Marry Me!!

18 2 1
                                    

Deg... siapa itu yang mengucapkan kata-kata itu, aku pun tersenyum sambil menutup mulutku dan berbalik kearahnya yang ku fikir Taka tetapi ternyata ia orang lain.


"Ah.. aku tidak suka dengan leluconmu." Ucapku kesal saat melihat Toru yang sedang berdiri sambil bersender di pintu masuk gedung apartemen.

"Hahaha.. gomen gomen, tapi tadi ku lihat kau tersenyum senang. Apa kau berhatap kata-kata itu keluar dari mulut Mori-chan?" tanyanya meledek sambil berjalan mendekat.

Akupun menyipitkan kedua mataku dengan tatapan sebal kearahnya. Aku pun menghela nafas berat sambil menatap kearahnya yang kini sudah berdiri di depanku.

"Bisa temaniku minum kopi?" tanyaku.

                                                                                           ***  

Kamipun  terdiam di dalam sebuah coffee shop dekat apartmen mereka, kami sibuk dengan pikiran masing-masing hingga seorang pelayan yang membawakan pesanan berhasil membuyarkan lamunan kami.

"Lalu ada yang ingin kau ceritakan?" tanyanya kemudian setelah pelayan meninggalkan meja kami.

"Aku mengajakmu kesini, apa kau tidak merasa aneh?" bisikku sambil mencondongkan wajahku kearahnya.

"Memangnya kenapa?" tanyanya dan kemudian meminum kopi hitamnya.

"Semua orang menatap kearahku." Ucapku ragu sambil melirik ke beberapa orang yang ada di dalam kafe.

"Abaikan saja." Ucapnya sambil mendorong iced cappucino di depanku.

Akupun mengangguk dan membenarkan dudukku.

"Aku benci sekali dengan temanmu." Ucapku kemudian.

"Kau sudah mengatakan padanya untuk menikahimu?" tanyanya sambil meletakkan kedua tangannya di depan perutnya.

"Sudah, tapi ia lebih percaya akan kata-kata peramal itu." Ucapku malas.

"Benarkah? Hahaha ternyata orang bodoh itu percaya perkataan itu." Ucap Toru sambil sedikit tertawa.

"Tau, kenapa sih orang bodoh itu harus menjadi pacarku." Ucapku kesal.

"Kenapa?" tanyanya sambil mencondongkan wajahnya kearahku.

Akupun menatap kearah matanya yang sedang lekat menatap mataku.

"Hmm.. entah aku juga bingung, dan ngomong-ngomong ada kotoran di matamu." Ucapku sambil menunjuk kearah matanya.

"Ah.. benarkah." Ucapnya yang kemudian merabah sudut matanya dengan telunjuknya.

"haha.. aku hanya bercanda." Ucapku sambil tertawa kearahnya.

Setelah berbincang-bincang kamipun kembali ke dorm OOR terlihat Taka yang sudah berdiri menanti di depan pintu masuk apartemen.

                                                                                                     ***


"Tumben kalian terlihat akur." Ucap Taka sambil menatap heran kearah kami.

Ah benar juga, kami biasanya tidak pernah akur. Tapi Toru malam ini cukup menyenangkan menjadi teman.

"Dia mentraktirku minum kopi disana." Ucap Toru yang kemudian sifat dinginnya keluar.

"Ah.. pasti ia curhat kepadamu kan?" goda Taka sambil tersenyum kearahku.

"Ya tentu saja aku curhat kepada temanmu tentang dirimu. Kau mau aku curhat kepada media tentang sifatmu, Hah." Ucapku kesal.

"hahaha.. gomen gomen." Ucapnya yang kemudian memelukku hangat.

"Benar aku merindukan pelukannya tiap saat." Ucapku dalam hati.

"Baiklah aku mulai mengantuk, nikmati lah malam kalian berdua." Ucap Toru sambil melambaikan tangannya dan berjalan masuk ke dalam apartmen.

Ah iya.. aku lupa bilang terimakasih kepadanya karna telah menemaniku, haha nanti sajalah.

"Kau bilang apa saja padanya?" tanya Taka saat kami tiba di bangku taman.

"Aku ceritaaaakaaaannn semuanya." Ucapku sambil menyenderkan kepalaku di lengannya.

"Sejak kapan kau jadi ember seperti ini." Godanya.

"Sejak kau belum memikirkan akan menikah denganku."ucapku kesal.

"Jangan marah.." ucapnya sambil mencubit kedua pipiku.

"Lepaskan ah.. sakit tau." Kesalku sambil melepaskan cubitannya.

Iapun tersenyum kearahku dan menarik tubuhku agar menghadap kearahnya. Iapun terdiam sesaat sambil menatap mataku lekat.

"Terimakasih, terimakasih karna kau mau menemaniku disaat-saat seperti ini. Dan maaf juga bila aku sering egois dan bisakah kau menungguku untuk beberapa tahun kedepan?" ucapnya sambil menatapku lembut.

"Sampai kapan?" tanyaku membalas tatapannya.

"Sampai aku benar-benar siap akan pernikahan." Ucapnya.

"Kalau sampai beberapa tahun itu kau tak siap juga, aku bagaimana?" tanyaku sambil menahan air mataku.

"Kau boleh pergi." Ucapnya sambil memegangi wajahku.

Aku terdiam sejenak sambil menatapnya lekat berharap ada kata-kata lain keluar dari mulutnya tetapi tidak.

"Kenapa kau selemah ini, aku fikir kau akan mengatakan aku akan mencoba siap atau bantu aku agar siap atau kata-kata positif lainnya. Tapi.." ucapanku terhenti ketika ia memelukku hangat.

Jahat.. kenapa pelukanmu malah membuatku tenang akan segalanya. Seakan-akan kau tau bahwa kelemahanku ada saat kau memelukku hangat seperti ini Mori-chan.

"Aku harus pulang, istirahatlah." Ucapku sambil melepaskan pelukannya.

"Akan aku antar." Ucapnya.

"Tidak usah, akukan bawa mobil." Ucapku sambilmengeluarkan kunci mobil dari sakuku.    

"Mori-chan, bila suatu nanti ada orang yang mengajakku menikah, tetapi orang itu bukan kau. Apa yang harus ku jawab?" tanyaku pelan.

Ia terdiam sambil menatapku lekat.

"Tidak usah di jawab." Ucapku sambil tersenyum kearahnya.

Aku menahan tangisku sesampainya di dalam mobil aku keluarkan tangisku di dalam sana. Apa aku terlalu egois padanya dan terus menerus memaksanya menikahiku apakah itu tidak baik untuk hubungan ini.

                                                                                                     ***  

CONFUSEDWhere stories live. Discover now