Audrey membuka matanya dengan perlahan begitu alarmnya berbunyi nyaring dari meja kecil di sampingnya. Matanya terasa sangat berat mengingat ia baru tertidur saat jam menunjukkan pukul lima pagi. Walau dari jam sepuluh malam dia sudah berbaring di atas tempat tidurnya, tapi ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.
Dalam otaknya, berbagai pertanyaan muncul terus menerus, membuatnya terus terjaga semalaman. Ia masih belum bisa menemukan satupun alasan yang pasti mengapa orang-orang terdekatnya tega mengkhianatinya.
Ia memejamkan matanya sejenak dan menarik napasnya dalam-dalam. Rasanya ia ingin tidak masuk sekolah dan tidur seharian. Ia tidak siap bertemu dengan kedua 'sahabatnya' dan juga pacarnya. Tapi, ia juga tidak ingin ketinggalan pelajaran. Ia tidak ingin masalah ini membuatnya gagal dalam mengejar beasiswa yang ia impi-impikan.
Maka dari itu, ia pun bangkit dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah. Ia sudah memantapkan dirinya bahwa ia tidak akan terpengaruh oleh mereka. Walau sebenarnya dalam hati, ia menahan sakit yang luar biasa.
Saat jam menunjukkan pukul setengah tujuh, Audrey turun ke bawah dengan seragam sekolahnya dan juga tas di punggungnya. Lagi-lagi, ia menemukan suasana meja makan yang sunyi. Papanya juga tidak terlihat dimanapun. Hanya ada Mama dan Max yang sedang sarapan dalam diam. Keduanya terlihat sedang sibuk dengan pikiran masing-masing.
Audrey pun mengambil inisiatif untuk mencairkan suasana. "Good morning, semuanya!" sapanya dengan pura-pura ceria.
Mamanya mengangkat kepala dan memaksakan senyum pada anak perempuannya. "Pagi, Sayang."
"Pagi," balas Max tanpa mengangkat kepalanya dari mangkuk sereal di hadapannya. Ia sedang tidak berniat untuk beramah-tamah pagi ini. Ada masalah serius yang mengganggu pikirannya.
"Aku sarapan roti di mobil aja ya, Ma," ucap Audrey sambil mengolesi rotinya dengan selai cokelat dan mengigitnya di mulut saat dia menutup kembali botol selai yang ia pakai.
"Bye, Ma! Kak!" teriak Audrey dengan senyum lebar sebelum berjalan keluar rumah, dimana supirnya, Pak Donny, sudah menunggu di dalam mobil.
Ia masuk ke dalam mobilnya dan menyapa Pak Donny yang sedang asik mengangguk-anggukan kepalanya seirama musik yang terputar. "Pagi, Pak!"
Pak Donny menoleh dan memamerkan cengiran. "Pagi, Non. Udah siap?"
Audrey menganggukkan kepalanya. "Udah dong. Yuk, berangkat."
Sesampainya di gerbang sekolah, Audrey turun dari mobil sebelum berpesan pada Pak Donny untuk tidak telat menjemputnya. Ia tidak ingin menghabiskan banyak waktu bersama Marco seperti biasanya. Jika bisa, ia ingin jauh-jauh dari Marco sebisa mungkin.
"Audrey!"
Audrey memejamkan kedua matanya begitu mendengar suara itu. Ia menghembuskan napasnya dengan berat lalu berbalik badan. Lucy sedang berlari pelan menghampirinya.
"Kenapa?" tanya Audrey datar.
Lucy memberikan cengiran. "Barengan ke kelasnya."
"Oh," jawab Audrey sambil kembali berbalik badan dan berjalan menuju kelas dengan Lucy di sampingnya.
"Btw, gimana dinner lo semalem sama Marco?" tanya Lucy dengan semangat. "Pasti romantis banget ya?"
Audrey tersenyum memaksa pada sahabatnya yang masih berani menanyakan hal itu di saat ia sudah tahu apa jawabannya. Jelas saja Marco pasti pergi dengan Lucy semalam.
YOU ARE READING
Lesson To Learn
Teen Fiction"When you think everything's going so well but then all of a sudden everything starts to fall apart." ••• Audrey selalu berpikir bahwa hidupnya sudah sempurna. Pacar yang tampan, dua sahabat yang selalu ada bersamanya, dan juga keluarga yang bahagia...
