingat belum ada yang bangun ... Harris langsung saja jogging.

Menyebalkannya, saat Harris sudah sampai di taman dekat pos satpam, Char belum datang. Pak Rudi pun sempat bertanya kenapa Harris lebih pagi, dan Harris menjawabnya dengan cengengesan.

Mengetahui Char yang belum datang–entah perempuan itu telat bangun atau memang Harris yang terlalu cepat–Harris pun jadi bingung. Tujuannya sekarang 'kan ingin bertemu Char, tapi kalau perempuan itu saja belum ada ... apa yang Harris lakukan? Lanjut jogging? Memakai rute lamanya, atau rute barunya? Apa Harris menunggu Char saja–dengan mengulur-ulur waktu? Tapi, terlintas pertanyaan yang membuat Harris makin bimbang. Jangan-jangan Char hari ini tidak jogging? Yah, jangan sampe!

Harris pun akhirnya mengikuti kata hatinya yang mengulur-ulur waktu. Masalahnya, saat ia sendiri di pagi hari seperti ini, bagaimana cara mengulur waktu? Masa harus memutari taman seperti waktu itu? Akhirnya, Harris hanya duduk di kursi yang biasanya Char duduki sambil bermain game di ponselnya. Bosan, Harris pun melanjutkan joggingnya dan mengikuti rute barunya–agar melewati rumah Char.

Kembali ke saat ini, tanpa Harris sadari ia sudah membalikkan badannya dan langsung berlari menuju Char. Sekarang saja Harris sudah ada di depan Char. Anehnya, Harris tidak berbuat apa-apa. Harris hanya terdiam didepan Char yang belum menyadari kehadiran Harris.

Sampai akhirnya, Char mendongakkan kepalanya. Sekarang, pandangan mereka bertemu untuk yang ketiga kalinya. Sial, gue malah gugup nggak jelas gini.

Char menatap Harris dengan tatapan bingung, begitu pula Harris yang menatap Char. Keduanya saling menatap, keduanya juga saling bingung. Harris bingung apa yang harus ia lakukan saat ini, sedangkan Char seperti bingung tidak percaya kalau laki-laki depannya ini benar-benar Harris. Karena jujur, Char tidak menyangkanya. Begitu pula Harris.

Keduanya sama-sama berdeham agar tidak ada kecanggungan diantara mereka. Namun apa daya, mereka melakukan seperti itu bersamaan malah membuat situasi semakin canggung. Mampus, kita terlalu sehati sih sampe samaan gini. Eh, apasih? Harris membuang jauh-jauh pemikiran alaynya.

Akhirnya, Harris berjongkok–menyamakan tubuhnya dengan tubuh Char. Harris menatap luka Char yang sepertinya tidak terlalu parah itu, lalu bertanya, "Sakit banget nggak?"

"Eh? E–enggak kok," jawab Char gugup.

"Harris." ujar Harris tiba-tiba dengan suara beratnya, dan wajah datarnya. Bahkan Harris merutuki dirinya sendiri karena ini sangat melenceng dari topik mereka.

"Hah?" Char mengerutkan keningnya bingung. Tuh 'kan! Ini pasti gara-gara gue yang terlalu ngebut kenalan.

"Eh–maksud gue, nama gue Harris," ulang Harris setelah berdeham agar tidak terlihat bodoh.

"Oalah," Char menganggukan kepalanya mengerti. "Gue Charlotte."

Harris sempat terdiam karena nama Charlotte yang seperti nama orang bule. "Nama lo keren. Lo bule?"

Itu adalah pertanyaan terbodoh Harris saat berkenalan dengan orang–atau lebih tepatnya dengan perempuan. Masalahnya, terlihat sekali kalau Charlotte hanya namanya yang bule, namun mukanya Indonesia.

Charlotte tertawa. "Makasih. Dan bukan, gue orang Indonesia lah,"

"Abisnya nama lo kayak orang luar sih." balas Harris.

"Nama lo juga," Charlotte tersenyum tipis.

"Nggak juga," ujar Harris, "Lo belom tau nama lengkap gue aja. Indonesia banget dah."

"Emangnya apa?" tanya Charlotte penasaran.

Harris membuka mulutnya, hendak menjawab, tapi tidak jadi. Ia pun berkata, "Nggak ah, nanti lo ketawa."

Charlotte langsung tertawa mendengar ucapan Harris dan melihat muka tidak maunya. Tuh 'kan! Dia belom tau aja udah ketawa! Tanpa Harris ketahui, mukanya sangat menggemaskan sekarang menurut Charlotte.

"Omong-omong ...," Harris membuka topik–demi tidak membahas namanya lagi–sedangkan Charlotte hanya menoleh dengan kening berkerut. "Mau jogging bareng?" ajak Harris.

Senyum Charlotte mengembang, begitu pula senyum Harris. Charlotte mengangguk setuju, lalu mengikuti gerakan Harris–berdiri. Harris bahkan bingung kenapa ia bisa baru merasakan pegal sekarang setelah lamanya berjongkok. Charlotte juga bingung kemana rasa sakit di lututnya saat ia jatuh tadi.

Setelah itu, mereka pun jogging bersama sambil berbincang tentang diri mereka sendiri. Akhirnya, hari dimana mereka berkenalan dan jogging bersama tiba. Walaupun obrolan mereka sangat singkat, baik Charlotte ataupun Haris tidak ingin melupakan hari ini. Hari yang baru datang setelah dua bulan menunggu–untung baru dua bulan.

Saking senangnya, tak ada diantara mereka yang menyadari bahwa ada seorang pria yang tersenyum miring memandang mereka.

] [

a.n
makin kesini kok makin dikit ea? gue jg bingung. tapi gue tetep nunggu vomments kalian, hehe mwah!

18 Juli 2016.

Morning Routine | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang