4. Sebuah rasa yang terselip tiba-tiba

138 12 0
                                    

"Bangun lo sialan! Bangun!!!" sebuah suara cempreng dan keras menelusup ke dalam telinga Clavy yang sedang tertidur di sofa panjang di sebuah rumah mewah. Clavy mengerang kecil, apalagi ini? Ia bahkan baru tertidur selama dua jam dan sekarang sudah ada yang mengganggu tidurnya. Clavy pun mengabaikan teriakan itu dan dia melanjutkan tidur. Baru ada satu menit ia kembali melabuh ke alam mimpi, seseorang telah mengguyur nya dengan air yang sangat dingin. Clavy gelagapan. Ia langsung terduduk sambil mengusap kasar wajahnya yang basah. Ia menggeram kesal.

"Bangsat cari mati lo ya?!" Clavy meneriaki orang yang baru saja menyiramnya. Saat mendongak ia mendapati Gladys, saudara tirinya yang tengah menatapnya dengan api emosi yang berkobar. Clavy membalas tatapan itu dengan tatapan menantang.

"Iya gue cari mati sama lo! Kenapa engga suka?! Mau bunuh gue, hah?!" tantang Gladys membalas teriakan Clavy tadi. Clavy menatap Gladys dengan amarah, ia tak suka ditantang. Dengan gerakan kilat ia bangkit dan mencengkram kerah blous yang dikenakan Gladys. Aura penuh intimidasi menguar disekeliling mereka. Gladys menelan ludahnya gugup. Ia jauh lebih tinggi dari Clavy, namun entah kenapa saat ini ia merasa Clavy lebih besar darinya. Terlebih dengan aura yang dikeluarkan Clavy. Ia jadi takut. Namun ia tak akan tunduk dengan gadis pendek sok jagoan ini.

"Jangan pernah nantangin gue Gladys. Lo ga akan pernah tau apa yang bisa gue lakuin. Kalau lo bisa pakai banyak topeng lo di depan orang tua kita, gue juga bisa. Bisa bikin semua topeng lo itu hancur, ngerti lo?!" ancam Clavy dengan nada menyeramkan. Awalnya Gladys merasa takut, namun ia enyahkan itu. Ia pun menyeringai pada Clavy. Dan dengan sekali gerakan ia menendang perut Clavy, yang sudah memar karena perkelahian semalam. Clavy langsung terhuyung ke belakang dan jatuh terduduk setelah itu.

Gladys berjongkok di depan Clavy, gadis itu menjambak kasar rambut saudaranya itu. Clavy meringis.
"Hahaha rasain lo, sakit kan?! Itu balesan buat lo yang udah berani banget ngancem gue! Lain kali inget Clavy jangan berani sama gue!" setelah itu ia menghempas kan kepala Clavy dengan kencang hingga kepala gadis mungil itu terantuk meja kayu. Clavy menjerit seiringan dengan kepergian Gladys. Ia terlalu lemah untuk melawan Gladys sekarang ini. Luka yang ia derita bertambah sekarang. Terutama luka di perutnya terasa sangat amat sakit sekarang. Ia mengerang kesakitan. Para pelayan menatap gadis itu iba. Para pelayan ingin sekali menolong gadis mungil yang terlihat rapuh itu namun mereka takut pada Gladys.

Orang tua mereka tak ada di rumah karena sedang perjalanan bisnis. Juga tak ada pelayan yang berani mengadu pada Tuan dan Nyonya, lagi-lagi karena Gladys. Andai saja, andai saja tak ada Gladys mereka pasti akan berhambur menolong Clavy. Dan yang dapat mereka lakukan sekarang hanya bisa menangis iba melihat Clavy yang tengah menahan rasa sakit.

***

Theo tengah berjalan seorang diri di taman kota yang cukup ramai, saat senja kala itu. Saat sore yang hangat begini biasanya gairah membunuh Theo muncul. Namun entah kenapa gairahnya sedang meluap entah kemana sekarang ini. Tiba-tiba ia teringat pada gadis itu. Pada gadis sialan yang telah memporak-porandakan hidupnya bahkan dalam beberapa jam. Bagaimana mungkin gadis itu bisa membuatnya memiliki sisi manusiawi lagi? Memiliki rasa iba lagi? Cih bahkan Theo sudah lupa kapan terakhir kali ia merasakan iba pada seseorang. Dan semenjak gadis itu datang, tiba-tiba rasa itu kembali hadir. Fuck that asshole! For Fuckin Godshake! Ia benar-benar benci pada rasa yang telah Clavy hadirkan pada dirinya.

Karena tidak memiliki hasrat membunuh atau mencari keasikan lain ia pun memutuskan untuk pulang. Dan di tengah perjalanan ia melihat sepasang kekasih tengah bercinta di sebuah gang sempit dan sepi. Mereka benar-benar asik sekali bercinta. Si lelaki terus menghajar lubang si wanita dengan keras. Erangan kenikmatan mereka terdengar jelas di telinga Theo. Dan Theo pun menyeringai sadis, ia menemukan mangsanya. Lantas, Ia mengambil sebuah Revolver hitam dari saku jaket nya. Bak rubah yang tengah mengejar buruannya, Theo melangkah secara perlahan mendekati mereka. Saat Theo berada tepat di samping mereka, dengan sekali tarikan pelatuk, sebuah peluru menembus kepala si lelaki dan lelaki itu mati seketika. Si wanita yang tadi mengerang keenakan sekarang menjerit ketakutan. Theo melangkah ke arah wanita itu. Ia menarik kasar rambut wanita itu, mengangkat kepala wanita itu dan membenturkan kepalanya ke tembok hingga kepala itu pecah. Darah mengalir, menggenang. Theo tersenyum bahagia dengan lautan darah itu.

[BPS] The Bad and The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang