8. Hidup baru Clavy

74 10 2
                                    

Seminggu setelah kejadian malam itu.

Kini kondisi Clavy sudah membaik walau beberapa luka memar nya belum hilang.
Dan sekarang Clavy sudah keluar dari rumah sakit. Saat ini gadis itu tinggal di sebuah penthouse mewah milik Theo. Ya sekarang mereka tinggal bersama.

Sejak Theo mengatakan bahwa Clavy harus menjadi miliknya, Clavy tidak diperbolehkan berjauhan dengan Theo. Theo selalu berkata pada Clavy bahwa gadis itu harus selalu terlihat oleh pandangan matanya. Berlebihan memang. Tetapi Theo memiliki alasan untuk semua itu.

"Clav!!!" teriak Theo membahana, di siang hari yang berawan di dalam penthouse nya.

"Clavy!!! Lo dimana sih?!" Theo kembali berteriak seperti orang kesetanan karena tak ada jawaban dari Clavy.

Theo membuka pintu kamar dengan keras dan ia langsung menarik nafas lega saat mendapati Clavy tengah tertidur di atas sofa dengan nyenyaknya.

Theo pun berjalan mendekati Clavy. Ketika tiba di depan gadis itu, ia menurunkan separuh badannya agar bisa sejajar dengan wajah Clavy. Theo tersenyum samar melihat wajah polos Clavy ketika tertidur.

Ia membelai lembut wajah cantik gadis itu. Mulai dari keningnya, matanya, hidung lalu terakhir ia usap sensual bibir mungil milik Clavy.

"Clav, gue ga ngerti gimana cara lo bikin gue segini gila nya. Bikin gue ga bisa natep hal lain selain kehadiran lo di sekitar gue. Bikin pikiran gue cuma penuh dengan lo. Gue ga suka Clav. Ga suka karena lo udah bikin hidup gue ga sama lagi. Tapi gue suka, suka sama lo yang bikin gue jadi manusia normal lagi." ujar Theo panjang lebar pada Clavy yang masih terlelap.

Setelah berujar seperti itu Theo kembali berdiri tegap dan berjalan keluar dari kamar. Setelah pintu kembali tertutup, Clavy membuka matanya.

"Gue juga, The. Gue juga suka sama lo." tanpa sadar Clavy meneteskan air matanya. Entah untuk alasan apa air mata itu terjatuh. Gadis itu pun kembali jatuh terlelap setelah tangisnya.

***

Sore hari menjelang, dan Clavy mulai kembali membuka mata nya lagi. Suasana penthouse terasa sepi sekali. Clavy segera bangkit dari tempat tidur saat ia ingin buang air kecil.

Saat kaki nya melangkah menuju pintu Clavy mendengar suara orang meminta tolong. Suaranya begitu menyedihkan dan sarat akan ketakutan. Clavy pun merasa bulu kuduknya berdiri. Rasa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Siapa itu? Adalah pertanyaan di otak Clavy sekarang ini.

Dengan hati-hati ia membuka pintu kamar Theo agar tak menimbulkan suara apapun. Ia mengintip sedikit dari celah pintu yang telah ia buka. Samar-samar ia melihat sosok Theo yang tampak tampan di bawah siraman matahari sore yang hangat di dekat jendela besar ruang tamu kondominium itu. Namun yang membuat Clavy  membulatkan matanya ialah adanya seorang pria -yang sepertinya lebih tua beberapa tahun dari mereka- duduk terikat di lantai dengan wajah penuh luka.

Darah dari luka pria itu menetes bagai daging segar yang digantung di pasar tradisional. Tak urung Clavy mual dibuatnya. Ia meringis melihat pemandangan itu. Dilihatnya Theo mulai mendekati pria itu dengan langkah panjang yang mantap. Pria itu nampak begitu ketakutan saat Theo sudah berada di hadapannya.

Dengan tubuh terikat pria itu tetap berusaha kabur, Theo mengangkat sebelah alisnya melihat usaha pria itu. Theo mengangkat kaki nya dan ia pun menginjak tulang kering pria yang berusaha kabur itu.

"AHHHHHH!!!" teriakan pria itu begitu memilukan, Clavy reflek menutup mulutnya ketika melihat itu.

Theo tidak terlihat berbelas kasih sedikit pun, lelaki tampan itu hanya menatap dingin korbannya itu dengan sebuah senyum yang mengerikan. Clavy yang melihat ekspresi Theo yang seperti itu, membuat gadis itu berpikir bahwa Theo benar-benar tak waras.

"Lo tau kenapa lo di sini?" suara Theo terdengar datar dan tajam. Sementara sang korban hanya menggeleng cepat.

"Karena rasanya udah lama gue ga nyiksa orang, ga lama sebenernya baru seminggu yang lalu tapi gue kangen aja gitu nyiksa orang." ujar Theo dengan santai dan terkesan main-main. Clavy makin membulatkan matanya. Theo itu... Sebuah misteri tak terpecahkan baginya.

"Jadi lo mau pilih mana? Disiksa sampai mati atau langsung mati aja?" sang korban menangis ketakutan dengan pilihan yang diberikan Theo. Clavy iba melihatnya.

"Tapi sih lebih baik mati langsung aja. Karena kalo lo teriak nanti jadi berisik, terus pacar gue bangun. Gue gamau lo ganggu istirahatnya dia." Clavy yang mendengarnya merasa darah nya mengalir deras hingga ke pipi. Ucapan Theo memang kejam untuk orang itu, tapi untuk Clavy itu sesuatu yang lain.

"So... Ada kata-kata terakhir?" tanya Theo sembari memainkan sebuah belati yang sangat tajam. Sesekali Theo menjilati belati itu dengan gerakan sensual.

"Gaada kan? Oke. Say good bye to the world, son of bitch!" dan setelah Theo mengucapkan kata sakral itu, teriakan pria tersebut langsung membahana ke seluruh ruangan.

Darah tumpah ruah tanpa terkendali. Sebagian mengenai wajah dan baju milik Theo. Sementara korbannya menjerit kesakitan, Theo tertawa kesetanan. Clavy hanya bisa menggigit bibirnya menahan sesuatu diperutnya agar tidak keluar.

"Kenapa lo udah bangun Clav?" tanya Theo tiba-tiba. Dan demi seluruh makhluk Clavy benar-benar terkejut. Bagaimana lelaki ini tau?

"Clavy, i ask you. Kenapa lo udah bangun?" tanya Theo sekali lagi dengan suara penuh penekanan. Clavy merasakan keringat membanjiri wajahnya.

"Karena... Karena, gue pengen pipis." suara Clavy memelan diakhir kalimat. Gadis itu merasa jawabannya sangat bodoh.

Dan respon Theo tak terduga. Dia tertawa kecil. Tawa yang tulus bukan tawa mengejek. Clavy menganga tidak percaya. Kalau saja situasi nya tak seperti ini mungkin Clavy benar-benar akan terpesona dengan tawa lelaki tampan itu.

"Yaudah sana." kata Theo membuat Clavy binggung.

"Apanya yang 'sana'?" tanya Clavy dengan sedikit memiringkan kepalanya. Theo yang akhirnya menatap gadis itu agak tersentak kecil. Ia tak menyangka Clavy bisa bertingkah menggemaskan begitu.

"Katanya mau pipis. Udah sana ke toilet."

"Oh iya ya. Yauda tungguin, jangan kemana-mana." ujar Clavy tanpa sadar meminta kepada Theo. Theo terkekeh samar.

"Gue mau beresin orang ini dulu. Kecuali lo mau kita makan malem dengan dia sebagai penontonnya." kata Theo dengan sebuah seringai yang menghiasi wajahnya.

"Engga makasih." Clavy pun segera pergi belalu menuju toilet. Dia akan membiarkan Theo membereskan kekacauan yang lelaki itu perbuat.

Lagipula siapa yang mau makan malam ditemani sesosok mayat dengan dada berlubang dan mata melotot keluar? Tidak ada bukan?

Diam-diam Theo tersenyum samar. Kenapa Clavy membuat nya banyak tertawa hari ini? Tidak bukan hanya hari ini. Sejak kenal dengan Clavy, Theo lebih sering menunjukan berbagai emosi yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ini aneh namun menyenangkan. Tapi sekaligus mengerikan untuk Theo. Apa maksud perasaannya selama ini? Ia tak mengerti kenapa ia bisa begitu peduli pada Clavy? Karena pusing memikirkan semuanya, Theo lebih memilih membereskan mayat merepotkan ini dahulu. Ia hanya tak ingin Clavy merasa tidak nyaman di sini.

'Sial!' umpat Theo dalam hati. Karena, lagi-lagi Clavy membuatnya menempatkan gadis itu di poin teratas hidupnya selain membunuh. Dan semoga saja ini tak bertahan lama. Karena pada akhirnya ia akan membunuh Clavy suatu saat nanti.
Tinggal menunggu waktu yang tepat saja-

"Theo gue laper banget. Lo udah selsai belom?"

-atau tidak sama sekali. Atau mungkin ia akan menahan Clavy selamanya di sini, untuk dirinya dan juga jiwanya.

To be continue.

a/n : hai. udah lama ga nongol... itu aja sih. yauda happy read everyone.

[BPS] The Bad and The DarkWhere stories live. Discover now