CHAPTER 12

3.3K 194 11
                                    

War day 7

Masih ingat dengan sosokku?
Aku adalah istri dari SERTU Adrian. Yaaa, aku adalah Tasya. Menyakitkan bukan? Baru 1 bulan kami menikah, tiba tiba kami harus dipisahkan dengan perang ini.

Awalnya aku tidak peduli dengan perang ini, toh aku sudah ditempat aman yang jauh akan bahayanya perang ini. Yaa sejak perang pertama aku langsung mengungsi ke tempat orang tuaku di Yogyakarta.

Namun kini hatiku merasa harus berbakti untuk negeri, pikiranku berubah karna sudah beberapa hari terakhir ini aku mulai hilang kontak dengan suamiku.

Aku sebebernya seorang perawat, saat dia masuk SECABA, aku kuliah D3 keperawatan, aku ingin mengabdi juga untuk negeri ini, akirnya aku mendaftar untuk menjadi sukarelawan.

War day 9

Kemarin malam aku berangkat menuju Jakarta lewat jalur darat, jalur kereta dan bandara sudah hancur, hanya jalan barat yg tersisa, yang artinya harus menempuh 12 jam perjalanan yang panjang, rencananya pagi ini kami sampai keJakarta.

Sesampainya diJakarta, tepatnyan dimarkas PMI Jakarta Selatan yang ada dijalan Joe. Aku bertugas dipengungsian yang ada di Depok. Dari sini sekitar setengah jam, kami menaiki mobil jip putih, sekitar ada 7 mobil melaju menuju tempat pengungsian itu.

aku menumpang dikursi depan bersama supir seorang tentara berpangkat tamtama, aku berada diurutan mobil pertama, yap mobil jip paling depan, mobil yang memimpin 6 mobil dibelakangnya.

dari jauh pintu masuk pengungsian sudah terlihat, terlihat pintu itu diportal dengan penjagaan beberapa tentara didepanya. aku melihat dua tentara yang berjaga diportal bukan merupakan tentara Indonesia. bagaimana aku bisa tau?, aku melihat corak loreng yang berbeda.ditambah mereka menggunakan loreng biru. makin dekat aku makin tahu dan yakin bahwa mereka bukanlah tentara Indonesia, melainkan tentara UN (United Nations) atau yang biasa kita sebut dengan PBB. yaa, mereka adalah tentara perdamaian yang bertugas menjaga tempat ini.

begitu didepan portal mobil kami dihentikan oleh tentara UN tersebut, seperti yang aku bilang tadi, ada dua tentara yang berjaga didepan portal, 1 di sebelah kanan mobil dan satu lagi berada disamping kiri, mereka telah berdiri disamping pintu mobil kami.

kedua tentara itu mengisyaratkan agar kami menurunkan kaca mobil kami. mereka meminta kami untuk menunjukan idientitas dan surat tugas kami. dari cara bicara mereka aku tahumereka berasal dari Amerika Serikat.

setelah urusan administrasi selesai, portal pun dibuka. kamu memasuki pengungsian ini, yang kurasakan? sangat sedih sekaligus takut. sedih? ya sedih karena melihat korban perang ini. takut? tentu saja aku takut, aku takut jika Malaysia menyerang tempat pengungsian ini.

aku bertugas dibangsal yang khusus merawat tentara yang luka luka dimedan perang. mengenaskan sekali mereka, darah dilantai yang berceceran, teriakan rintih kesakitan akibat luka yang mereka rasakan, mulai dari sekarang akan jadi hal biasa yang aku terima setiap hari.

sedih saat aku melihat di bed paling ujung tergeletak dengan kondisi kaki kiri yang telah tidak ada, cos mandi bulanya pun sudah patah, ditambah dengan lubang besar dibagian perutnya, dia secara tidak sengaja menginjak ranjau darat di area pertahanan musuh. menurut dokter saat dibawa dia masih hidup, terlihat dari kejauhan seperti sudah tidak ada tanda tanda kehidupan. aku segera mengecek tanda tanda vital tentara tersebut. sudah plus itu hasil dari pemeriksaan ku. aku langsung mengkonfirmasi kepada dokter, karna aku seorang perawat aku tidak bisa mengatakan pasien sudah meninggal atau tidak.

kini telah siang hari. cukup melelahkan untuk penugasan pertama ku di tempat pengungsian ini. kini tibasaatnya aku untuk makan sia.tempat pengungsian ini mempunyai tempat makanan seadanya sifatnya pun prasmanan , makanan pun sudah dijatah disini. Antrian panjang yang terjadi disini. jarak awal meja prasmanan dengan aku sekitar 21 orang atau lebih. didepan ku ada rekan perawat ku bernama Jabida. cukup asik mengobrol denganya membuat antrian ini tidak terasa panjang.

berdasarkan dari ceritanya aku tahu bahwa dia pun bernasip sama sepertiku, ditinggal suami tercinta untuk berperang. suaminya bertugas sebagai pilot di squadron shukoi yang pangkalanya ada di Jakarta. sama dengan ku dia pun kehilangan kontak dengan suaminya.

terdengar asing ditelinggaku percakapan orang yang berada dibelakangku saat ini, yang tau dia seorang pria dengan aksen Amerika. akhrinya sampai juga aku dimeja prasmanan ini. ada seorang wanita yang memberikan makanan kepada kami. nasi yang hanya semangkok kecil, dengan sepotong ikan kecil dan kuah sop kosong tanpa ada isi.

aku duduk disebelah kanan tempat makan ini. tempatnya tidak terlalu besar hanya 25x25m, terdapat 5 meja dikanan dan 5 meja dikiri dengan meja prasmanan ditengahnya. sebelah kanan meja terdekat dari meja prasmanan. didepanku temanku Jabida yang sedari tadi menemaniku. sambil menyatab makanan kami sambil bercanda ria. disela sela candaan kami, Jabida mengatakan bahwa tentara yang ada dibelakangku terus menatapku. tertarik saja aku tidak untuk menoleh kebelakang, walupun dia tentara bule katanya. hahaha tawa kami pun pecah saat itu.

War Day 10

00.14

Tasya

Deru suara ambulance bergema diantara gedung-gedung pencakar langit yang masih berdiri, kami yang sedang tertidur didalam asrama perawat sontak terbangun, ini bukan jam dinas kami, tapi mungkin ini sudah kewajiban kami, ditambah dengan hanya 3 orang yang berjaga malam ini. Makin dekat suara ambulance itu semakin kencang, kami sudah menunggu didepan barak gawat darurat. 5 ambulance datang, menurut informasi mereka adalah korban bom pesawat malaysia diwilayah Pasar Minggu.

kurasa kalian sudah tau bagaimana kondisi korban setelah terkena ledakan bom.

terikan kesal bercampur marah datang dari ambulance 3. Suara Jabida, suaranya sudah tidak asing untukku. hujatan dan kata - kata kotor terdengar lantang dari mulutnya. terlihat beberapa orang memegangi tubuhnya yang terus berontak. Aku penasaran, aku harus melihatnya. ternyata di Ambulance itu ada seorang tentara Malaysia yang juga terluka karna bom dari pesawat mereka sendiri, pantas saja Jabida sangat marah karna karna Malaysia lah ia kehilangan suami tercintanya.

Jabida berlari memegang pisau bedah dari dalam barak gawat darurat, terlihat dibelakangnya tetntara America yang bertugas mengejarnya, dia berencana menusuk tentara Malaysia itu. Spontan aku halangi larinya, namun apa dayaku kekuatanku tak sebesar dia, aku terpental jatuh. terbentur kepala ku karna itu, pandanganku mulai kabur, berbayang bayang Jabida berusaha menolongku dibantu oleh tentara America yang tidak kutahu siapa namanya. Lalu semuanya terasa gelap

MEDAN TUGASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang