Sepuluh hari kemudian ketika tengah malam, tampak sebuah kapal yang cukup besar, indah dan mewah melaju menuju Pulau Pelangi. Kapal itu belum mencapai pantai, namun di pantai telah berbaris puluhan orang, termasuk penjaga jalan.
Sementara kapal itu sudah mulai mendekati pantai, penjaga jalan segera berdiri dengan sikap hormat.
Tak seberapa lama kemudian, kapal itu telah berlabuh, seketika juga penjaga jalan berseru dengan hormat.
"Hamba, Bu Bun Yang menyambut Kiong Cu!"
"Bu Bun Yang tidak usah banyak peradaban, harap ikut aku ke istana!" Terdengar suara sahutan, yang menyambut itu ternyata Se Khi. Maka dapat diketahui siapa mereka yang mendarat di Pulau Pelangi. Tentunya Se Pit Han, Siang Wie, Pat Kiam dan Se Khi.
Sungguh di luar dugaan, ternyata Se Pit Han adalah siau kiong cu di pulau Pelangi. Namun sayang sekali, Pek Giok Liong telah ditotok jalan darah tidurnya oleh penjaga jalan, maka tidak menyaksikan semua itu. Kalau ia menyaksikan, mungkin .....
Bu Bun Yang berusia empat puluhan begitu mendengar suara seruan Se Khi, ia segera menjura.
"Hamba turut perintah!"
*
* *
Di dalam Cai Hong Kiong (Istana Pelangi), Se Pit Han bersujud pada kedua orang tuanya, lalu duduk sambil menatap ayahnya.
"Ayah! Pek piaute (adik misan Pek) berada di mana, kok tidak kelihatan?" tanya Se Pit Han.
Cai Hong kiong cu (Majikan istana Pelangi), Se Ciang Cing tampak tertegun, kemudian tanyanya dengan nada heran.
"Engkau bilang apa, Nak? Di mana adik misanmu Pek?"
"Eeeh?" Se Pit Han tersentak, ia menatap ayahnya dengan mata terbelalak. "Hek Siau Liong adalah Pek Giok Liong, apakah ayah belum tahu?"
"Oh?"
"Yang Hong tidak memberitahukan pada Ayah?"
"Dia sudah beritahukan."
"Adik misan Pek sudah datang di pulau ini, kok Ayah belum tahu?"
"Ayah sama sekali belum melihatnya."
"Apa?!" Kening Se Pit Han tampak berkerut. "Se Kua Hai memberitahukan, dia yang mengantar adik misan Pek ke mari."
"Oh?" Se Ciang Cing tercengang. "Itu kapan?"
"Sepuluh hari yang lalu di tengah malam."
"Oh?" Cai Hong kiong cu Se Ciang Cing tampak bingung. "Ini ..... sungguh aneh sekali."
Se Pit Han tertegun, kemudian berpikir keras akan kejadian itu. Berselang sesaat ia mengarah pada sepasang pengawal yang berdiri di belakangnya.
"Giong Cing, cepat perintahkan pada cong koan (Kepala pengurus), agar dia mengundang Si Bun lo jin ke mari!"
"Ya, Majikan muda!" Giok Cing menjura memberi hormat, lalu segera pergi.
Se hujin Hua Ju Cing menatap Se Pit Han dengan heran, kemudian tanyanya perlahan.
"Han, kau pikir Si Bun Kauw mungkin tahu tentang itu?"
"Ya." Se Pit Han mengangguk. "Han Ji pikir harus bertanya padanya, mungkin dia tahu jelas tentang itu."
"Itu bagaimana mungkin?" Se Ciang Cing, tuan istana Pelangi itu mengerutkan kening. "Ada orang luar memasuki pulau, dia kok berani tidak melapor?"
"Itu mungkin."
"Han, coba jelaskan!" ujar Se Ciang Cing pada Se Pit Han.
"Pikir baiknya, Adik misan Pek memiliki bakat yang luar biasa, cianpwe mana yang melihatnya, pasti berniat menerimanya sebagai murid." Se Pit Han menjelaskan. "Ketika pertama kali melihat adik misan Pek di sebuah penginapan di Kota Ling Ni, paman pengemis pun ingin menerimanya jadi murid, bahkan juga berjanji dalam sepuluh tahun, adik misan Pek akan diangkat jadi kepala pengemis."
"Oh?" Se Ciang Cing tertegun. "Pengemis tua itu termasuk salah satu tujuh orang aneh, hingga kini masih belum punya murid. Tapi begitu melihat Nak Liong, langsung ingin menerimanya sebagai murid, itu pertanda Nak Liong memiliki tulang dan bakat yang luar biasa."
"Memang begitu, Ayah."
"Han!" Se Ciang Cing menatapnya. "Kau pikir kemungkinan besar Si Bun Kauw berniat menerimanya sebagai murid?"
"Menurut Han Ji, itu memang mungkin."
"Apakah masih ada kemungkinan lain?" tanya Se Ciang Cing mendadak.
"Adik misan Pek memiliki sifat angkuh, luar dan dalam justu ....." Se Pit Han tidak melanjutkan ucapannya.
"Itu sifat bibimu." sela Hua Ju Cing sambil tersenyum.
"Itulah yang Han ji cemaskan," ujar Se Pit Han. "Mungkin piaute bertemu Si Bun Kauw, mereka bertengkar dan akhirnya terjadi pertarungan. Karena kepandaian piaute masih dangkal, maka ....."
Se Pit Han berhenti, namun Se Ciang Cing dan Nyonya Hua Ju Cing sudah mengerti, itu membuat mereka tersentak.
"Mungkin itu tidak akan terjadi." ujar Se Ciang Cing.
Pada waktu bersamaan, Giok Cing telah masuk dan sekaligus melapor.
"Lapor Majikan Muda! Houw cong koan sudah menunggu di luar bersama Si Bun Kauw!"
"Suruh mereka masuk!" sahut Se Pit Han.
"Ya." Giok Cing mengangguk, lalu membalikkan badannya dan berseru. "Siau kiong cu menyuruh kalian berdua masuk!"
Tak seberapa lama kemudian, cong koan Houw Kian Guan bersama Si Bun Kauw melangkah ke dalam ruang Istana Pelangi. Setelah berada di hadapan mereka, cong koan Houw Kian Guan dan Si Bun Kauw segera menjura memberi hormat.
"Hamba memberi hormat pada kiong cu, Hujin dan Siau Kiong Cu!" ucap mereka berdua serentak.
"Silakan duduk!" sahut Se Ciang Cing.
"Terimakasih," ucap cong koan Houw Kian Guan dan Si Bun Kauw serentak lagi dengan hormat, lalu duduk.
"Siau Kiong cu memanggil hamba, ada sesuatu penting?" tanya Si Bun Kauw. Siapa Si Bun Kauw itu, ternyata penjaga jalan.
"Si Bun Kauw!" Se Pit Han tersenyum ramah. "Baru-baru ini apakah Se Kua Hai pernah datang di pulau ini?"
"Pernah datang sekali, tapi tidak mendarat." jawab Si Bun Kauw.
"Oh?" Se Pit Han menatapnya. "Dia mengantar seseorang ke mari kan?"
Tergerak hati Si Bun Kauw, ia memandang Se Pit Han seraya balik bertanya.
"Apakah Se Kua Hai telah melapor pada Siau Kiong cu?"
"Ng!" Se Pit Han mengangguk. "Siapa nama orang itu?"
"Hek Siau Liong ."
Begitu mendengar jawaban Si Bun Kauw, seketika juga sepasang mata Se Pit Han berbinar-binar.
"Dia berada di mana sekarang?"
"Dia ....." mendadak Si Bun Kauw balik bertanya. "Apakah Siau kiong cu ingin tahu maksud tujuannya datang di pulau ini?"
"Betul. Dia berada di mana sekarang?"
"Berada di tempat hamba."
Wajah Se Pit Han berseri, bahkan diam-diam menarik nafas lega. Tapi wajah Se Ciang Cing malah berubah dan bertanya dengan suara dalam. "Sudah berapa lama dia berada di Pulau ini?"
"Sekitar sepuluh hari."
"Kenapa engkau sama sekali tidak melapor?" tegur Cai Hong kiong cu Se Ciang Cing. Itu membuat hati Si Bun Kauw tersentak.
"Mohon ampun kiong cu." ucap Si Bun Kauw. "Hamba melihat dia memiliki bakat yang luar biasa, maka ....."
"Ingin menerimanya sebagai murid kan?" Sela Se Pit Han.
"Hamba tidak berani melanggar sumpah, hanya ingin bersahabat dengannya sekaligus menyempurnakannya saja."
"Kenapa engkau ingin menyempurnakannya?" tanya Se Ciang Cing.
"Dia memikul dendam berdarah kedua orang tuanya, lagi pula dia bertekad membasmi para iblis yang ingin menguasai bu lim."
"Oooh!" Se Pit Han manggut-manggut. "Jadi dia telah memberitahukan mengenai musuh-musuhnya?"
"Ya." Si Bun Kauw mengangguk. "Musuh-musuhnya adalah Pat Tay Hiong Jin."
"Tidak menjelaskan siapa-siapa dalam Pat Tay Hiong Jin itu?" tanya Se Pit Han.
"Dia bilang mungkin Siang Hiong, mungkin juga Sam Kuai atau Pat Tay Hiong Jin gabung. Dia sendiri tidak begitu jelas."
"Engkau percaya?" tanya Se Pit Han sambil menatapnya.
"Lima belas tahun yang lampau, Siang Hiong Sam Kuai telah terpukul jatuh di Ok Hun Nia oleh Pek Kouw Ya dengan tenaga sakti Thai Ceng Sin Kang. Semua orang bu lim mengetahui tentang itu, maka tidak mungkin ....."
"Mereka tidak mungkin hidup kembali kan?"
"Ya." Si Bun Kauw mengangguk dan melanjutkan, "Tapi tampaknya dia tidak berdusta, oleh karena itu, hamba pun jadi percaya dan ragu."
Se Pit Han tersenyum lembut, lalu tanyanya serius.
"Engkau tidak berpikir lebih seksama, bu lim masa kini siapa orang marga Hek mampu melawan Pat Hiong yang bergabung itu?"
"Hamba sudah berpikir tentang itu, justru tidak tahu siapa orang marga Hek itu?"
"Si Bun Kauw!" Se Pit Han tersenyum. "Apa kebalikan dari kata Hek (Hitam) itu?"
Si Bun Kauw tertegun, ia memandang Se Pit Han seraya menjawab.
"Kebalikan dari kata Hek adalah Pek (Putih)." Usai menjawab, Si Bun Kauw sendiri pun tersentak. "Apakah dia marga Pek yang adalah ....."
"Tidak salah. Dia memang marga Pek!" Se Pit Han memberitahukan. "Dia putera bibi Hui."
"Haah .....?!" Si Bun Kauw segera bangkit berdiri, kemudian menjura sambil berkata, "Hamba memang harus mati, mohon ....."
"Tidak usah berkata begitu." Se Pit Han tersenyum. "Duduklah!"
"Terimakasih atas kemurahan hati Siau kiong cu yang tidak menghukum hamba!" ucap Si Bun Kauw lalu duduk kembali.
"Dalam sepuluh hari ini, engkau menurunkan kepandaian apa padanya?" tanya Se Pit Han mendadak.
"Hanya dua belas jurus tangan kosong yang biasa saja."
"Bukankah engkau ingin menyempurnakannya, kok malah menurunkan jurus-jurus biasa padanya?"
"Hamba memang berniat menyempurnakannya, namun sebelum tahu jelas sifat dan wataknya maka ....." lanjut Si Bun Kauw kemudian. "..... Hingga hari ini, hamba masih belum menurunkan bu kang lain padanya."
"Bagaimana pengamatanmu dalam sepuluh har ini?" tanya Se Pit Han.
"Mengenai apa?"
"Sifat dan wataknya."
"Sifatnya memang agak angkuh, tapi berhati bajik dan berbudi luhur, bahkan sangat cerdas." Si Bun Kauw memberitahukan. "Oleh karena itu hamba telah mengambil keputusan, akan mulai menurunkan bu kang tingkat tinggi padanya. Akar tetapi, dia justru Tuan muda Pek, tentunya urusar pun jadi lain."
"Emmh!" Se Pit Han manggut-manggut, lalu memandang Se Ciang Cing. "Bagaimana Ayah akan mengatur adik misan?"
"Han!" Se Ciang Cing tersenyum. "Bukankah dalam hatimu telah punya suatu rencana?"
"Benar! Tapi harus disetujui Ayah."
"Asal tidak melanggar amanat leluhur, ayah pasti setuju," ujar Se Ciang Cing sungguh-sungguh.
"Terimakasih, Ayah!" ucap Se Pit Han dengar wajah berseri.
"Han!" Se Ciang Cing menatapnya. "Bagaimana rencanamu itu?"
"Rencana Han Ji ....." Se Pit Han tersenyum. "Pokoknya Han ji tidak akan melanggar amanat leluhur, nanti Ayah akan mengetahuinya."
"Kok dirahasiakan?" Se Ciang Cing menggeleng-geleng kepala.
"Han ji ingin bikin kejutan." sahut Se Pit Han, lalu memandang Si Bun Kauw seraya berkata. "Aku ingin minta bantuan, boleh kan?"
"Bantuan apa? Hamba pasti melaksanakannya dengan baik," ujar Si Bun Kauw sambil menjura.
"Kalau begitu, terlebih dahulu aku mengucapkan terimakasih." Se Pit Han tersenyum ceria. "Engkau sangat menyukai Adik misan Pek dan berniat menyempurnakan dirinya, maka alangkah baiknya kalau engkau mewariskannya semacam kepandaian tingkat tinggi padanya. Bagaimana?"
"Maksud Siau kiong cu?"
"Aku sangat tertarik pada Thian Liong Pat Ciu (Delapan Jari Naga Langit) milikmu."
"Oh? Ha ha!" Si Bun Kauw tertawa gelak. "Siau kiong cu mengira hamba begitu pelit ya?"
"Kalau begitu, engkau setuju kan?"
"Setuju."
"Nah, untuk sementara ini, dia tetap bersamamu untuk belajar Thian Liong Pat Ciu. Dalam sepuluh hari, dia sudah harus dapat menguasai kepandaian tersebut. Ohya! Engkau jangan memberitahukan padanya tentang hubungannya dengan pulau Pelangi ini!"
"Ya." Si Bun Kauw mengangguk lalu bertanya. "Apakah Adik misan Tuan belum tahu tentang ini?"
"Kalau dia tahu, dia sudah beritahukan."
"Itu agak tidak masuk akal," sela Hua Ju Cing mendadak.
"Ibu, apa yang agak tidak masuk akal?" tanya Se Pit Han heran.
"Kalau benar dia adik misanmu, tidak mungkin dia tidak tahu asal usul ibunya," jawab Hua Ju Cing.
"Mengenai ini, Han ji, Se Khi dan paman pengemis telah menganalisanya," ujar Se Pit Han sambil tersenyum.
"Oh?"
"Kami anggap ayah ibunya tidak mau memberitahukan, itu karena usia adik misan Pek masih kecil. Oleh karena itu mereka khawatir adik misan Pek akan membocorkan rahasia tersebut." ujar Se Pit Han.
"Memang masuk akal!" Hua Ju Cing manggutmanggut.
"Si Bun Kauw!" Se Pit Han menatapnya. "Di hadapannya jangan singgung tentang diriku, Se Khi, Siang Wie dan Pat Kiam! Kalau dia bertanya, engkau jawab tidak tahu saja!"
"Ya, Siau kiong cu."
"Baiklah! Kini engkau boleh kembali ke tempat," ujar Se Pit Han.
"Ya." Si Bun Kauw segera bangkit berdiri. Ia memberi hormat pada Se Ciang Cing, Hua Ju Cing dan Se Pit Han, lalu mengundurkan diri dari ruangan itu.
Houw Kian Guan, kepala pengurus itu pun bangkit berdiri, lalu memberi hormat pada mereka seraya berkata.
"Kalau kiong cu tiada urusan lain lagi, hamba mau mohon diri."
"Tunggu!" Se Pit Han mencegahnya pergi.
"Siau kiong cu ada perintah apa?" tanya cong koan itu dengan hormat.
"Si Bun Kauw telah berjanji akan menurunkan Thian Liong Pat Ciu pada adik misan Pek, bagaimana dengan cong koan?"
Houw Kian Guan tertegun, kemudian tersenyum.
"Siau kiong cu menghendaki hamba mewariskannya semacam kepandaian tingkat tinggi?"
"Engkau cong koan Pulau Pelangi, kalau cuma mewariskannya satu macam kepandaian, itu berarti pelit."
"Maksud Siau kiong cu?" Cong koan Houw Kian Guan tersenyum lagi.
"Paling sedikit pun harus dua macam kepandaian. Sudikah engkau mewariskannya?"
"Tentu sudi." Cong koan Houw Kian Guan mengangguk. "Menurut Siau kiong cu dua macam kepandaian apa yang harus hamba wariskan padanya?"
"Jelas dua macam kepandaian simpananmu."
"Kalau begitu ....." Pikir cong koan. "Bagaimana hamba mewariskannya Toh Thian Sam Ciang (Tiga Pukulan Pencuri Langit) dan ginkang Hui Hun Phian Su (Awan Terbang Capung Melayang) padanya?"
"Terimakasih!" ucap Se Pit Han sambil tersenyum.
"Siau kiong cu jangan mengucapkan terima-kasih, hamba tidak berani menerimanya," ucap cong koan hormat.
"Aku memang harus mengucapkan terima-kasih." Se Pit Han masih tersenyum.
"Ohya, kapan hamba akan mulai mengajarnya?" tanya cong koan itu.
"Begini, kalau sudah waktunya, aku akan beritahukan padamu," jawab Se Pit Han. "Sekarang engkau boleh pergi mengurusi pekerjaanmu."
"Ya." Cong koan Houw Kian Guan memberi hormat pada mereka, kemudian mengundurkan diri.
Setelah cong koan itu pergi, Se Ciang Cing pun terus menerus memandang Se Pit Han.
"Ha, apakah dengan cara demikian engkau mengatur adik misanmu?" tanya Se Ciang Cing.
"Ini baru sebagian," jawab Se Pit Han sambil tertawa kecil.
"Oh?" Se Ciang Cing tertegun. "Cuma sebagian saja?"
"Ya." Se Pit Han mengangguk. "Han Ji masih ingin bermohon pada Bu Sian Seng, Sioh pelindung pulau, Liok pengontrol pulau dan Ku nai-nai, termasuk Se Khi untuk mewariskan kepandaian simpanan masing-masing pada adik misan Pek."
"Mereka semua memiliki kepandaian yang amat tinggi, engkau tahu kan?" Se Ciang Cing menatapnya.
"Han Ji tahu!"
"Engkau justru tahu, tapi mengapa menghendaki mereka masing-masing mewariskan kepandaian simpanan mereka pada misanmu itu?" tanya Se Ciang Cing dengan wajah serius. "Apakah engkau menginginkannya jadi pendekar yang tiada tanding di kolong langit?"
"Han Ji memang bermaksud begitu. Bagaimana menurut Ayah, cara Han Ji mengatur itu?"
"Memang baik sekali." Se Ciang Cing mengerutkan kening. "Tapi ....."
"Kenapa?" tanya Se Pit Han heran. "Seandainya dia bukan adik misanmu, itu bagaimana?" Se Ciang Cing menatapnya tajam.
"Jangan khawatir Ayah!" Se Pit Han tersenyum. "Mengenai persoalan ini, Han ji pun punya suatu rencana."
"Rencana apa?"
"Pokoknya tidak lewat tiga hari, Han ji sudah berani memastikan bahwa dia adik misan Pek atau bukan."
"Han." Hua Ju Cing menatapnya dalam-dalam. "Kalau begitu, engkau masih punya suatu cara pengaturan yang lain?"
"Ya." Se Pit Han mengangguk, kemudian bertanya pada Se Ciang Cing. "Mengenai dendam berdarah kouw peh dan Hui kouw-kouw, bagaimana Ayah mengurusinya?"
"Mengenai itu, ayah telah memikirkannya. Tapi ....." Se Ciang Cing mengerutkan kening. "Setelah engkau memastikan asal-usulnya, barulah dibicarakan kembali."
"Baiklah!" Se Pit Han mengangguk.

YOU ARE READING
Panji Sakti - Gu Long
ActionJIT GOAT SENG SIM KI (Panji Hati Suci Matahari Bulan) Suatu kejadian telah menggemparkan bu lim (Rimba persilatan), yakni musnahnya CIOK LAU SAN CUNG (Perkampungan Loteng Batu). Seluruh penghuni perkampungan itu terbunuh, termasuk majikan perkampung...