Setelah Audrey sudah ditangani oleh dokter dan suster, Riel mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi kedua orang tuanya. Ia terlalu panik sampai-sampai ia tidak bisa menggunakan ponselnya dengan benar. Ia bahkan sempat bingung dimana letak kontaknya.
Sambil menunggu mamanya menjawab telepon, Riel berjalan mondar mandir di depan ruangan dimana Audrey berada. Ia benar-benar tidak bisa tenang karena tidak tahu apa yang terjadi pada Audrey.
"Halo? Bukannya kamu harusnya di kelas ya?" tanya Bianca dengan heran tiba-tiba mendapat telepon dari anaknya.
"Aku di rumah sakit, Ma. Ini-"
"Kamu kenapa?!"
Riel menggeleng cepat. "Bukan, bukan aku, Ma. Ini Audrey."
"Kenapa sama Audrey? Kok bisa di rumah sakit?"
"Tadi ada sedikit masalah di sekolah dan dia pingsan. Jadi aku langsung bawa dia ke rumah sakit karena aku panik," jelas Riel sambil melirik pintu ruangan Audrey kalau-kalau dokter sudah selesai memeriksa Audrey.
"Yaampun. Yaudah, bentar lagi Mama sama Papa ke sana ya," ucap Bianca sebelum akhirnya memutuskan sambungan.
Riel mengirimi pesan singkat pada Bev untuk memberitahunya agar Bev tidak kebingungan mencari mereka. Setelah itu, ia memutuskan untuk duduk dan menenangkan dirinya sendiri. Ia tidak boleh panik karena ia yakin Audrey pasti akan baik-baik saja. Audrey adalah perempuan paling kuat yang pernah ia temui dan ia yakin Audrey pasti bisa melewati semua ini.
Tidak lama kemudian, El dan Bianca sampai di rumah sakit bersamaan dengan dokter yang sudah selesai memeriksa Audrey. Mereka bertiga segera menghampiri dokter dengan ekspresi takut-takut.
"Gimana kondisinya, Dok?" tanya El dengan cepat.
"Tekanan darahnya rendah sekali, tubuhnya juga kekurangan cairan dan vitamin. Apakah dia belakangan ini makan dengan teratur? Atau ia melakukan sesuatu sampai kelelahan?"
Bianca mengangguk. "Belakangan ini, dia lagi punya masalah yang berat."
"Ah, ya. Bisa jadi itu penyebabnya. Tubuhnya kurang istirahat sehingga metabolismenya rentan sekali. Sejauh ini, saya hanya bisa berkata dia terkena anemia. Saya akan mengeceknya lagi setelah dia sadar. Saya pikir untuk sekarang ini, biarkan ia beristirahat karena kondisinya cukup parah," jelas dokter tersebut.
Mereka bertiga menganggukkan kepala dan mengucapkan terima kasih padanya sebelum ia pergi. Riel terduduk lemas di kursi setelah mendengar penjelasan dokter tadi. Tidak heran jika Audrey kelelahan. Belakangan ini pasti ia kurang tidur dan terus memikirkan masalahnya.
"Tadi ada kejadian apa?" tanya Bianca sambil menepuk pundak Riel dengan pelan. Ia sudah duduk di samping anaknya untuk mendengar apa yang terjadi.
Riel menghembuskan napasnya dengan berat dan mulai bercerita. "Kemarin emang ada yang ngancem Audrey kalau dia itu bakal bocorin masalah keluarganya. Audrey kasih tahu aku. Terus pas tadi pagi kita semua sampe, di mading itu udah ada kertas yang ada tulisan soal masalah Audrey. Belum lagi, konfrontasi Audrey sama Marco dan Lucy. Sekarang seisi sekolah udah tahu apa yang terjadi.
Terus aku tadi nemenin Audrey nangis lama banget. Pas aku ajak ke kelas dan dia berdiri, dia langsung pingsan. Makanya aku langsung bawa ke sini."
El ikut duduk di samping Bianca. "Apa yang tertulis di kertas itu?"
"Kalau mama, papa dan kakak Audrey itu nggak menginginkan dia. Aku takut kalau Audrey bakal kepikiran hal itu terus," ucap Riel sambil mengigit bagian bawah bibirnya.
"Kalian nggak ada yang tahu siapa yang ngelakuin itu?" tanya Bianca yang sudah mulai kesal mendengar kejadian itu.
Riel menggeleng pelan. "Nggak ada yang tahu, Ma. Yang aku takutin itu nanti waktu Audrey sadar, apa dia bakal baik-baik aja?"
YOU ARE READING
Lesson To Learn
Teen Fiction"When you think everything's going so well but then all of a sudden everything starts to fall apart." ••• Audrey selalu berpikir bahwa hidupnya sudah sempurna. Pacar yang tampan, dua sahabat yang selalu ada bersamanya, dan juga keluarga yang bahagia...
