08: H a r r i s

47 11 1
                                    

Harris tidak tau jika Charlotte akan sebawel ini. Cocok kali ya dia jadi Ibu-Ibu yang selalu marahin anaknya. Bapaknya ya gue. Harris menggelengkan kepalanya, Fokus, Harris. Fokus! Kayaknya gue harus minum aqua dulu–tidak. Kenapa disaat seperti ini konsentrasi Harris terus-menerus buyar?! Apalagi, ia bersama Charlotte sekarang. Tentu saja otaknya selalu memikirkan yang aneh-aneh (tidak, bukan yang jorok). Aika. Fokus Harris harus tertuju pada Adiknya itu.

"Lo ngapain sih emang?" tanya Charlotte dengan muka yang seolah-olah dia tidak habis pikir dengan lelaki yang terus diomelinya tersebut.

Walaupun itu memang kenyataannya dan sebenarnya Harris juga tidak habis pikir dengan dirinya sendiri.

"Gue–gue nggak tau juga! Pokoknya dia sore-sore bilang mau main ke taman. Gue sih iyain aja, padahal dia jarang banget main ke taman. Tapi, sampe maghrib gue tungguin tuh anak nggak pulang-pulang juga," jelas Harris, "Ya, terus gue ke taman 'kan. Tapi ... kosong. Nggak ada orang sama sekali."

Charlotte memukul pundak Harris. "Lagian kok lo nggak nemenin dia aja sih?! Kalo dia diculik di taman gimana, ha?"

"Dia 'kan udah gede! Gue kira pasti dia bisa jaga dir–"

"Tapi dia cewek!" potong Charlotte, "Dan lo cowok! Masa cowok nggak bisa jaga cewek?"

Harris menghembuskan nafasnya pasrah. Mendengar ucapan Charlotte tadi membuat Harris merasa gagal menjadi Kakak. Harris juga tau kalau pernyataan Charlotte tadi benar.

"Ilangnya kapan?" Charlotte menoleh.

"Ke–kemaren–sore." jawab Harris sambil mengingat-ingat.

"Orang tua lo masa nggak nanyain?" tanya Charlotte lagi.

"Nanyain, tapi mereka nggak tau," Harris membasahi bibirnya. "Kebetulan juga kemaren orang tua gue pulangnya malem. Mereka juga capek, jadi nggak ngecek kamarnya Aika."

Charlotte mengangguk, menunggu Harris melanjutkan jawabannya.

"Kalo mereka nanya, gue jawabnya dia lagi tidur, atau dia lagi belajar–karena dia kelas sembilan–padahal orang tua gue tau kalo Aika tuh jarang banget belajar. Makanya, mereka kayak kaget seneng dan nggak mau gangguin Aika yang lagi tobat," lanjut Harris, "Gue merasa bersalah sih ngeboongin orang tua gue. Tapi ... gue nggak mau orang tua gue makin banyak kepikiran."

Charlotte tersenyum. "Untuk ukuran cowok, lo lumayan cerewet ternyata,"

"Lagian gue diajak ngomong mulu sama Ai–" Harris terhenti sebentar lalu melanjutkan dengan suara pelan, "–ka."

"Pasti ketemu kok, Har!" seru Charlotte menyemangati Harris.

Sebenarnya Harris tidak ingin memperlihatkan muka lesu dan sedihnya di depan Charlotte, karena itu lumayan memalukan. Tapi dengan kondisi seperti ini, Harris tidak peduli lagi. Yang ia pentingkan saat ini adalah Adiknya. Aika-nya yang selalu bawel seperti Charlotte tadi.

Ya, Adik Harris satu-satunya yang selalu mengaku menjadi princess itu hilang. Aika hilang. Detail sudah dijelaskan Harris tadi pada Charlotte, jadi yang ia lakukan saat ini adalah terus fokus mencari Aika.

Langit mulai mendung, Harris dan Charlotte pun juga sudah lelah memutari komplek untuk mencari Adik Harris. Ya, hampir seharian mereka mencari Adik Harris yang sampai sekarang belum ditemukan juga. Walaupun hampir seharian, Harris tidak pernah lupa untuk mengajak Charlotte untuk istirahat atau makan dulu.

Morning Routine | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang