The Truth

101K 3.3K 36
                                    

Alana POV.

Pagi ini aku sedang menjalankan ritual sarapan bersama Luna sahabatku di apartment-nya. Sudah hampir seminggu aku tinggal bersama Luna dan jauh dari Nata. Ayolah aku pasti kuat untuk jauh dari Nata.

Saat kami sedang melahap makanan kami masing-masing kudengar dering dari iPhone-ku.sebelum kuangkat, kulihat nama Bima dilayarnya. Ada apa ini? Mengapa Bima menelponku? Kenapa ia ga nelpon Luna aja.

 "Hallo Bim." Ujarku saat menganggat telpon dan langsung menerima tatapan heran dari Luna.

"Akhisnya tersambung juga. Al kamu dimana sih? Ini darurat Al, kamu harus pulang sekarang juga." Ujar Bima setelah kuputuskan untuk meloadspeaker iPhone-ku.

"Bim kamu kenapa sih? Tenang dong ngomongnya. Ada apa sih?" Sambung Luna penasaran dan seketika ia langsung menutup mulutnya saat melihat tatapan membunuhku.

"Luna? Ah sekarang aku tau, benar dugaanku kalo Alana menginap kan dirumah kamu? Kenapa kamu membohongiku Lun?" Tanya Bima menuntut.

Terbongkar sudah persembunyianku selama ini. Pasti setelah ini Bima akan langsung mengadu kepada Nata.

"Maafin aku. Aku menyembunyikan Alana dari Nata karena aku kasian sama keadaan sahabatku. Ia sangat tersiksa dengan apa yang dia lihat waktu itu. Nata dan mantannya." Ujar Luna berusaha membela diri.

"Maaf Bim, ini semua salahku. Jangan memarahi Luna seperti itu." Lanjut Alana.

"Udah udah gue ga ada waktu buat marahin kaliana berdua. Sekarang juga lo harus pulang ke apartment lo Al. Lo harus rawat suami lo." Ujar Bima diseberang sana membuatku terkejut.

"Maksudnya?" Tanyaku bingung.

"Alana. Nata sakit, kemarin malam dia ambruk di kantornya sendiri. Untung Melani, sekretarisnya langsung menelpon aku dan dokter. Keadaan Nata tadi malam sangat mengkhawatirkan, tapi ia sama sekali gamau di bawa ke rumah sakit. Dan dengan terpaksa ia menjalani perawatan di rumah. Semalem dia terus mengigau, dan orang yang selalu disebut dalam igauannya itu kamu Alana. aku kasian melihat keadaan sahabatku ini. aku memang tidak membenarkan dengan apa yan dia perbuat padamu namun kalo seperti ini jadinya aku juga ga tega. Aku mohon Al, kamu pulang sekarang juga." Lirih Bima sambil terus memohon padaku.

Kakiku serasa lemas seketika mendengar penuturan dari Bima, tanpa sadar air mataku meluncur begitu saja ke pipiku tanpa bisa kucegah.

Astaga apa ini benar? Apa Nata seperti ini karena terus memikirkanku? Aku merasa seperti orang yang sangat egois mengetahui keadaan Nata seperti ini.

"Thanks Bim, gue on the way kesana." Ujarku langsung menutup telpon, menuju ke kamar untuk segedar mengganti pakaian dan mengambil tasku.

"Al gue ikut ya. Tunggu gue ambil kunci mobil dulu." Pinta Luna seraya menghilang di balik pintu kamarnya untuk mengambil kunci mobilnya.

***

Singkatnya aku sekarang sudah berada di depan pintu masuk apartment-ku dan Nata bersama Luna. Aku sedikit ragu namun akhirnya aku menepis semua keraguanku.

Aku dan Luna melangkah masuk dan aku langsung berlari kecil menuju kamarku dan Nata.

Kulihat Bima masih berada disana dengan seorang dokter yang sedang mengecek keadaan Nata. Nata yang masih terbaring lemah hanya menatapku dengan tatapan rindunya. Ia seperti ingin menangis saat melihatku kembali, namun yang dikeluarkannya adalah senyum yang sangat hangat.

"Nat, maafin aku. Aku gatau kalo semuanya akan menjadi seperti ini." Ujarku kelu saat melihat keadaan memprihatinkan suamiku ini.

Wajahnya yang tampan yang biasanya sangat terawat dan bersih kini ditumbuhi bulu-bulu halus yang tidak pernah dicukurnya. Kulit eksotiknya yang biasanya sangat bersih kin menjadi kusam tanpa cahaya.

I Love You, Captain (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang