16 | Plan B

4.8K 510 12
                                    

★★★★★★★★★★★★★★★★

"Finn, jangan khawatir kau pasti akan kembali," ujar Lynn padaku, saat di bandara. Barzinni rupanya menepati janjinya.

Aku mengangguk pelan.

"Kau yakin tak ingin aku membantumu?" tanya Lynn. Ia selalu menanyakan pertanyaan ini saat kita bertemu lagi, ia sedikit mengerti apa yang terjadi setelah kujelaskan sedikit. Lynn sangat berkeras untuk membantuku, tapi aku tak ingin ia terlibat lebih jauh.

"Aku yakin. Sekarang pulanglah," kataku meyakinkannya.

"Bagaimanapun caranya jangan biarkan mereka menggunakan serbuk itu ok?" bisiknya, supaya orang-orang bawahan Barzinni di belakangku tak mendengarnya.

"Aku masih tak mengerti kenapa kau mencurinya dari mereka..."

"Kau mungkin nanti akan melihat dunia yang tak pernah kau lihat sebelumnya, aku percaya padamu bisa mengatasinya." Tanpa menunggu responku, ia sudah berbalik pergi.

* * * *

"Jadi ia masih hidup, huh? Adikku," ucap Barzinni di kantornya.

Aku mendengus mendengarnya.

"Pedro memang adikku, kita pernah tinggal bersama, entah kenapa ia membenciku?" lanjutnya, dengan wajah dibuat sedih.

"Apa kau harus bertanya? Kau hanyalah anjing loyal pada ayahmu itu."

Ia tersenyum lebar. "Hmm, kau benar."

Aku mengerutkan kening.

"Berapa banyak yang ia beritahu padamu? Kau memang kekasihnya, huh?"

"Apa plan-mu selanjutnya, membunuhnya?" tanyaku.

Ia tertawa kecil. "Kenapa aku membunuhnya? Aku tak memiliki dendam apapun terhadapnya, itu semua ayahku. Ia mencuri miliknya jadi aku harus mendapatkannya kembali bagaimanapun caranya itu." Ia mendekatkan kepalanya terhadapku yang duduk di sofa ruangan kerja miliknya. "Jadi, kau tahu di mana tabung merah itu kan?"

"Aku bahkan tak mengerti maksud perkataanmu."

"Jadi, kau tak ingin memberitahuku lalu kenapa kau di sana bersama profesor gila itu?"

Oh, aku lupa tentang Genova. Aku tak melihatnya lagi, kuharap ia tak tertangkap dan berharap Diego menyelamatkannya, walaupun kuragukan.

"Aku harus bilang bahwa kau melakukan pekerjaan yang baik menutupi dirimu. Tak ada yang tahu HQ rahasia itu kecuali Lanzonni, aku dan profesor yang menghilang itu. Sekarang aku makin tertarik denganmu."

Rupanya pria tua itu berhasil kabur, untunglah tapi kuharap betul Hunter menangkapnya lagi jikalau ia kabur.

Tak lama, seseorang berdeham dari arah pintu ruangan ini.

"Sir, saya melihat seorang pria mencurigakan di CCTV!" seru bawahan Barzinni.

Barzinni dan aku bergegas pergi untuk mengikutinya ke ruang CCTV. Mataku melebar saat melihat tubuh belakang Diego di dalam rekaman kamera pengintai ini, ini adalah footage saat kita menyelinap ke HQ sebelumnya. Diego sangat ceroboh! Bukankah sudah kubilang sebelumnya, jika keadaan darurat ia harus pergi ke atap, dan di mana Hunter saat itu?

Barzinni menatapku penuh curiga. "Apa maksudnya ini? Kau datang bersamanya kan?" usutnya. "Apa yang sebenarnya kau rencanakan di sana, huh?"

"A-"

Ucapanku terpotong saat kulihat tiba-tiba anak buah Barzinni tadi menodongnya dari belakang dengan pistol di dalam ruangan CCTV ini. Hanya ada kita bertiga di dalam ruangan ini.

Ia lalu menarik pelatuk senjatanya tapi disaat ia melakukannya, aku sudah tiarap sambil menarik Barzinni bersamaku.

Aku dengan sigap melempar pisau ke arahnya yang sengaja kuikat di pergelangan kakiku mengarah ke dadanya.

Mereka rupanya berupaya untuk membunuh Barzinni sejak banyak dari mereka yang sekarang sudah berdatangan dan melemparkan segala peluru ke arahnya apalagi banyak anak buah Barzinni yang sekarang sudah tergeletak mati di kantornya sendiri. Aku terpaksa melompati jendela bersama Barzinni karena jumlah mereka yang banyak dan mengepung kita tak peduli banyak peluru mengarah pada kita berdua.

Untungnya kami melompat masih dari lantai dua dan kami untungnya juga jatuh di semak-semak. Setelahnya, kami langsung menuju parkiran dan mencuri satu mobil.

Aku menancapkan gas mobilku. Aku sempat melihat lengan Barzinni berdarah bekas tembakan, rupanya ia terkena. Ia sekarang tengah menekan lukanya.

"Siapa orang-orang tadi?" tanyanya di dalam mobil.

"Mana kutahu," balasku asal. Walaupun sebenarnya aku tahu, tapi tak kusangka mereka berani menembak Barzinni.

"Dan... kau mau membawaku ke mana sekarang?" tanyanya heran, mungkin menyadari jalan yang kuambil bukan mengarah ke kediamannya melainkan ke arah kediamanku.

I must be crazy.

"Kau telat," ucap Hunter di depan kediamanku yang ternyata sudah menunggu kedatanganku. Well, sebenarnya kami sudah merencanakan ini semua jikalau rencana kami gagal atau kusebut plan b.

Sekarang tangan Barzinni berbalik diikat oleh Hunter.  "Hmm, siapa orang ini?" tanya Hunter padaku sambil melirik Barzinni yang pasrah saat tangannya diikat.

"Mana Diego?" Aku mengalihkan pembicaraan.

"Di dalam," balasnya. Ia lalu menyenggol tanganku. "How's my plan? " Ia mengerlingkan matanya.

"What? Jadi, semua orang itu adalah tentara bayaran?" nimbrung Barzinni yang mendengar ucapan Hunter barusan.

Hunter mengerutkan keningnya. "Jadi, siapa si jambul ini?" tanyanya lagi sambil menunjuk Barzinni.

Aku lagi-lagi tak menjawabnya. "Apa Genova di sini?" tanyaku setengah berbisik.

"Yup." Ia menekankan huruf "p".

Hunter akhirnya masuk ke dalam dan aku mendorong Barzinni agar masuk ke dalam kediamanku pula. Tepat disaat kita masuk, kulihat Diego tampaknya sudah menunggu kehadiran kita di dalam. Ia terlihat canggung melihatku dan aku tak ingin bicara dengannya sekarang.

"Finn," Diego memanggilku, sadar saat aku tak melakukan eye contact dengannya.

"Not now. Tutup mulutmu," desisku padanya sambil melirik pada Barzinni di sebelahku yang terlihat kaget melihat Diego.

"Pedro?"

"Hai, umm Max?" balas Diego, menebak.


★★★★★★★★★★★★★★★★

VOTE. COMMENT. 

★★★★★★★★★★★★★★★★

My Lost Soul | ✔Where stories live. Discover now