Pain and Happiness

111K 4.1K 33
                                    

Alana POV.

Sepulangnya dari Thailand kemarin, hari ini aku langsung disibukkan dengan kerjaan yang menumpuk. Oh God, sepertinya hari akan menjadi hari yang sangat melelahkan.

Aduuuh Alanaaa kenapa kamu stupid banget sih, kenapa pas liburan di Thailand kamu ga kepikiran sama sekali sama tugas kantor kamu? Mentang-mentang kerja di kantor papi bukan berarti kamu bisa seenaknya. Rutukku terus pada diri sendiri.

"Al lo ngapain sih? Gigitin pulpen terus, lo laper? Baru juga jam 9 masa udah laper sih?" Tanya Luna tiba-tiba muncul, mengagetkanku.

"Ahhh Luna.... ini, sepulang dari liburan kemarin aku masih harus mengurusi kerjaanku yang menumpuk." Keluhku sambil menunjuk tumpukkan kertas dihadapanku.

"Yeee siapa suruh holiday lama-lama, sukurin lo. Hahaha. Eh emang lo ke Thailand sama siapa aja? Nata doang? Wah sweet bingiiiit." Jerit Luna membuat kupingku pengang.

"Luna lo ga lagi ngomong di hutan kali, dan orang yang lagi lo ajak ngomong ini ga tuli. So please stop screaming like that. Dan kenapa lo jadi alay gitu sih? 'Bingit'? Astagaaa Luna di Aussie emang lagi ngetren juga ya bahasa alay kaya gitu?" Ujarku sedikit kesal dengan tingkah sahabatku ini.

"Yeee gue baru tau itu bahasa juga tadi gara-gara si Mirna noh office girl disini yang ngomong pake bahasa kaya gitu terus. Jadi ketularan deh gue." Bela Luna tak terima dibilang alay.

"Lo belom jawab pertanyaan gue princess, lo kesana sama siapa aja?" Tagih Luna kembali.

"Sama Nata dan Bima. Oh iya kemarin Bima sempet nanyain, kenapa lo ga ikut kita liburan." Terangku pada Luna tanpa mengalihkan pandanganku dari laptop kerjaku.

"Bima temennya si Nata itu? Emang ngapain dia nanyain gue? Ketemu juga baru dua kali." Jawab Luna sambil terus menyesap teh hangatnya.

"Mana gue tau, suka kali sama lo." Jawabku asal dan sukses menerima tatapan horor dari Luna.

"What? It's a joke you know? Jangan melototin gue sampe segitunya deh. Emangnya kenapa kalo Bima suka sama lo? Bukannya dia itu udah mapan, ganteng, keren, baik, humoris—" Jelasku panjang lebar tapi dipotong begitu saja oleh Luna. Sebal.

"Al, udah deh ga usah sok ngejodoh-jodohin gue sama si Bima itu, ga akan mempan. Lo tau kan gue ga suka sama cowok yang bawaannya bercanda terus, ga pernah serius. Dan menurut gue Bima adalah cowok yang ga pernah serius." Terang Luna dengan bahasa sok tahunya.

"Kata siapa? Don't judge people like that Lun, you just met him for two times. You don't know who is he, actually." Kataku mencoba meluruskan pemikiran Luna.

"Yaudah deh males debat beginian sama lo, gue balik ke tempat gue dulu ya. Nanti kalo mau lunch lo panggil gue aja." Ujar Luna dengan wajah malas, akupun mengiyakan dan kembali tenggelam dalam pekerjaanku.

***

Akhirnya setelah hampir 3 jam tumpukkan pekerjaanku pun berkurang lumayan banyak. Tinggal beberapa file lagi aku benar-benar terbebas dari tumpukkan pekerjaan yang menyebalkan itu. hei ayolah aku ini bukannya tidak menyukai pekerjaanku, tapi aku merasa passion-ku tidak pada perusahaan ini. Aku lebih suka mendesain suatu ruangan kosong daripada mengisi lembaran kosong dengan ketikan laporan mengenai perusahaan.

Waktu makan siang pun tiba dan aku memutuskan untuk menghentikan sejenak aktivitasku, dan menjemput Luna ke biliknya untuk mengajaknya makan siang. Sampai tiba-tiba ada sms datang dari Nata.

Al aku hari ini mau terbang ke Malaysia. Kira-kira selama tiga hari. Dan sepulang dari sana aku akan mengantarmu untuk fitting baju pernikahan kita. –Nata.

I Love You, Captain (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang