07. Kompensasi

4.5K 208 3
                                    

"Raka!" Seorang pria muda berteriak dari kejauhan sambil melambai-lambaikan tangannya.

Aku berhenti saat Raka juga menghentikan langkah tepat di depanku. Kami langsung menoleh ke arah pemuda itu begitu keluar dari ruang kamar yang kami tempati sebelumnya di lantai empat.

Pemuda itu seperti ... Galang? Apakah Raka mengenal Galang?

"Woi, Galang!" Raka menyeringai lebar dan balas melambaikan tangan. Aku terperanjat kaget karena sempat terjebak dalam lamunan, memikirkan bagaimana Raka dan Galang bisa saling mengenal.

Raka menoleh padaku. "Tetap di sini, aku akan segera kembali." Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung pergi begitu saja menghampiri Galang, dan mereka kemudian menghilang di persimpangan lorong.

Sedangkan aku, aku masih berdiri mematung di sana. Aku tidak bisa memalingkan pandangan dari tempat mereka berdiri. Aku tidak pernah tahu jika Galang dan Raka ternyata saling mengenal. Mereka ...

"Diandra!!" Tiba-tiba saja sebuah teriakan mengejutkanku.

Aku menoleh dan mendapati seorang wanita berjalan menghampiriku dengan wajah kesal. "Ma-madam Laura?" gumamku pelan.

"Diandra, apa yang kamu lakukan di sini?! Kenapa kamu tidak massuk ke kamarmu dan menemani Tuan Raka?!" bentaknya. Aku bisa mengerti kenapa Madam Laura sangat marah. Dia pasti mengira aku tidak melayani tamunya dengan baik.

"Madam Laura Aku ..." Aku bingung, tidak tahu harus berkata apa. Wanita itu terlihat mengerikan saat marah. Berbeda ketika aku pertama kali bertemu dengannya, waktu itu dia terlihat begitu santun dan sangat baik padaku.

"Cepat kembali ke kamarmu dan temani Tuan Raka!" dia membentakku lagi.

Aku hanya bisa tertunduk dan menerima amarahnya. Percuma saja kalau melawan, bisa-bisa aku langsung dipecat.

"Madam Laura," suara berat itu tiba-tiba muncul, membuat Madam Laura seketika berpaling dariku.

"Tuan, kenapa Anda berada di sini? Apa pegawai saya tidak melakukan tugasnya dengan baik?" Madam Laura benar-benar pintar berakting. Saat denganku saja dia seperti harimau mengamuk dan siap menerkamku. Tapi di hadapan Raka dia langsung berubah santun dan penuh senyuman.

Pria rupawan itu kemudian berjalan menghampiri kami dan berdiri tepat di sebelahku. "Madam Laura, jaga ucapanmu pada calon istriku." Raka melingkarkan satu tangannya ke pinggangku. Aku bisa menangkap ekspresi terkejut Madam Laura.

"Ke-kenapa? Apa sebelumnya kalian saling mengenal?" tanya Madam Laura dengan sedikit gugup. Wajar saja dia tidak percaya, karena wanita sepertiku tidak mungkin menikah dengan pria sempurna di sebelahku ini tanpa alasan yang jelas.

"Iya, kami akan segera menikah, tapi kamu tidak perlu tahu apa alasannya."

"Tapi, Tuan, apa Tuan tidak salah? Wanita ini hanya—"

"Kalau kamu berani mengatakan hal-hal buruk tentangnya, jangan salahkan aku kalau kamu harus segera angkat kaki dari tempat ini. Masih ada terlalu banyak wanita di luar sana yang lebih cantik dan lebih patuh darimu."

"Saya mohon jangan lakukan itu, Tuan," Madam Laura berusaha memohon. Wanita itu tentu sangat tahu siapa pria muda di depannya ini, ucapan pengusaha besar seperti Raka pastilah tidak main-main.

"Kalau begitu, seharusnya kamu juga sudah tahu bagaimana caranya bersikap pada calon istriku, kan?" Raka menyindir sinis.

"I-iya, Tuan. Saya mengerti." Madam Laura tampak semakin gugup, wanita itu pasti ketakutan karena ancaman Raka. Dia kemudian menatap ke arahku. "Maafkan saya, Nona, saya tidak bermaksud membentak Anda tadi."

[1] Wedding Agreement With You(TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang