Tigapuluh Dua

166K 9.3K 186
                                    

Nicholas's POV

Sepertinya aku harus menulis surat wasiatku dimulai dari detik ini.

Aku tidak tahu harus mengatakan ini berkah atau petaka, mimpi indah atau awal dari mimpi buruk. Yang aku tahu, aku ada dalam masalah besar kali ini.

Bagaimana mungkin, hanya sekali, bahkan perempuan itu hanya mengira kejadian itu hanya mimpi, dan kami menghasilkan satu nyawa baru yang sedang tumbuh di perut rata perempuan yang sedang tertidur dengan pulas di sampingku. DAN BAGAIMANA MUNGKIN PEREMPUAN INI BISA TERTIDUR PULAS DALAM KONDISI SEPERTI INI?!

Bukannya aku tidak senang Keira tengah mengandung anakku, aku senang, sangat senang. Tapi kondisi kami saat ini bukan saat yang tepat untuk kami bersuka cita.

Masih banyak masalah yang aku yakini akan menghadang kami, terutama setelah mendengar ancaman Bruce. Dan juga... Kenneth dan Mr.McKenzie bisa saja mengkebiriku kalau sampai tahu berita ini.

Mr. Dan Mrs. McKenzie akan segera mendapat cucu pertama dari anaknya, dan itu bisa dipastikan bukan Kenneth, melainkan perempuan di sampingku ini, perempuan yang sedang mengandung anakku di dalam perutnya yang sudah tidak serata dulu.

"Ehm..." Keira menggumam dalam tidurnya, ia lalu bergerak dan membuka sedikit matanya yang langsung bertabrakan dengan tatapan mataku yang setia menatapnya sedari ia tertidur. Ia lalu tersenyum dan kembali memejamkan matanya, "Kamu gak tidur?" Tanyanya pelan.

"Belum." Jawabku. Aku terus memperhatikan wajah Keira, aku menggeser tubuhku mendekat kearahnya. Setelah merasakan pergerakkanku, mata Keira terbuka, tapi dia tidak mendorongku, melainkan hanya balas menatapku.

"Bagaimana rasanya? Hm?" Tanyaku pelan, tanganku bergerak dan berhenti tepat di perutnya. "Apa benar disini ada kehidupan? Kehidupan yang akan tumbuh, tumbuh menyerupai versi kecilku atau versi kecilmu?" Tanyaku tanpa memutuskan tatapan pada matanya yang kemudian tersenyum mendengarku.

"Sejujurnya, aku juga masih belum percaya. Dan kalau kamu tanya gimana rasanya, aku gak tahu. Dia masih belum bisa bergerak, kamu tahu kan?" Tanyanya. Tangannya bertumpu pada tanganku di perutnya. "Tapi sejak tau kalau aku membawa kehidupan lain disini, aku merasa hangat, dan tidak kesepian lagi."

"Kamu kesepian?" Tanyaku mengernyit.

"Ehm..." ia seperti mencari alasan. Belum sempat dia menjawab pertanyaan itu, aku menariknya kedalam pelukanku. "Aku cuman ngerasa bosen aja disini. Kamu sendiri kan juga tahu kalau aku gak ada kerjaan apapun lagi semenjak berita ini menyebar luas." Ucapnya sambil membenamkan diri semakin dalam ke pelukanku.

"Aku tahu. Maaf. Ini semua karena aku." Sesalku.

Keira menggeleng pelan, lalu mendongakkan kepalanya menatapku. "Salah aku juga. Kita berdua salah. Tapi... dia gak salah."

Aku menarik senyumku saat menyadari siapa yang Keira maksud. Anak kami. Ya, dia tidak bersalah. Kami lah sebagai orang tuanya yang harus bertanggung jawab atas apa yang sudah kami perbuat.

"Setelah masalah kita selesai, aku mau ajak kamu liburan. Mau?" Tanyaku sambil mengulas senyum.

"Masalah? Apa ada hubungannya dengan ancaman Bruce?" Tanyanya. Ternyata bukan hanya aku yang kepikiran dengan ancaman Bruce.

Aku tersenyum dan mengeratkan pelukanku. "Itu salah satunya, tapi yang aku pikirkan adalah... caranya aku memberitahu keluarga kamu kalau mereka beneran akan memiliki cucu dari kamu." Ucapku pelan sambil menahan tawa.

"Bukannya lebih tepat dengan pertanyaan 'setelah aku keluar dari rumah sakit, apa kamu mau liburan sama aku?' Dibandingkan pertanyaan tadi?" Tanyanya terkekeh geli.

My (FAKE) Fiancé [#DMS 4] | (MFFS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang