Part 38 - Waktu

1.3K 94 0
                                    


Setelah keadaan cukup tenang, aku memberanikan bicara dengan Badai yang sedang duduk di bangku taman sambil menerawang jauh.

"Kamu gila!" desisku kesal.

"Lalu?"

"Kamu, mengapa ingin melakukan hal itu?" tanyaku bersama dengan pecahnya tangis yang sudah sejak tadi kutahan. "Mengapa?"

Badai terkekeh. Matanya masih memandang lurus ke depan tanpa sedikitpun mengalih ke arah lain. "Bukankah kamu menyayangi Kak Gevan? Aku sedang membantumu agar tidak kehilangan satu-satunya malaikatmu. Dan kamu menghentikan niat baikku. Apa maumu?"

"Apa setelah kamu memberikan jantungmu aku akan senang? Begitu? Tidak, Badai. Itu lebih membuatku terluka. Aku juga tidak rela jika Kak Gevan pergi. Tapi ini memang kehendak Sang Pencipta."

"Aku tahu itu memang takdir-Nya. Tetapi kamu yang membuatku merasa bersalah. Kamu berulang kali mengatakan bahwa semua ini salahku. Aku minta maaf karena membongkar semua rahasiamu. Itu untuk kebaikanmu juga."

"Kumohon jangan bahas hal itu," pintaku.

Suara jangkrik di taman ini mengiringi keheningan yang tercipta atara aku dan Badai. Tak satupun kata yang terdengar selain hembusan nafas kita dan semilir angin malam ini. Badai benar-benar mengabulkan permintaanku agar tidak membahas hal itu lagi.

Kutatap langit di atas. Lagi-lagi bulan di atas menggandeng ribuan pasukan bintang. Dengan begitu langit tampak cerah. Tak seperti yang terjadi denganku. Hatiku tidak secerah langit di atas. Hancur. Itu deskripsi yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana keadaan hatiku saat ini. Meskipun aku yakin jika ucapan dokter tadi itu benar, jauh dalam lubuk hatiku masih mengharapkan secuil permohonan pada Sang Pencipta. Semoga jantung Kak Gevan masih berdetak.

Itulah yang membuat aku sedikit tenang. Permohonan yang saangat sulit untuk dikabulkan. Tetapi membicarakan takdir, tak seorang pun tahu apa yang sedang direncanakan oleh Maha Agung. Dia benar-benar sulit ditebak. Kadangkala orang yang sudah bernisan pun masih mampu Dia hidupkan. Kemungkinan jantung Kak Gevan dapat Dia detakkan lagi. Itu terlalu mudah bagi-Nya. Dia adalah satu-satunya zat yang mampu mengendalikan apapun.

"Banyak hal yang tidak kamu ketahui," ucap pria yang duduk di sampingku.

Untuk beberapa saat aku masih terdiam mencerna kalimat singkatnya. "Maksudmu? Apa hal yang tidak kuketahui itu sangat penting?"

"Tentu," jawabnya.

Dia juga sulit ditebak. Perkiraan yang memasuki otakku akan disanggah besar-besaran olehnya. Selain sulit ditebak, dia juga memiliki sifat yang mampu membuat aura penasaranku mencuat begitu saja. Seperti saat ini. Apa hal yang dia tahu tetapi tidak kuketahui?

Badai memegang bahuku agar aku menatapnya. Mata kami bertemu. Sepertinya sudah lama aku tidak menatap mata elang ini. Mata yang indah namun tak seindah mata Kak Gevan. Karena mata Kak Gevan selalu menampakkan bayangan wajahku. Sedangkan mata Badai hanya memperlihatkan bayangan wajahku separuh saja. Dia tidak pernah menatapku dengan benar. Setiap mata kita bertemu, dia sering kali mencari objek lain untuk ditatapnya. Dia selalu menghindari kontak mata denganku. Dan aku tidak suka itu..

Aku bisa gila jika seperti ini. Aku bertanya dan aku menjawabnya sendiri.

"Aku tahu banyak hal yang tidak kamu ketahui. Terutama tentang kak Gevan," ucap Badai.

"Apa?" tanyaku.

Badai kembali menatapku setelah menghindar kontak mata denganku. Dia menatap tepat di mataku. Dan aku dapat melihat bayanganku di sana. Apa secepat ini permintaanku terkabul?

Aku harus secepatnya menghindar. Mata elang ini bisa-bisa membuatku gugup dan membuatku pingsan. Kualihkan pandanganku ke jejeran bunga mawar yang ada di sudut taman.

"Aku tahu Kak Gevan menyukaimu,"

Diam. Sunyi. Hening. Itulah gambaran yang terjadi beberapa detik ini. Namun berbeda dengan jantungku. Jantungku berteriak bahkan melompat tidak pada tempatnya. Detak jantungku juga tidak karuan. Aku ingin menatap mata elang itu. Namun tubuhku kaku. Aku ingin berteriak 'jangan membahas hal itu!'

Masih memandang beberapa tangkai bunga mawar itu, aku berusaha mengeluarkan suaraku. "Aku sudah tahu," jawabku dengan suara serak.

"Tetapi aku lebih dulu tahu hal itu. Jauh sebelum kamu mengetahuinya," sanggah Badai cepat namun santai. "Bahkan aku tahu semua penyakit Kak Gevan."

"A..Apa?"

Dia tahu sedangkan aku tidak. Suaraku benar-benar akan hilang. Terasa sekali tenggorokanku yang sakit. Bahkan berdenyut nyeri. Mulutku juga terasa sulit untuk bertanya beberapa hal lagi.

"Aku ingin mengatakan semuanya setelah membongkar rahasiamu. Selama dua tahun lebih aku memendam sendiri rahasia itu. Kak Gevan tidak memberitahuku. Melainkan aku tahu sendiri dari beberapa sumber. Aku ingin kamu mengetahui semuanya sebelum Kak Gevan pergi."

"Bagaimana bisa?"

"Dua tahun yang lalu aku tidak sengaja menemukan beberapa bukti dari buku coretan milik Kak Gevan. Aku benar-benar tidak sengaja. Waktu itu aku belajar dengan Kak Gevan. Karena ada PR matematika, aku meminjam buku coretan milik Kak Gevan. Dia juga memperbolehkannya. Setelah mendapatkannya aku segera mencari halaman kosong. Dan halaman itu berhenti setelah halaman yang membuatku bingung. Di sana tertulis Gevan Cinta Lika. Kukira itu sebatas tulisan sayang dari kakak untuk adik."

Badai menghirup udara panjang sebelum kembali melanjutkan cerita yang harus kuketahui. "Namun aku salah. Di bawahnya ada kalimat yang membuatku terheran-heran. Aku suka adikku sendiri, itulah kalimatnya. Saat itu aku masih belum tahu apa-apa tentang cinta atau sejenisnya. Namun bukan berarti aku bodoh. Aku tahu makna kalimat tersebut."

"Lalu?"

"Beberapa minggu kemudian aku menemukan video di laptop Kak Gevan. Di sana terlihat Kak Gevan mengutarakan kalimat sukanya padamu. Jujur saja aku ingin tertawa mengingat bagaimana ucapan Kak Gevan untukmu. Suatu saat nanti aku akan memperlihatkannya padamu. Selain itu aku juga sering melihat tatapan cemburu dari mata Kak Gevan saat kamu bersamaku," ujar Badai dengan kekehan kecil.

"Mengapa tidak pernah mengatakan apapun padaku? Mengapa? Apa itu harus disembunyikan dariku?"

Tak terasa air mataku kembali mengalir membasahi kedua pipiku. Sepertinya Badai melihat hal ini. Dapat kulihat dari wajahnya yang merasa bersalah. Setelah itu kurasakan pelukan dari Badai pada tubuhku. Ini cukup menenangkan hatiku. Isakan demi isakan mengantarkanku pada kegelapan mimpi tanpa kusadari. Hingga semuanya gelap dan aku merasa seseorang itu mengecup puncak kepalaku.


TBC

Update banyak dan faster update. biar cepet selesai dan nggak ada tanggungan. Baca terus ya, Voment jangan lupa

Badai Galatoma || #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang