Happily

45 3 4
                                    


Aku tertawa sambil melihat tingkah laku kedua pria konyol yang sedang asik menari ria saat aku menyalakan sebuah lagu dari salah satu girlband kesukaanku. Tiba-tiba seorang pria datang dengan lemas dan duduk di sampingku dengan menatap malas ke arah kedua temannya yang terus saja menari.

"Ada apa?" tanyaku sambil tetap menatap dan tertawa melihat tingkah laku kedua temannya itu.

"Haahh.. entah." Ucapnya malas sambil menutup matanya sejenak.

Akupun mengelus pundaknya dengan tatapan masih kearah kedua teman konyolnya itu.

"Kalau kau ingin menghiburku tatap juga mataku." Kesalnya sambil menarik wajahku agar menatapnya.

"Yak.. aku sedang memvideokan mereka." Ucapku sambil menepuk lengannya.

"Aish.. kau ini." Taka pun berjalan pergi meninggalkan kami bertiga di ruang tengah.

Dan sedetik kemudian ia kembali ke dalam ruangan.

"Kau ini pacarku atau pacar mereka." Teriaknya ke arah kami.

Kami semua menatap kearahnya dan ketika ia sudah menjauh kami langsung tertawa bersama. Dengan Ryota yang mencoba ulang gaya Taka yang marah tadi.

"Sudahlah kejar Mori-chan, ia sedang dalam feeling yang buruk." Tegur Toru yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu tepat di sampingku.

"Haha.. biarkan saja..." ucapku sambil mengarahkan kamera kearahnya yang ternyata hanya menggunakan celana dalam.

"Dasar orang gila." Ucapku sambil mematikan ponselku.

Akupun berlari mengejar Taka dengan diikuti tawa Ryota dan Tomoya, dan orang gila itu hanya tersenyum bingung menatapku yang pergi. Aku menatap punggung Taka yang sedang menikmati pemandangan Tokyo di malam hari, yang sebenarnya aku tahu ia tidak menikmatinya dengan pikiran yang berantakan seperti sekarang.

"Kau masih marah?" tanyaku sambil memeluknya dari Belakang.

"Hmm.. apa yang sedang menggangumu Mori-chaaann?" tanyaku lagi sambil mencium aroma tubuhnya dari kaos yang ia gunakan.

Iapun sedikit menoleh kearahku dan sedetik kemudian ia menarik tubuh mungilku yang sama sepertinya kedalam pelukannya. Aku terdiam sesaat sambil menikmati pelukan hangatnya yang hampir setiap hari aku rindukan.

"Ia tadi menghubungiku, Ayahku." Ucapnya kemudian.

"Bukankah itu bagus?" tanyaku.


Iapun melonggarkan pelukannya.

"Ya.. Ia menanyai keadaanku setelah kejadian waktu itu." Ucapnya sambil tersenyum getir.

"Lalu kau bilang apa?" tanyaku sambil menyentuh tangannya yang hampir bergetar.

"Ya.. aku katakan padanya tak apa, dan aku juga sudah melupakannya." Ucapnya.

"Ya bagus, kau sudah melupakan kekesalanmu pada Ayahmu kan. Makanya kau bisa sampai sejauh ini." Ucapku sambil mengelus punggung tangannya.

Iapun mengangguk dan kemudian memelukku erat, orang mungil ini selalu saja membuat tubuhku nyaman saat di dekapnya meskipun ia dalam keadaan tidak baik sekali pun.

"Lalu bagaimana dengan kita?" tanyaku pelan.

"Kita? Memang kita kenapa?" tanyanya sambil melepaskan pelukannya.

"Kita kan sudah pernah membicarakannya.." ucapku sambil memanyunkan bibirku.

Iapun terdiam sesaat seperti sedang mencoba mencerna kata-kataku.

"Aku ingin seperti Michelle yang dinikahi Ryota." Ucapku kemudian.

Iapun menatapku lekat.

"Ah itu, bisakah kita bicarakan lain waktu." Ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang aku yakin tidak gatal sama sekali.

"Hah... kau selalu saja seperti ini." Tatapku sebal.

"Aku ingin tanya, apa kau pernah memikirkan untuk menikahiku?" tanyaku.

"Aku belum memikirkannya." ucapnya seraya memejamkan matanya.

"Ah.. aku sudah menduganya." aku pun berbalik meninggalkannya.

Dengan kesal aku pun berjalan menuju ruang tengah dimana ketiga orang gila itu sedang asik berwefie ria dengan hanya menggunakan celana dalam. Akupun menatapnya sebal dan mereka menghentikan kegiatannya, dan dengan kesalnya aku mengambil ransel di atas sofa yang tadi ku duduki dengan kasar dan tanpa berpamitan langsung pergi meninggalkan ketiga orang gila itu. Aku pun kembali lagi sambil meluapkan kekesalanku pada mereka.

"Dasar kalian orang gila, kalian sudah cukup tua kenapa kalian tidak memikirkan tentang pernikahan juga." Teriakku kesal pada mereka dan kemudian melanjutkan perjalananku keluar.

Merekapun saling tatap satu sama lain sambil sedikit tertawa.

"Siapa yang dia maksud?" tanya Toru sambil menatap Ryota dan Tomoya.

"Ya tentu saja kalian berdua, aku kan sudah menikah." Ucap Ryota bangga.

Akupun melewati Taka yang masih terdiam menatap langit malam di atas balkon dan ia tidak mengubrisku yang sengaja ku ketukan kakiku saat berdiri tidak jauh darinya. Tapi ia seperti mengabaikan keberadaanku, dengan kesal akupun membanting pintu apartemen.

Dengan kasar ku tekan tombol di lift agar aku segera sampai di lantai bawah dan cepat pergi dari apartemen ini meski berharap pria mungil itu menghadangku pergi. Tapi sesampainya di lantai bawah pun tak ada tanda-tanda ia akan mengejarku.

"Tinggal bilang mau kah kau menikah denganku, apakah sesulit itu." Gerutuku sambil berjalan keluar gedung apartemen dengan sebal.

Aku sudah tidak peduli bila seseorang mengajakku menikah aku akan mengiyakan ucapannya langsung, biar kau tau rasa Takaaa.

"Mau kah kau menikah denganku." Ucap seseorang di belakangku.

Deg... siapa itu yang mengucapkan kata-kata itu, aku pun tersenyum sambil menutup mulutku dan berbalik kearahnya.

                                                                            ***

CONFUSEDWhere stories live. Discover now